Kamis, 25 Oktober 2012

Bibir Sexy Sebagai Organ Seksual?

 TERNYATA bibir berfungsi juga sebagai organ seksual. Alasannya karena bibir menawarkan banyak kesenangan selama hubungan seksual. Selama bercinta bibir bisa digunakan untuk mencium, menghisap atau melakukan kepuasan oral.

Agar bibir senantiasa terlindungi dan terawat harus dilakukan perawatan rutin. Sebab bibir tidak memiliki melanin untuk melindungi diri. Apalagi ketika memasuki musim dingin, bibir akan kehilangan daya tarik, kulitnya mengelupas, lecet dan tidak menyenangkan untuk disentuh. Saat ciuman pun terasa kasar.

Untuk alasan itulah bibir perlu dijaga kelembutan, kesehatan dan fleksibilitasnya dengan menggosok kulit dengan sikat gigi lembut dan menerapkan lipbalm. Sebab bagi laki-laki dan perempuan sangat tertarik dengan bibir merah dan lembab.


 Warna merah pada bibir akan membuat hati laki-laki berdetak lebih cepat. Selain itu warna lipstik yang tepat menciptakan kesan seorang perempuan percaya diri apa yang diinginkan.

Bibir tidak hanya menggoda karena bentuknya. Gerakan sadar saat tertawa dan senyuman indah di bibir akan terlihat menarik.

Nah, bagi Anda para perempuan gunakan potensi bibir yang lembut dan penuh selain payudara untuk memikat pasangan saat bercinta

Melangsing Justru Meningkatkan Libido

 TERNYATA dengan menurunkan berat badan tidak meningkatkan kesuburan perempuan tetapi justru menaikkan dorongan gairah seksual. Menurut sebuah penelitian jika perempuan yang mengalami obesitas ingin hamil harus menurunkan berat badan.

Tim dari Penn State College of Medicine mempelajari bagaimana operasi penurunan berat badan mempengaruhi fungsi reproduksi dalam sekelompok perempuan gemuk tidak sehat. Dr Richard Legro selaku pemimpin studi mengatakan obesitas pada perempuan dikaitkan dengan kurangnya ovulasi demikian juga infertilitas.

Saat penelitian tersebut mereka mengambil sampel urin perempuan obesitas untuk mengukur hormon ovarium selama siklus menstruasi. Mereka pun dikejutkan adanya tingkat tinggi ovulasi di antara 29 perempuan. Bahkan hasilnya sama sebelum dan dua tahun setelah operasi penurunan berat badan.



 Kualitas ovulasi atau kesuburan ternyata tidak berubah sebelum dan sesudah operasi. Satu-satunya perubahan yang terlihat adalah pemendekan paruh pertama siklus menstruasi dari akhir menstruasi sebelumnya sampai pelepasan telur.

Namun kejutan lain justru datang dari kuesioner yang diisi oleh peserta. Ternyata mereka yang mengalami penurunan berat badan paska operasi mengalami peningkatan libido dan sering melakukan hubungan seks. "Dampak dari penurunan berat badan pada fungsi reproduksi lebih sederhana daripada hipotesis. Dalam hal ovulasi, tampaknya tidak ada perubahan sebelum dan setelah operasi. Justru yang terjadi adalah peningkatan libido," tambah Dr Legro

Selasa, 23 Oktober 2012

Posisi Seks Aman Bagi Wanita Hamil


AKTIVITAS seksual di saat hamil tentu berbeda dari biasanya. Maka, ini pun menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pasangan untuk menikmati kegiatan tersebut di masa kehamilan yang sedang dijalani.

Berikut beberapa tip yang bisa Anda coba lakukan, seperti dikutip dari buku berjudul Big but Beauty, Cantik Usai Melahirkan terbitan Gerrmedia

 Woman on top
 
Posisi yang paling banyak dilakukan ibu hamil ini memang terbukti paling nyaman. Selain dapat mengontrol kedalaman penetrasi, naik turunnya kecepatan gerakan juga dapat dikontrol ibu dengan leluasa. Hal yang penting diingat adalah jangan melakukan gerakan terlalu kencang, karena dapat menyebabkan stres pada anak. Beberapa wanita bahkan mengakui kalau gerakan berputar adalah pasangan kombinasi yang menyenangkan bagi mereka maupun suaminya.

Duduk Saling berhadapan
 
Pada usia kehamilan pertengahan atau lanjut, posisi duduk berhadapan dapat menjadi pilihan menyenangkan. Biasanya, posisi ini dibantu dengan pria yang mengangkat pinggul istrinya, agar proses penetrasi lebih dapat dirasakan. Jika Anda sedikit ragu, cobalah mengelus payudara pasangan karena sensitifiitas payudara saat hamil biasanya sangat tinggi.

 Setengah duduk
 
Posisi ini mengharuskan Anda terlentang dan membuat sikap seperti duduk. Sedang suami berlutut dengan satu kaki menahan berat badannya. Beberapa wanita yang senang dengan posisi ini sebelum hamil, dapat meletakkan kedua kaki di atas pundak suaminya untuk menciptakan multi orgasme.

Dr.Ruth dan Dr.Amos
 
Untuk posisi ini, Anda perlu berbaring terlentang hampir di ujung tempat tidur. Letakkan satu atau kedua kaki pada bangku dekat dengan tempat tidur. Dengan posisi suami menempel ke tempat tidur, penetrasi bisa lebih leluasa dilakukan tanpa guncangan berarti bagi janin.

 Berbaring separuh tubuh
 
Anda cukup terlentang di tengah tempat tidur. Suami harus mengatur posisi untuk setengah berbaring, agar tidak menekan tubuh Anda. Posisi ini biasanya dikombinasikan dengan setengah duduk agar tidak monoton.

Sabtu, 20 Oktober 2012

Lula Kamal XXX: Lukisan Petaka


“Jadi, apa yang membuatmu datang ke sini?” Lula bertanya pada remaja laki-laki yang duduk di depannya.
“Saya ke sini bukan karena keinginan saya sendiri, tapi orang tua saya yang memaksa.” jawab Azzam, sambil matanya nanar menatap meja.
“Ya, baiklah… baiklah... Jadi, ada masalah apa?” Lula memperhatikan bagaimana tubuh kurus Azzam gemetar, anak itu tampak sangat terguncang.
“Mereka… mereka menganggap saya gila.” sahut bocah itu, air mata mulai mengalir di sudut matanza yang cekung.
“Maaf?” Lula ingin memastikan kalau ia tidak salah dengar.
“MEREKA MENGANGGAP SAYA GILA!” Azzam mengulang lagi perkataannya, kali ini lebih keras, dan makin banyak pula air mata yang tumpah di pipinya. Bocah itu tergugu.
“Te-tenangkan dirimu, Zam… err, kamu bisa menceritakan kejadiannya padaku secara perlahan-lahan.” Lula mencoba menenangkan. Ia memperbaiki duduknya, meletakkan bokong bulatnya lebih nyaman lagi ke kursi.
“Ini semua karena lukisan bintang jatuh itu!” jawab Azzam lirih.
“Sebentar, aku akan mengambil kertas kosong dan mencatat beberapa poin penting yang kamu sampaikan. Baiklah, humm… lukisan bintang jatuh? Maksudmu sebuah lukisan yang menggambarkan bintang jatuh?” Lula mulai mencoret-coret catatannya. Payudaranya yang besar sedikit berombak saat ia melakukan itu.
“Ya, lukisan bintang jatuh pembawa sial!” seru Azzam, tampak sangat geram.
“Eh, kenapa kamu beranggapan lukisan itu membawa sial?” Lula menatap mata bocah itu yang masih merah dan penuh dengan air mata itu.
“…” Azzam terdiam, matanya lekat memandang wanita cantik yang sekarang ada di depannya. Seperti baru sadar kalau wanita yang berpakaian putih ini adalah Lula kamal, artis sekaligus dokter cantik yang sering ia lihat di TV.
“Azzam?” Lula memanggil, menarik lagi bocah itu ke alam nyata.
“L-lukisan itu, entahlah… ada yang aneh dengan lukisan itu.” bahu Azzam bergidik saat mengatakannya, tapi matanya masih lekat memandang Lula, eh... ralat: payudara Lula. Ya, mata Azzam sedang terarah ke sana sekarang, memperhatikan betapa besar dan menariknya daging kembar itu.
“Aneh bagaimana? Apakah lukisannya terlihat menakutkan?” tanya Lula, tidak menyadari ke arah mana mata si bocah terarah.
“T-tidak, tidak! B-bukan menakutkan… tapi, aneh…” Azzam menelan ludah, dalam pikiran mudanya mulai terbentuk bayangan sepasang payudara yang besar dan putih mulus milik Lula, dengan puting coklat kemerahan seukuran jari yang mencuat indah ke depan.

“Hmm… kamu bisa menceritakannya dengan lebih detail?” Lula menggeser duduknya, menempatkan kedua susunya di atas meja.
Azzam yang melihatnya, jadi makin susah untuk ngomong. “S-saya ceritakan d-dari awal?”
“Ya, ceritakan semuanya, aku siap mendengarkan.” Lula menyiapkan penanya, siap mencatat apapun yang penting.
“Lu-lukisan ini, warisan dari mendiang nenek saya…” Azzam memulai, matanya sama sekali tak berkedip, terus memperhatikan payudara sang dokter yang dirasanya semakin membusung. ”... lukisan yang menggambarkan pemandangan alam di malam hari di suatu padang rumput di daerah pegunungan, dengan fenomena alam berupa bintang jatuh.”
“Lalu apa yang aneh dengan lukisannya?” tanya Lula, jari-jarinya mulai bergerak untuk menulis.
“Susunya... eh, bintangnya…” jawab Azzam gugup, kemontokan payudara Lula membuatnya susah untuk konsentrasi.
“Susu apa bintang?” Lula bertanya menggoda. Senyum yang tersungging di bibir tipisnya makin membuatnya terlihat menarik.
Azzam ikut tersenyum sebelum melanjutkan ceritanya. “Lukisan itu menggambarkan langit malam kelam dengan sepuluh titik terang berwarna putih yang dapat saya pastikan itu adalah sekumpulan bintang. Salah satu bintang digambarkan lebih rendah daripada sembilan bintang lain dan memiliki ekor di belakangnya. Itu adalah bintang jatuh.” terangnya.
“Sepertinya aku sudah bisa membayangkan bagaimana lukisan itu. Tapi, semuanya normal-normal saja kan?” tanya Lula, catatan di bukunya semakin banyak sekarang.
“Sangat tidak normal! Saat pertama kali saya melihat bintang jatuh itu, Widya, salah seorang teman saya yang paling cantik, diperkosa orang. Akibatnya, dia harus opname di rumah sakit karena kemaluannya robek. Sulit saya terima, karena setiap hari dia selalu diantar jemput sopir.” membayangkan paras Widya yang cantik, ditambah dua bulatan daging milik Lula yang sekarang ada di depan matanya, membuat penis Azzam perlahan menggeliat.
“Ehm… kurasa itu hanya sebuah kebetulan.” sahut Lula. ”Kemana si sopir saat kejadian itu?” tanyanya.
“Mobilnya mogok, jadi agak telat sampai di sekolah. Widya yang tidak sabar menunggu, memilih untuk pulang jalan kaki. Saat itulah dia diperkosa. Pelakunya belum diketahui sampai sekarang. Dan saya yakin, INI BUKAN KEBETULAN!” Azzam membantah, terlihat sangat yakin.
“Apa maksudmu?” Lula bertanya tidak mengerti.
“Setelah kejadian itu, bintang jatuh di dalam lukisan menghilang tanpa bekas.” kata-kata Azzam bergema di ruangan itu.
“…” Lula terdiam, tangannya yang dari tadi sibuk menulis, sekarang berhenti. Ia berusaha mencerna sekaligus membantah keterangan Azzam, tapi dia kehabisan kata-kata. “Serius?” akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut manisnya.
“Tentu saja! Saya tidak mungkin salah lihat.” Azzam terlihat sangat emosional, se-emosional penisnya yang semakin tegak membesar.
“Mungkin terkena kotoran yang menempel? Atau…” Lula mencoba memberi alternatif.
memotongnya. “Tidak mungkin! Karena hilangnya benar-benar alami. Tak ada bekas kotoran atau apa pun. Seolah bintang jatuh itu tidak pernah ada di dalam lukisan.”
“Aneh…” Lula bergumam. Ia meletakkan ujung penanya di pipi, tampak tengah berpikir keras.
“Apa saya bilang!” Azzam mengangguk, matanya makin melotot memandang payudara Lula yang sekarang tidak terhalang tangan. Wuih, benda itu memang benar-benar menggoda. Sudah besar, terlihat sangat bulat lagi. Pasti rasanya empuk sekali, batin Azzam dalam hati. Penisnya makin membesar saja di dalam celana.
“Eh, ya… oke… ini memang aneh, sulit untuk dipercaya. Tapi mungkin saja kamu mabuk saat itu atau…” Lula kembali menekuri catatannya.
“Saya masih enam belas tahun, Dok! Saya tidak mungkin meminum minuman keras!” sela Azzam cepat, merasa dilecehkan.
“Oh, oke… maaf…” Lula tersenyum, dia sedikit memajukan dadanya, membuat bulatan payudaranya makin terlihat membusung.
“D-dokter pasti tak akan percaya akan ceritaku selanjutnya.” dan Azzam menikmati pemandangan indah itu dengan senang hati.
“Tak apa-apa, ceritakan saja!” Lula mempersilahkan.
“…” tapi bukannya membuka suara, Azzam malah sibuk membenahi celananya. Penisnya sudah ngaceng sempurna sekarang, terasa ketat di sela selangkangannya, sakit sekali.
“Jadi?” Lula menunggu dengan senyum di bibir.
Azzam meluruskannya sebentar sebelum akhirnya menjawab. “Enam hari… enam hari sejak kejadian itu, lukisan tersebut menampakkan kembali gambar bintang jatuh.” katanya sambil menghembuskan nafas lega. Penisnya sudah mapan sekarang, terasa lebih nyaman.
“…” Lula tidak berkomentar, hanya tangannya yang bergerak untuk kembali sibuk mencatat.
“Bintang di langit yang semula ada sembilan, mendadak berubah menjadi delapan.” Azzam meneruskan kata-katanya.
“Oke, ini mulai terdengar absurd.” Lula mengutarakan pikirannya.
“Saya juga merasa begitu! TAPI INI SUNGGUHAN!” seru Azzam agak lebih keras, takut dikira berbohong.
“Zam, kamu tidak menggunakan obat-obatan kan?” tanya Lula lembut, dia tidak mau pertanyaannya menyakiti perasaan bocah itu.
“SAYA TIDAK SEDANG BERCANDA, DOK!” tapi tetap saja Azzam merasa tersinggung.
“La-lalu? Apa yang terjadi setelah kau melihat bintang jatuh itu lagi?” Lula mengubah topik.
“Salah seorang teman kecilku… Dia juga diperkosa di rumahnya!” Azzam berkata pedih. Terbayang di pikirannya wajah manis Adelia saat mereka bermain bersama 8 tahun yang lalu.
“Wahahaha, ini tidak mungkin.” Lula tertawa, tapi segera terdiam begitu menatap wajah garang si bocah.

“INI KENYATAAN, DOK!” Azzam sedikit berteriak.
“Tidak, ini kebetulan.” Lula masih tidak percaya dengan omongan bocah itu.
“TIDAK! INI BUKAN KEBETULAN! Berhentilah meragukan cerita saya, Dok!” Atau aku remas susumu! ancamnya, tapi dalam hati. ”Inilah kenapa orang tua saya menganggap saya gila. MEREKA TIDAK PERCAYA AKAN CERITA SAYA!” Azzam kembali ingin menangis.
“Eh… iya… baiklah… biarkan aku berpikir sejenak.” Lula membaca kembali catatannya, mencari apapun yang aneh dan tidak wajar. Dan hasilnya, semua terlihat tidak wajar!
“…”
Sementara itu, Azzam memanfaatkan kesempatan itu untuk mengamati tubuh si Dokter lebih lekat lagi. Dengan rambut disanggul ke belakang, Lula terlihat sangat cantik dan seksi. Kulitnya putih bersih. Meski tubuhnya tidak terlalu langsing, tapi karena lumayan tinggi, jadinya terlihat montok dan berisi. Dan inilah yang paling mencolok, dadanya begitu menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat warna krem, dengan jaket putih yang tidak dikancingkan, makin mempertegas keindahan bentuk sepasang payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua, yang membuat sepasang kaki mulusnya makin bersinar menyilaukan.
“Ok, jadi begini... kamu bilang, setiap kali kamu melihat bintang jatuh, ada orang yang kamu kenal mengalami pemerkosaan? Kemudian jumlah bintang di dalam lukisan berkurang. Ini absurd, Zam!” Lula menyampaikan kesimpulannya.
“TAPI INI NYATA!” Azzam bersikeras. ”Saya mohon, percayalah pada saya, Dok. Saya berbicara jujur. Dan saya sedang dalam kondisi sehat. Saya tidak mabuk, saya tidak...”
“Baiklah, Zam…” Lula mengangguk, dia bisa mengerti bagaimana perasaan bocah itu. ”Apa pemerkosaan selalu terjadi bertepatan dengan saat kamu melihat lukisan bintang jatuh itu?” tanyanya kemudian.
“Tidak persis sama. Biasanya ada selang beberapa jam atau hari. Lalu, bintang itu hilang setelah pemerkosaan terjadi.” sahut Azzam, lega karena si dokter cantik akhirnya percaya.
“Dan setelah lewat enam hari, bintang jatuh kembali muncul dengan jumlah bintang di langit berkurang?” Lula menebak.
“Ya, seperti itu…” Azzam mengedikkan bahunya, membenarkan ucapan wanita cantik itu.
“Oke, aku asumsikan kamu berbicara dengan jujur. Artinya ini adalah pengalaman supernatural. Ini memang terjadi pada sebagian orang. Tapi, untuk kasus seperti ini rasanya aneh sekali.” Lula mengetuk-ngetukkan penanya ke meja. Kertasnya sudah hampir penuh oleh catatan.

“Saya tidak tahu, semuanya saya alami begitu saja.” Azzam menyahut.
“Lalu apa yang kamu lakukan setelah menyadari kemungkinan keterhubungan antara lukisan dengan kejadian di sekitarmu?” tanya Lula, dia kembali menggeser duduknya. Padahal kursinya terlihat cukup empuk, tapi bokongnya yang bulat dan besar seperti tidak nyaman.
“Saya meminta orang tua saya untuk menyingkirkan lukisan tersebut.” Azzam melirik sekilas paha putih mulus Lula yang sedikit tersingkap ketika wanita itu memindahkan kakinya.
“Berhasil?” Lula bertanya lagi.
“Hanya dua hari. Lukisan itu kembali dipasang setelah dua hari.” jelas Azzam, penisnya terasa semakin membesar saja di dalam celana.
“Kenapa?” dengan mata bulatnya yang lebar, Lula menatap bocah kelas 1 SMA itu.
“Karena mereka menganggap lukisan itu warisan yang berharga dari mendiang nenek saya. Mereka ingin menjaganya.” Azzam membalas dengan kembali menatap payudara Lula lekat-lekat.
“Aneh, memangnya mereka tidak melihat keanehan pada lukisan itu? Misalnya gambar bintang yang berkurang itu?” untuk yang sekarang, Lula menyadari ke arah mana mata si bocah memandang, tapi dia membiarkannya saja.
“Mereka… mereka tidak percaya akan hal itu. Di mata mereka, lukisan itu tampak normal dengan jumlah bintang yang tidak berubah.” jelas Azzam, dia tampak kesulitan saat mau menelan ludahnya.
“Jadi, hanya kamu yang bisa melihat fenomena menghilangnya bintang dari lukisan?” tanya Lula, terus berusaha mengorek keterangan. Biar saja bulatan payudaranya menjadi santapan asal itu bisa membuat Azzam tenang.
“Kurasa begitu…” Azzam mengangguk. Matanya tak berkedip sama sekali, dia berusaha memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh si dokter cantik dengan semaksimal mungkin.
“Setelahnya...“ Lula terus memancing.
“Mereka membawa saya ke sini.” bayangan payudara Lula yang berada dalam genggamannya membuat penis Azzam yang sudah ngaceng berat menjadi semakin tegang dan kaku.
“Hmm, baiklah. Mereka menganggapmu mengalami beban mental dan membawamu ke dokter, pilihan yang tepat…” Lula mengangguk dan tersenyum.
“Tapi, Dok…” Azzam keberatan dibilang mengalami gangguan jiwa. Dia masih waras, masih sangat waras malah. Buktinya, dia masih bisa ngaceng melihat Lula yang begitu cantik dan seksi.

“Ya, aku berasumsi kamu berbicara apa adanya. Tenang saja. Walaupun sedikit aneh, aku mempercayainya.“ Lula meletakkan penanya dan bersandar di kursi. Tubuh montoknya makin terlihat menggiurkan saat dia menegakkan punggung.
“…” lagi-lagi Azzam tak berkedip saat melihatnya. Wanita seperti inilah yang selalu hadir dalam mimpi dan fantasinya setiap malam. Bukan main indahnya tubuh dokter yang satu ini. Perut Lula yang langsing dan BH yang nampak ketat menempel pada buah dadanya yang ampuun... besar dan menjulang, bikin penisnya makin nyut-nyutan. Sejenak Azzam menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.
“Lalu, kapan terakhir kali kamu melihat lukisan itu?” Lula bertanya lagi, terlihat tak peduli dengan tatapan nakal si bocah.
“Tadi pagi… saya tidak sengaja melihatnya dan sudah tergambar satu bintang jatuh di sana. Tak ada lagi bintang di langit.” jelas Azzam dengan nafas mulai berat.
“Oh ya? Lalu apakah selama ini kecelakaan terus terjadi pada orang terdekatmu?” Lula menanyakan sesuatu yang ia sendiri sebenarnya tahu jawabannya.
“Ya. Terry, tetangga sebelah rumah saya, dia diperkosa saat suaminya sedang dinas jaga malam. Selanjutnya, mbak Mia, kakak ipar saya, diperkosa oleh seseorang yang pura-pura bertamu ke rumahnya. Lalu ada bu Aida, ibu teman saya, diperkosa saat suaminya tidak ada di rumah. Juga ada Emily, teman kakak saya, yang diperkosa sepulang dari main ke rumah. Selanjutnya, Bu Asih, teman arisan ibu saya, juga diperkosa...”
“Tu-tunggu!” Lula memotong, merasa ada yang aneh dengan keterangan Azzam.
“Ya?” Azzam menunggu, siap dengan segala kemungkinan pertanyaan.
“Semuanya diperkosa tanpa diketahui siapa pelakunya?” tanya Lula.
“Ya, begitulah… mereka sadar telah menjadi korban perkosaan, tapi tidak punya bayangan atau memori bagaimana peristiwa itu bisa terjadi.” jelas Azzam.
”Mereka lupa?” tanya Lula tak percaya. Baru kali ini dia menghadapi kasus seperti ini.
Azzam mengangguk. ”Lupa saat pemerkosaan terjadi. Tapi ingat sebelum dan sesudahnya.” jelasnya.
Lula menggeleng-gelengkan kepala, ”Aneh!” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. ”Eh, sebentar...” seperti mendapat ilham, Lula kembali melihat catatannya. Setelah membaca sebentar dan membuat beberapa coretan, dia kembali memandang Azzam, si bocah balas menatap dengan mata tak pernah beralih dari gundukan dada si dokter.
“Sudah kuduga ada yang aneh. Setelah dipikir-pikir, aku baru menyadari apa itu…” Lula mengangguk-angguk, tampak puas dengan hasil analisanya. ”Zam, siapa yang terakhir kali mengalami pemerkosaan?” dia bertanya.
“Minggu lalu, Rina, anak Pak RT yang juga teman adikku. Diperkosa setelah pulang dari les.” jawab Azzam.
”Apakah adikmu ikut les?” tanya Lula lagi.
”Ya.” Azzam mengangguk. ”Saya yang menjemput mereka, seperti biasa.”
“Benar sekali, tidak salah lagi…” Lula mengetukkan penanya dengan keras ke atas meja, membuat Azzam sedikit kaget.
“Benar apanya, Dok?” tanya si bocah tidak mengerti.
“Ah, tidak, tidak apa-apa… Aku hanya sedang berpikir. Tidak salah lagi, ini bukan sebuah kebetulan.” cetus Lula.
“Jadi sekarang dokter percaya pada saya?” tanya Azzam penuh harap.
“Kurang lebih ya. Tapi masih ada satu hal yang mengganjal...” Lula menggantung ucapannya.
“Apa itu, Dok?” tanya Azzam antusias.
“Para korban itu… apa kamu sempat berinteraksi dengan mereka semua?”  tanya Lula, suaranya terdengar tegang.
“Err… ya, se-sepertinya begitu.” Azzam membenarkan. “Walau hanya sebentar…” tambahnya kemudian.
Tapi itu sudah cukup untuk membuat Lula langsung gemetar dan pucat pasi. “Ini gawat!” katanya ketakutan.
“Eh? Kenapa, Dok?” Azzam masih tidak mengerti.
“Menurutku, setelah bintang jatuh itu muncul, wanita pertama yang kamu jumpai akan menjadi korban pemerkosaan, begitu!” terang si dokter cantik.
”...” Azzam terdiam, tampak berpikir dan mengingat-ngingat. Setelah itu dia mengangguk lemah. ”Dokter benar!” tampak kekecewaan dan penyesalan yang amat dalam di raut mukanya yang memelas.
“Eh, tunggu!” Lula tersadar, lalu cepat-cepat dia mengutarakan pikirannya. “Dan kalau memang pola ini benar, maka korban selanjutnya adalah... katakan padaku, Zam… siapa wanita pertama yang kamu ajak bicara hari ini, selain keluargamu tentunya karena kutukan ini sepertinya tidak berlaku untuk mereka?” tanyanya gemetar, takut dengan jawaban yang akan diberikan oleh si bocah.
“…” Azzam terdiam, berusaha mengingat.
“Zam, katakanlah…” Lula meminta, suaranya lirih dan parau.
“Eh, itu…” Azzam memucat begitu tahu siapa orangnya.
“Jangan bilang…” Lula ikut pucat, bisa menebak apa jawabannya.
“B-benar, Dok… Dokter Lula adalah wanita pertama selain keluarga yang berinteraksi dengan saya hari ini.” kata Azzam. Tersirat penyesalan yang amat sangat di matanya yang sipit.
“Be-begitu ya?” meski sudah mengira, tak urung Lula tetap lemas juga saat mendengarnya.
“M-maafkan saya, Dok… saya tidak bermaksud…” Azzam berdiri, ingin meminta maaf pada Lula karena sudah menimpakan nasib buruk pada wanita cantik itu.
”Pergilah, Zam! Konsultasi ini sudah selesai. Terima kasih sudah datang kemari…” Lula memalingkan muka, setitik air bening mulai menetes di sudut matanya yang lentik.
“T-tapi, Dok...” Azzam tidak sampai hati meninggalkannya.
”Pergilah, Zam!” Lula berseru, sedikit lebih keras. Dia berdiri dan membuka pintu, mengusir si pembawa petaka dengan halus.
“Ehm, i-iya, Dok. Baik!” meski tidak enak hati, Azzam sempat memperhatikan bagaimana goyangan pinggul Lula saat wanita itu berjalan tadi. Ugh, sungguh menggiurkan. Kalau saja situasinya tidak segawat sekarang, ingin rasanya ia disini seharian, menemani dokter setengah baya yang cantik dan seksi ini.

#####################

Sepeninggal Azzam, dengan badan masih gemetar dan jantung berdegup kencang, Lula bergegas masuk ke kamar pribadinya yang terletak tepat di sebelah ruang prakteknya. Kamar itu sebenarnya cukup besar, tapi jadi terasa sempit dan sesak oleh kehadiran ranjang besi berlapis kasur busa mahal tepat di tengah ruangan. Di pojok, ada lemari susun dari kayu yang bersebelahan dengan jendela lebar berkaca gelap. Lula segera menarik tirainya yang bergambar bunga untuk menghalangi pandangan orang, dia ingin mengganti baju. Sambil membayangkan nasib buruk yang akan menimpanya, Lula mengaduk isi lemari. Dari sana, diambilnya sebuah daster berwarna putih. Untuk sesaat dipandanginya daster itu, seperti menimbang apakah cocok untuk membalut tubuh sintalnya. Kemudian setelah memutuskan, tanpa memperhatikan kiri kanan, Lula mulai melepas blus dan rok pendeknya yang sudah basah oleh keringat. Gara-gara AC di ruang prakteknya rusak, dia jadi harus ganti seperti ini tiap hari.
“Besok harus beli yang baru”, batin Lula pada dirinya sendiri.
Sekarang hanya tinggal BH dan celana dalam berwarna putih berenda-renda yang menempel di tubuh mulusnya. Sekujur tubuhnya yang seksi itu nyaris telanjang, payudaranya yang sekal dan padat terlihat begitu menonjol dengan puting yang berwarna merah kecoklatan membayang di balik mangkuk BH-nya, sementara pinggangnya yang ramping ditambah pinggul yang bulat padat bertemu membentuk segitiga berbelahan sempit yang bersih rapi tanpa bulu. Lula baru saja akan memakai daster yang didapatnya di lemari, ketika tiba-tiba pintu ruang kamarnya terbuka dan seseorang menyerbu masuk, lalu menutup pintu dan menguncinya. Lula yang masih setengah telanjang, menjerit kaget bercampur marah.
”Hei, apa yang kau lakukan? Pergi dari sini!” hardiknya dengan nada tinggi melengking.
Tapi si penyusup menanggapinya dengan seringai liar. ”Tenang saja, Dok. Saya cuma pingin melihat keindahan tubuh dokter dari dekat. Dan ngomong-ngomong, saya sudah ingat semuanya sekarang!” kata Azzam kalem.
”Keluar, Zam... Jika tidak, aku akan teriak!” sengit Lula sambil menutup tubuh polosnya dengan daster, belahan payudaranya yang menonjol tampak mengintip malu-malu dari sela-sela BH-nya.
Azzam buru-buru menegak air liur saat melihatnya. ”Semua korbanku berkata begitu, Dok.” seringainya. ”Silakan berteriak sekerasnya, tidak ada yang akan menolong dokter sekarang.”
”J-jadi kamu yang melakukannya! Kamu yang memperkosa mereka semua!” Lula mundur ke tembok, menjauhi si bocah pembawa petaka, sadar akan bahaya yang mengancam dirinya.
Azzam mengangguk. ”Jadi sebaiknya dokter nurut saja sama saya. Percuma melawan, toh hasilnya akan sama. Saya tidak ingin menyakiti bu dokter, saya cuma ingin merasakan kehangatan dan kelembutan tubuhmu.” jawabnya masih dengan ketenangan yang sama seperti sebelumnya.
Mendengar itu, Lula segera berteriak sekencang-kencangnya. ”TOLONG! SIAPAPUN, TOLONG AKU!” dia berusaha untuk menyelamatkan diri.


Azzam menggelengkan kepala. ”Percuma, Dok. Tulah bintang jatuh telah menjauhkan semua orang dari tempat ini. Tidak akan ada yang datang menolong dokter. Siapa pun yang terpilih, tidak akan bisa menghindar!” sambil berkata begitu, Azzam mulai berjalan pelan mendekati si dokter cantik.
”Ja-jangan, Zam! Ampuni aku!” Lula menggeleng. Tubuh sintalnya terlihat lumpuh dan gemetar.
Kontras dengan wanita cantik itu, Azzam terlihat begitu yakin dan pasti dengan segala tindakannya. Sosok bocah lugu 16 tahun yang tadi menangis sesenggukan saat menceritakan kisahnya, kini hilang entah kemana, terganti dengan sosok monster pemakan wanita yang siap untuk menyantap hidangannya. Mata Azzam tak berkedip memandangi tubuh mulus Lula, hidungnya kembang kempis dengan suara berat, raut mukanya sudah merah kecoklatan, sementara air liur mulai menetes dari sudut bibirnya yang menghitam. Penisnya yang kaku dan keras, tampak menonjol dari balik celana, siap untuk keluar dan menemukan mangsanya. Lula bukannya tidak tahu hal itu, tapi dia benar-benar tidak sanggup untuk melawan. Mendadak tubuhnya terasa lemas dan tak bertenaga, sementara kakinya menjadi tambah gemetar. Bahkan dia tak sanggup untuk menyangga bobotnya lebih lama lagi.
“Apakah begini yang dirasakan semua korban itu?” Batinnya dalam hati sebelum ambruk di lantai. Badannya lumpuh oleh ketakutan dan kekalutan.
”Itu lah yang terjadi pada semua korbanku, Dok!” kata Azzam seperti menjawab pertanyaannya. Senyum kemenangan terukir di bibirnya yang tebal.
Lula diam saja. Hatinya terasa sedih dan sakit, tapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Malah sekarang terjadi sesuatu yang aneh pada dirinya. Degup jantungnya terasa semakin cepat, begitu juga dengan aliran darahnya. Nafasnya mulai memburu, sementara keringat dingin mulai mengalir di dahi dan lehernya yang jenjang.
“Tidak! Aku tidak mungkin terangsang!” Lula berusaha melawan perasaan itu. Tapi cairan bening yang mulai merembes keluar dari lubang vaginanya, tidak bisa dibohongi.
Azzam yang melihatnya, dengan senyum makin lebar, segera meraih tangan Lula dan membawa wanita cantik berpostur tinggi itu ke arah tubuhnya untuk dipeluk. Dalam keadaan normal, Lula pasti menolak dilecehkan seperti itu. Tapi sekarang, karena pengaruh sihir lukisan, dia cuma bisa diam dan menurut apapun perlakuan Azzam. Dalam pelukan si bocah, Lula menangis sesenggukan karena tak bisa melawan, cuma itu yang bisa ia lakukan. Azzam yang sudah terasuki nafsu setan, tidak mempedulikannya. Dia meraih dagu Lula dan memagut bibir Lula yang lebar tapi tipis untuk kemudian melumatnya dengan gemas. Lula berusaha mengatupkan bibirnya agar si bocah tidak bisa mengulumnya. Namun upayanya itu hanya bertahan beberapa detik, setelah Azzam mendekap tubuhnya makin erat, ia pun menyerah. Gesekan antara tubuhnya dan tubuh si bocah malah menimbulkan nikmat yang amat sangat, yang pada gilirannya makin menambah nafsu birahinya.

Tanpa sadar, secara perlahan-lahan, Lula pun membuka mulutnya. Azzam segera menerobos, lidahnya membelit dan menjilati seluruh rongga mulut si dokter cantik, mengajaknya untuk saling menghisap dan bertukar air liur. Lula, meski masih dengan agak berat hati, mulai meladeninya. Bibirnya yang tipis mencari, mengejar kemana pun lidah Azzam bergerak, menghisap bibir tebal pemuda tanggung itu dan menelan ludah mereka yang keluar semakin banyak. Bunyi decapan dan desisan dengan cepat memenuhi ruang kamar yang tidak begitu besar itu.
”Auw!” jerit Lula ketika dengan sekali sentak, Azzam berhasil melepas kait BH-nya.
Payudaranya yang bulat dan padat, yang dari tadi cuma mengintip sebagian,  kini terburai keluar, menggantung telanjang di depan dadanya, terlihat begitu menggairahkan. Bentuknya sangat bagus dan sempurna meski ukurannya sangat besar, benda itu terlihat masih sangat kenyal dan padat, tidak terlihat turun sama sekali, dengan puting susu merah segar seukuran ibu jari yang mencuat indah ke depan.
”Wow!” Azzam kesulitan menelan ludah saat melihatnya, ternyata payudara Lula lebih indah dari yang ia bayangkan sebelumnya. Gemetar, tangannya terjulur untuk memegang dan mengelusnya,
”Ohh... lembut sekali, Dok!” gumam Azzam sambil terus bergerak menjelajahi payudara Lula yang mulus dan terawat.
Dia meremas-remas dan memijiti benda bulat kembar itu dengan dua tangan, bersamaan kiri dan kanan. Puting susunya yang terasa mengganjal di telapak tangan, tidak lupa ia pilin dan tarik-tarik ringan, sesekali juga dijepitnya diantara jari dan dipencetnya kuat-kuat. Azzam tampak gemas sekali dengan benda itu. Lula mengejang mendapat perlakuan seperti itu. Kesadarannya mulai hilang, apalagi saat Azzam mulai menjilat dan menghisap putingnya, ia pun makin tenggelam dalam dorongan nafsu seksual yang amat dahsyat, yang tidak mungkin ia lawan balik. ”Oughh... Zam!” rintihnya pelan dengan tubuh bergetar merasakan lidah si bocah menyapu permukaan payudaranya yang sensitif, untuk kemudian hinggap di putingnya dan menghisap kuat-kuat disana, nenen seperti bayi yang baru lahir, menghisap bergantian kiri dan kanan. Dengan mulut masih menempel di payudara Lula, Azzam perlahan membaringkan tubuh mulus si dokter cantik ke atas kasur yang ada di tengah ruangan. Tangannya mulai meraba dan mengelus-elus sepasang paha panjang dan putih mulus milik sang dokter yang berada di hadapannya.

Tangan Azzam bergerak mulai dari lutut hingga ke pangkal paha, dan berakhir di celana dalam putih berenda yang dipakai oleh Lula Kamal. Lalu dengan kasar dia menarik celana dalam itu hingga terlepas. Lula sekarang benar-benar sempurna telanjang bulat terbaring di depannya. Azzam memandangi kemulusan tubuh wanita itu dengan takjub.
”Dari semua korbanku, dokter lah yang paling cantik!” bisiknya dengan deru nafas memburu.
Azzam mulai menelusuri sekujur tubuh telanjang Lula dengan bibir dan tangannya. Bibir Lula yang merah segar tak henti-hentinya ia lumat, sementara tangannya terus menggerayangi dan meremas payudara Lula yang bulat membusung. Bahkan dalam kondisi berbaring seperti sekarang, benda itu masih terlihat padat dan berdiri tegak, benar-benar membangkitkan gairah. Sambil memilin-milin putingnya, Azzam menjilati perut dan pinggang Lula yang sedikit berlemak. Kemudian dia membuka paha wanita itu lebar-lebar hingga ia bisa melihat vagina Lula yang sempit, yang licin tak berbulu. Lula memang secara rutin selalu mencukur rambut kemaluannya, dia suka selangkangannya bersih daripada ditumbuhi bulu-bulu keriting yang bikin gatal. Azzam pun mendekatkan wajahnya dan dengan ujung lidah, dia menyapu liang vagina Lula secara perlahan, dari bawah ke atas. Hmm, rasanya lembut sekali, baunya juga sangat wangi, sungguh berbeda dengan vagina korbannya yang lain. Dia jadi ketagihan. Menjulurkan lidahnya makin panjang, Azzam pun menjilat dan menghisap vagina itu dengan rakus.
”Ohh... ahh... ohh... ehsss...” tanpa sadar, Lula mulai mendesah merasakan kenikmatan yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
Apalagi saat Azzam mengemut dan menghisap klitorisnya, dia makin tak tahan. Dengan tubuh menggelinjang cepat, Lula pun menjerit.
”Arrghhhhh...!” gairah yang dari tadi ia tahan, akhirnya meledak juga.
Azzam yang mengetahui Lula mulai terangsang, makin buas menggeluti tubuh mulusnya. Dia mengangkangkan kaki Lula dan membenamkan wajahnya makin dalam ke belahan vagina wanita cantik itu. Bibir dan lidahnya bergerak makin cepat, terus-menerus mengorek dan menjelajahi liang sempit Lula yang terasa semakin licin dan basah. Sementara tangannya yang kurus, tak henti-hentinya meremas dan memijit-mijit payudara Lula sambil tak lupa memilin-milin putingnya.
”Oohh...!!!” tak kuat menahan gairah, Lula pun akhirnya mengalami orgasme. Tubuh montoknya mengejang sesaat sebelum akhirnya melemas kembali. Dari dalam vaginanya, mengucur deras cairan bening yang hangat tapi agak kental.


Melihat korbannya sudah tidak berdaya, Azzam tersenyum puas karena berhasil menaklukkan dokter cantik yang juga artis itu. Perlahan dia membuka pakaiannya satu-persatu sampai telanjang bulat, sama seperti Lula. Penisnya yang panjang dan besar sudah terlihat tegak mengacung dengan begitu gagahnya. Sedikit kasar, Azzam menarik tubuh Lula yang tergolek lemas bugil di atas ranjang, perlahan diangkatnya kaki wanita itu ke atas, lalu dibukanya lebar-lebar hingga ia bisa melihat lubang vagina Lula dengan jelas. Benda itu itu tampak sangat basah, juga sedikit menganga, siap untuk menerima kehadiran penisnya. Menempatkan dirinya tepat diantara kedua kaki Lula, Azzam pun melakukannya. Pelan-pelan dia merebahkan diri dan menindih tubuh mulus sang dokter cantik sambil sesekali mencium bibir Lula yang tipis. Lula hanya bisa menggeliat sambil mendesah nikmat merasakan sentuhan ujung penis Azzam di bibir kemaluannya. Lula sebenarnya mengetahui kalau sebentar lagi statusnya sebagai seorang wanita terhormat akan direnggut secara paksa, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Kutukan lukisan telah menguasai dirinya, membuatnya pasrah pada nafsu birahi, sehingga tidak mampu untuk melawan sedikitpun. Malah yang ada, vaginanya seperti senut-senut, terasa sangat gatal, dan berharap penis besar Azzam segera menggaruknya untuk menuntaskan rasa dahaganya. Pelan tapi pasti, Lula mulai berharap agar persetubuhan itu segera berlangsung!
”Ini dia, Dok. Tahan ya!” Azzam mendorong pantatnya maju, membuat penisnya menyeruak masuk ke dalam vagina Lula secara perlahan-lahan.
Lula meringis menahan sakit sekaligus enak pada liang vaginanya.  Vaginanya yang masih terasa sempit meski dia sudah pernah melahirkan. Azzam sendiri merasa kesulitan saat akan memasukkan penisnya lebih jauh, dia merasakan jepitan vagian Lula begitu kuat, seperti melawan desakan penisnya. Tapi dengan satu dorongan kuat, batangnya pun akhirnya amblas seluruhnya. Masuk. mentok di dalam vagina Lula, hingga menabrak mulut rahim wanita cantik itu.
”Arghhh...” Lula merintih kecil merasakan penis Azzam yang besar dan panjang memenuhi liang vaginanya.
Meski terasa nikmat, tak urung air matanya tetap mengalir juga membasahi pipinya yang mulus. Sebagai seorang istri, sepasrah apapun dia, tetap ada sedikit rasa menyesal di relung hatinya. Dia telah mengkhianati cinta sang suami.
”Ehh...” Azzam mengerang lirih. ”Gila, vagina dokter kenceng banget!” serunya kegirangan.
Bocah itu masih diam, tetap pada posisi semula. Dia membiarkan penisnya terbenam dalam di vagina Lula yang sempit dan hangat tanpa berusaha untuk menggerakkkannya. Dia ingin menikmati kedutan dinding vagina Lula yang menyelimuti seluruh batangnya, membuat penisnya serasa diremas dan dipijit-pijit halus. Nikmat sekali.


Selama tiga menit, tidak ada pergerakan apapun dari keduanya. Lula yang sudah terangsang berat, akhirnya jadi tak tahan. Apalagi di dalam vaginanya, penis Azzam terasa semakin mengeras dan membengkak besar. Sambil pura-pura mendesah, dia pun mulai menggoyangkan pantatnya, menariknya maju mundur, sambil sesekali memutarnya, hingga membuat penis Azzam  yang menancap dalam, mulai tertarik keluar masuk.
”Ahh... Zam!” desah Lula pelan saat penis si bocah mulai menyetubuhinya.
Dan rintihannya berubah menjadi jeritan kecil saat Azzam tanpa peringatan sebelumnya, mendesakkan penisnya kuat-kuat hingga menusuk begitu dalam. Lula menggigit bibirnya merasakan sakit sekaligus nikmat pada lubang vaginanya. Sementara itu, Azzam terus bergerak memompa tubuhnya untuk menggenjot tubuh mulus Lula dengan penisnya yang besar dan panjang. Mula-mula pelan, tapi saat vagina Lula dirasanya mulai terbiasa dan menjadi bertambah basah, bocah itu pun mempercepat genjotannya. Badan Lula sampai terguncang-guncang karenanya, kaki wanita itu mengejang-ngejang, kedua payudaranya bergoyang cepat, secepat tusukan Azzam yang semakin brutal, sementara kepalanya terdongak ke atas dengan bibir terkatup rapat, antara menahan sakit dan nikmat yang dirasakan di dalam vaginanya. Lula cuma bisa merintih menjerit-jerit merasakan serangan bocah kecil itu. Azzam yang melihatnya, menjadi semakin bernafsu. Dia memompa semakin cepat sambil mulutnya tak henti menciumi dan menjilati payudara Lula yang bulat besar. Putingnya yang mencuat kemerahan, ia hisap dan sedot-sedot keras, seperti bayi yang sedang menyusu pada ibunya.
”Ahh.. ohh.. ahh...” Lula yang diserang atas bawah, mendesah manja.
Sedikit rasa sakit yang sempat ia rasakan di awal permainan, kini telah hilang sepenuhnya, tergantikan oleh rasa nikmat yang amat sangat, membuatnya semakin liar dalam menggerakkan pinggul.
”Oughh...” Azzam menggeram merasakan betapa sempit dan rapatnya vagina dokter cantik itu. Gesekan kemaluan Lula amat terasa di batang penisnya. Ohh... nikmatnya! Sprei di ranjang itu sudah acak-acakan. Dipannya berderit setiap kali Azzam melakukan gerakan menusuk.


”Ohh... ahh... ohh...” desahan Lula juga semakin keras terdengar.
Saatnya sudah hampir tiba bagi dia. Dengan mata terpejam dan mulut menjerit-jerit, Lula pun menjemput orgasmenya. Tubuh montoknya terguncang-guncang saat rasa nikmat itu datang. Cairan cintanya menyembur deras, tapi tidak sampai tumpah karena disumbat oleh penis besar Azzam. Penuh kepuasan, Lula menikmatinya sampai tetes terakhir. Azzam yang sempat menghentikan goyangannya, begitu tahu kalau rasa itu telah berlalu, kembali menggenjot pinggulnya, kali ini lebih keras dan lebih dalam. Vagina Lula yang becek membuat gerakannya menjadi lebih sempurna. Kedua tangannya memegangi payudara Lula yang membusung indah dan meremas-remasnya penuh nafsu. Benda itu tampak mengkilap sekarang, basah oleh keringat.
”Ughh.. aghh.. ughh..” dengan geraman yang makin sering terdengar, Azzam menusukkan penisnya dalam-dalam.
Sensasi yang sedari tadi ia kejar, kini terasa sudah semakin dekat. Hingga akhirnya,
”ARGHHHHHH...!!!” dari ujung penisnya, menyembur cairan mani yang amat banyak.
Tubuh kurus Azzam berkedut-kedut saat cairan putih yang licin dan lengket itu memenuhi liang rahim Lula. Dengan nafas masih ngos-ngosan, dan tubuh basah oleh keringat, Azzam ambruk sambil mendekap tubuh mulus si dokter cantik. ”Ohh... saya puas sekali, Dok! Inilah persetubuhan paling nikmat yang pernah saya rasakan!” bisik Azzam di telinga Lula, lalu mencium bibir wanita cantik itu dan melumatnya dengan rakus. Lula tidak sanggup untuk membalas, bahkan untuk sekedar mebuka mata saja ia tidak mampu. Tubuhnya terasa sangat letih dan lemah. Dan sedetik kemudian, ia pun jatuh ke dalam jurang kehampaan yang gelap dan kelam. Lula pingsan.

 ***

Keesokan harinya, sebuah surat kabar pagi memberitakan.


”LULA KAMAL (42), ARTIS SEKALIGUS DOKTER TERNAMA, DITEMUKAN TELAH DIPERKOSA DI RUANG PRAKTEKNYA. PELAKU MASIH BELUM DIKETAHUI, DAN SEKARANG MASIH DALAM PENGEJARAN POLISI.”

Azzam menelan ludah. Perlahan-lahan ia melirik ke arah lukisan bintang jatuh yang tergantung di dinding ruang keluarga. Seluruh bintangnya sudah menghilang tanpa bekas. Dan seperti biasa, ia juga lupa kemana saja ia semalam setelah pulang dari konsultasi dengan dr. Lula Kamal. Yang diingatnya cuma kegiatan sebelum itu dan ketika ia bangun tadi. Selebihnya gelap

Kamis, 18 Oktober 2012

Mbah Blabar Dukun Cabul - 4

 Dan dijulurkannya lidahnya. Mbah Blabar mulai menyapu gundukkan payudara yang mulus bagai pualam china itu. Ayu menjerit kecil. Kenikmatan surgawai langsung menyergap sanubarinya. Tangannya mencengkeram tepian bale-bale menahan gereget dari hasratnya yang menggelegak. Sapuan lidah Mbah Dukun ini langsung mengobarkan nafsu birahinya. Tubuhnya menggeliat. Jeritannya memenuhi ruang sempit berasap dupa ini. Burhan yang mengikuti apa yang berlangsung sejak tadi kembali terpukau. Nampaknya istrinya sedang meretas jalan birahinya kembali.
Dia tahu jeritan macam itu adalah jeritan Ayu saat dilanda nikmat yang tak bertara. Burhan yakin bahwa sapuan lidah Mbah Blabar memang sangat akan membuat istrinya kelojotan. Jeritan istrinya serasa langsung membangunkan hasrat syahwatnya kembali. Kembali tangannya mengelusi kemaluannya. Memang kontolnya ini tak sehebat kontol Mbah Blabar, namun Burhan ingat betapa istrinya juga kelojotan menganggung nikmat saat malam pertama perkawinannya dulu.
Dielusinya kemaluannya sambil khayalnya terbang mengikuti matanya yang melotot mengawasi ulah Mbah Dukun bersama istrinya itu. Rupanya Mbah Blabar tak hanya mencium, menjilat dan mengeyoti payudara Ayu. Kini wajahnya terlihat melata ke bawah. Perut dan puser Ayu menjadi sasaran rambahan ciuman Mbah Blabar. Dan Ayu kini bukan lagi hanya meremasi tepian bale-bale tetapi sudah menjamah kepala Mbah Dukun dan meremasi rambutnya.
Dan bukan itu saja, direnggutnya sarung penutup tubuh bawahnya berikut sekaligus celana dalamnya dan kembali dilemparkannya ke lantai. Tepat di depan hidung suaminya Ayu kini benar-benar telanjang dalam dekapan Mbah Dukun tanpa secuil benangpun pada tubuhnya. Dan dengan desahan yang bertubi nampaknya tangannya itu mendorong agar rambahan bibir Mbah Blabar turun lagi menuju ke bukit dan lembah kemaluannya. Dia tekan kepala Mbah Dukun untuk menjilati jembutnya. Dia desakkan wajah Mbah Dukun agar menciumi dan menjilat-jilat vaginanya.
Diangkat-angkatnya pantatnya seakan hendak menjemput jilatan Mbah Blabar. Dia sorong-sorongkan kemaluannya dan tekan ke wajah Mbah Dukun ini. Ayu telah sepenuhnya dikuasai nafsu birahinya. Dia tak lagi pertimbangkan adanya Burhan suaminya. Kalau toh sesekali terlintas dia hanya kembalikan bahwa semua ini terjadi karena keinginan Burhan sendiri. Tentu saja nafsu Ayu ini menjadi puncak kenikmatan syahwat Mbah Blabar.
Di turuti dorongan tangannya untuk menjilati kemaluan istri Burhan ini. Dan saat bibirnya menyentuh bibir vagina Ayu tak ditunda lagi, Mbah Dukun langsung menyedot-sedot vagina Ayu. Dia rasakan becek yang deras membasahi gerbang memek perempuan ayu ini. Ditengah pedihnya jambakan rambut Ayu dengan sepenuh kerakusannya Mbah Blabar menjilati-jilat hingga kering cairan birahi Ayu. "Ammpuunn.. Mbahh.. Enak bangeett.. Terusi ya Mbaahh..." rintih iba Ayu. Dan kini Mbah Blabar kembali dengan perintahnya. Dia bangkit merangkaki tubuh Ayu. Naik hingga wajahnya berhadapan dengan wajah istri Burhan itu, "Kini saatnya bibir bawahmu mengambil obat dari tubuhku. Aku akan memberikan bimbingan dan petunjuk" 
Selepas ucapan itu Mbah Dukun meraih paha Ayu dan dengan pasti merenggangkannya. Dielusinya vagina Ayu. Dicelupkannya jari telunjuk serta jari tengahnya ke liang vagina itu kemudian ditariknya. Nampak lumuran getah birahi terbawa ke jari-jari itu. Mbah Dukun membawanya ke mulutnya untuk dikemot dan diisep-isepnya, "Lihat, Neng Ayu sudah suci sekarang. Semua kotoran telah lepas dari tubuh Neng. Ayo.. Ambillah obat itu.." kata terakhir ini disertai gerakannya yang mendekatkan dan mendorong kontolnya ke liang vagina Ayu. Kontol itu pelan tetapi pasti dia tekan untuk menembusinya. Ayu yang memang sudah sangat mendambakan nikmat syahwati tak ayal lagi. Dijemputnya kontol Mbah Blabar. Pantatnya menaik dan tangannya menepatkan arahnya. Kontol itu langsung blezz.. Tertelan masuk ke dalam memek ayu yang telah licin oleh cairan vaginanya yang membanjir.
Kontol yang begitu gede dan panjang nampak menyusup pelan mengisi dinding-dinding peka vagina Ayu. Terdengar jerit kecil Ayu dan dengus liar Mbah Dukun. Kedua orang yang satu pelukan itu menemukan kenikmatannya masing-masing. Sementara itu Burhan terus mengelusi kontolnya sendiri sambil khayalnya membubung tinggi. Dia merasakan betapa nikmat Ayu ditembusi kontol segede itu. Dan dia juga merasakan betapa Mbah Dukun kontolnya tercengkeram ketat oleh kemaluan istrinya. Burhan semakin mempercepat kocokkan kontolnya. Dia ingin meraih nikmat bersama istrinya yang sedang dientot Mbah Blabar. Kini yang terlihat adalah Mbah Dukun mengayun-ayunkan bokongnya naik turun dan Ayu menggoyang-goyangkan pantatnya.
Burhan menyaksikan betapa kontol gede Mbah Dukun ditelan lahap oleh vagina istrinya. Dia saksikan bibir vagina Ayu yang termonyong-monyong keluar masuk karena mesti menampung batangan besar yang menyarat di vaginanya.
Akhirnya Mbah Dukun meracau, "Enak Neng.. Enaakk?? Enak mana sama punya suami Nengg..?? Enak manaa..??" racaunya itu nyata terdengar oleh kuping Burhan. Namun Burhan sendiri sudah abai. Dia telah menemukan identitasnya sendiri. Bagi Burhan adalah 'kenikmatanmu adalah kenikmatanku juga'. Dan tiba-tiba Mbah Blabar membalikkan tubuhnya, "Sekarang Neng.. Sekarangg..!! Neng yang harus mengambilnya sendiri. Sekarang nengg..!!" Tanpa melepaskan kontolnya dari cengkeraman vagina Ayu dia angkat istri Burhan itu untuk menindih tubuhnya. Kemudian diajarkannya sesaat bagaimana Ayu mesti mengayun-ayunkan pantatnya agar vaginanya bisa menjemput sendiri obatnya dari lubang kontolnya. Ayu memang cepat belajar.
Apa yang diperintahkan Mbah Dukun langsung dia laksanakan. Dia kini berada diatas tubuh Mbah Blabar dengan vaginanya yang tetap mencengkeram kontol dukun itu. Dan rasa gatal pada dinding-dinding vaginanya yang hinggap demikian hebatnya mau tidak mau Ayu mesti mengayun untuk menggosokkan rasa gatal itu. Bahkan bukan hanya itu. Untuk menyalurkan semua hasrat birahinya yang berlimpah bibir ayu dengan cepat memaguti bibir Mbah Blabar. Keduanya benar-benar tenggelam dalam kobaran semangat syahwati. Dan Burhan seakan diberikan penampakkan yang sama sekali belum pernah diketaui dan di alaminya. Dia kini menyaksikan bahwa lubang memek istrinya yang sempit itu ternyata mampu menampung batangan gede panjang milik Mbah Blabar. Setengahnya bertanya, kemana kontol itu ditelan. Dan yang lebih mempesonakan birahi Burhan adalah saat kontol itu keluar masu dijemputi memek istrinya. Batangnya berkilatan oleh basah lendir birahi keduanya. Dan bibir vagina Ayu yang setiap dorong dan tarik memperlihatkan betapa sesaknya dengan pinggirannya setiap kali terbawa masuk dan keluar pula.
Pemandangan itu membuat Burhan mendapatkan ejakulasinya lebih cepat. Sperma Burhan muncrat-muncrat dan kembali mengotori lantai Bale Semadi yang sempit itu. Dan Mbah Blabar bersama Ayu terus meracau tentang nikmatnya kontol gede serta memek yang legit hingga puncak nikmat mereka mendekat. Saat Ayu didekati orgasmenya dia peluk erat punggung Mbah Blabar. Dia cengkeramkan kukunya hingga menembusi daging punggung itu. Dia mencakar sambil berteriak histeris, "Mbbaahh.. Kontol Mbah enaakk buangeett.. Mbaahh.." Tak ayal pula punggung Mbah Blabar langsung menanggung cakaran dan terluka. Goresan merah darah merembesi punggung dukun tampan itu.
Namun sakitnya itu langsung terobati. Jepitan legit memek Ayu membuat Mbah Blabar memuncratkan kembali air maninya yang berlimpah. Ejakulasi yang kedua Mbah Blabar memberikan nikmat yang tak terperikan. Pengobatan Mbah Blabar pada Ayu selesai tepat 2 jam sejak diawalinya pada jam 9 malam tadi. Kini, sesudah Ayu membersihkan tubuhnya dengan mandi air kembang yang disediakan asisten Mbah Dukun, di ruang kerjanya Mbah Blabar memberikan nasehat kepada pasangan suami istri itu, "Aden dan Neng, jangan lupa nanti malam sepulang dari sini, Aden harus langsung tidur sebagaimana suami istri. Usahakan setidaknya selama 3 hari beturur-turut. Mudah-mudahan atas bantuan jin Soni dan leluhur Mbah, cucuku akan selekasnya diberi anak," begitulah pesan singkat Mbah Blabar.
Sebelum Burhan menanyakan Mbah Blabar sudah mendahului, "Soal ongkos, sementara Aden dan Neng jangan pikirkan dulu. Nanti kalau berhasil boleh Aden dan Neng kembali kemari sebagai kaul akan keberhasilannya itu" Burhan menjadi semakin kagum akan Mbah Dukun ini. Sudah menolong, tetapi nggak mau dibayar, begitu pikirnya. Sementara pikiran Ayu, "Apakah cukup dengan sekali berobat, Mbah??". Namun itu pikiran yang tak terucapkan. Sembilam bulan lebih sepuluh hari sesudah peristiwa itu Ayu melahirkan anak lelaki yang sangat tampan. Burhan merasa puas walaupun anaknya tidak begitu mirip dengannya. Sebagai ayah dia telah membuktikan bahwa mampu memperpanjang darah dan keturunannya. Mertua Ayu juga langsung menyayangi Ayu dengan sepenuh hati. Sebagai menantu dia mendapatkan kemanjaan sebagaimana anaknya sendiri. Adapun Ayu masih penasaran dan selalu terngiang akan pesan Mbah Blabar, "Nanti kalau berhasil boleh Aden dan Neng kembali kemari.." Ayu ingin punya anak lagi. Dan yakin Mbah Blabar pasti mau menolongnya lagi.

 E N D

Mbah Blabar Dukun Cabul - 3

  "Sabar Neng.. Nanti juga Mbah kasih obatnya.." jawaban Mbah yang terasa teduh di telinga Ayu. Selaku dewa penolong Mbah Blabar melepaskan lipatan kakinya dan menggeser duduknya lebih mepet ke tubuh Ayu. Burhan kaget menyaksikan sepintas celana kolor hitam Mbah Blabar nampak menggunung. Dia pastikan itu kemaluan Mbah Dukun yang sudah ngaceng. Aacchh.. "Sabar ya Neng.. Mbah lagi siap-siapkan obat untuk Neng," dengan tangannya yang terus meremasi buah dada Ayu dengan bibirnya yang tak lagi lepas dari pagutan di kuduk dan bahu istri Burhan itu kini juga nampak pantatnya maju mundur.
Mbah Blabar mendorong-dorongkan selangkangannya lebih lengket ke bokong Ayu.
Ayu memang telah mulai terseret dalam ayunan birahinya. Dia telah sepenuhnya untuk menjalani syarat apapun yang diminta Mbah Blabar.
Dia juga ingin menunjukkan pada Burhan bahwa dia berani menerima apa yang diminta Mbah Dukun. "Ammpuunn.. Mbahh.. Saya nggak tahan lagi nihh.." sangat iba suara Ayu. "Yaa.. Yaa.. Neng sabarr.." kini Mbah Blabar bangkit dari tikarnya. Dia pindah ke depan Ayu.
Tidak duduk namun ngangkang tepat di muka wajah Ayu. Sambil dia mencari posisi tangannya nampak membetulkan letak celana kolornya yang gombrang atau longgar bagian bawahnya Mbah Blabar merogoh dan mengeluarkan kontolnya. "Neng.. Sekarang saatnya Neng mengambil obatnya. Lihat nih Neng.." dia sodorkan kemaluannya yang tegak kaku dan hitam berkilatan ke wajah Ayu. Ayu yang semula setengah menutup mata kini terbelalak. Dia tidak menduga bahwa Mbah Blabar akan berbuat ini padanya. Namun kekagetannya itu langsung berubah menjadi terpesona. Ayu menyaksikan kemaluan lelaki yang sangat menggetarkan sanubarinya. Kemaluan macam itu belum pernah terbayangkan. Mencuat ngaceng dan gede, kepalanya mengkilat dengan lubang kencingnya yang berupa sobekkan menganga yang sangat menantang. 
Dan karena begitu dekat dengan wajahnya aroma kemaluan Mbah Blabar juga langsung menerpa hidungnya. "Disini Neng.. Neng Neng ambil sendiri.. Pakai mulut Neng yaa.. Nanti juga obatnya muncrat keluaarr.." jawab Mbah Dukun dengan suaranya yang bergetar. Disodorkannya kontolnya ke bibir mungil si Ayu. "Ayoo.. Isep-isep.. Biar cepat muncrat.. Biar cepat selesai obatnyaa.." bujuk Mbah Blabar yang tersendat-sendat karena menahan gejolak syahwatnya. 
 Terus terang Burhan seakan disambar petir. Melihat apa yang dilakukan Mbah Blabar dan apa yang harus dilakukan istrinya sungguh diluar pikiran dia. 
Dia baru paham ucapan dukun ini. Bahwa obatnya ada dalam diri Mbah Dukun dan istrinya mesti mengambil obatnya sendiri dengan mulut atas dan mulut bawahnya. Jadi macam inilah yang disyaratkan Mbah Blabar serta yang sekarang mesti dilakukan oleh Ayu dengan cara mengisep kontolnya Mbah Dukun. Namun yang memukul Burhan lebih dahsyat lagi adalah menyaksikan istrinya Ayu yang tanpa ragu meraih kemaluan Mbah Blabar yang ukurannya sangat gede dan panjang itu. Kenapa dia berlaku seperti itu di depan matanya. Adakah dia telah diguna-guna dukun ini? 
Dia sama sekali nggak tahu mesti berbuat apa. Dia nggak berani bereaksi khawatir dan takut akan kemarahan jin Soni. Memang semula Ayu terkaget saat dihadapkan pada apa yang dimaksud Mbah Dukun, mesti mengisep-isep kontol Mbah Blabar untuk mengambil obat itu dengan mulutnya. 
setelah menyaksikan, seakan dia tersihir, kontol Mbah Blabar ini sangat mempesona. Jantungnya jadi tergetar. Matanya terpaku tak mampu melepaskan pandangannya dari kemaluan yang gede dan indah itu. Selama usia perkawinannya yang lebih 5 tahun Ayu tak pernah turun dan menciumi apalagi mengisep-isep kemaluan Burhan suaminya. 
Alasan utamanya adalah perasaan jijik. Namun sekarang tiba-tiba dia dihadapkan keharusan untuk mengisep kontol lelaki lain. 
Namun aroma kemaluan itu ternyata telah mengusik nurani Ayu. Kini dia begitu berhasrat untuk mencium atau menjilat-jilat kemaluan yang mempesona itu. Tetapi dia merasa berada dipersimpangan. 
Adakah hal ini bisa dianggap pengkhianatan tanpa ampun di mata suaminya. Dia ingin pastikan hal itu dari Burhan suaminya yang kini terseok di pojok dinding kamar sempit ini. Dia menoleh ke arahnya. Matanya bertanya. Akhirnya pikiran dan hati Burhan pasrah. Apa yang sedang terjadi tak bisa terhindarkan lagi. Dan apa yang tengah berlangsung akan terus berlangsung. Hal ini membuat keadaan Burhan kini jadi ikut terhanyut. Malahan dia kini ingin selekasnya menyaksikan bagaimana istrinya menerima nikmat syahwat dari Mbah Blabar. Dia ingin menyaksikan bagaimana kontol Mbah Blabar dalam kuluman istrinya. Ingin menyaksikan memek Ayu istrinya itu dia aduk-aduk dan ditembusi kontol Mbah Dukun ini. 
 Saat Ayu menengok ke arahnya, dia tak berani menatapnya. Namun dia berusaha untuk tidak menunjukkan sikap marah atau cemburu. Burhan berharap Ayu tahu dengan sendirinya untuk meneruskan apa yang memang dia harus teruskan. Beberapa detik berikutnya mata Burhan menyaksikan tangan Ayu menjamah kemudian menggengam batangan besar dan panjang milik Mbah Blabar. Kontol itu diarahkan ke bibirnya. Ayu membuka mulutnya. Dia mulai menjilat. 
 "Add.. Duuhh.. Neng.. Add.. Dduuhh.. Nengg.. Jangan kaget ya Neng.. Mungkin Mbah nanti akan berteriak atau merintihh.. Karena Mbah akan kesakitan saat obat-obat Neng keluar dari tubuh Mbahh.." Edan. Mbah Blabar ini benar-benar edan. Tipuan-tipuannya begitu saja bisa masuk akal bagi para korbannya. Dengan lidah dan mulutnya yang sibuk menjilati dan menciumi batang kontol gede itu, Ayu mengangguk-angguk mendengar desah dan racau Mbah Blabar. 
 Tangan Mbah Dukun mulai meraih kepala dan rambut Ayu. Dia seakan membantu dengan cara menekan-nekan kepala Ayu untuk keluar masuk memompa kontolnya ke mulutnya. Mbah Dukun juga memaju mundurkan pantatnya. Nampak celana kolor gombrangnya melambai-lambai oleh gerakan Mbah Dukun. Tak terlampau lama. Sekitar 5 menit Ayu mengulum, kontol Mbah Blabar semakin membesar dan mengeras. Kocokkan maju mundur bokong Mbah Blabar makin cepat. Remasan rambut kepala Ayu semakin pedih terasakan. Mbah Blabar menengadah ke langit-langit sambil matanya setengah tertutup. Saraf-sarafnya seakan dijalari sejuta semut merah. Kegatalan merambati saraf-saraf pekanya. Sperma Mbah Dukun melaju menuju puncak syahwat. Ayu merasakan apa yang sedang dan akan terjadi. Dia mempercepat pompaan mulutnya. Dan akhirnya.. "Telaann.. Nnee.. Neng.. Telann.. Telan.. Minum semuanya.. Itu obatnya nengg.." Ayu gelagapan saat pejuh hangat dan kental muncrat dai kontol Mbah Blabar. Tanpa ragu dia telan seluruh cairan yang menumpahi rongga mulutnya itu. Ayu juga melenguh.. Gelagap dan meracau. Ayu merasakan kenikmatan tak terhingga saat sperma Mbah Blabar tumpah disertai jambakkan tangan yang pedih oleh Mbah Dukun pada kulit kepalanya. Sementara di sudut dinding sana ternyata Burhan juga nampak langsung rubuh ke lantai.
 Dia melototi saat menyaksikan mulut istrinya yang penuh terjejali kontol Mbah Dukun. Hasrat seksualnya langsung menggelegak tanpa mampu menahannya. Dia cepat keluarkan kemaluannya dan melkuakn masturbasi. Bersamaan dengan muncratnya sperma Mbah Blabar di mulut Ayu, muncrat pula sperma Burhan mengotori lantai Bale Semadi. 
Dalam tergolek di lanati Burhan mengerang nikmat.. Keadaan ruang sempit itu sesaat hening. Yang masih bergerak hanyalah kepulan asap dupa. Yang kemudian terasa masuk ke pendengaran berikutnya adalah suara-suara kodok atau jengkerik di kebon yang berbatas dinding bambu Bale Semadi itu. Juga terdengar sekali dua geremang dan geseran kursi atau beradunya cangkir kopi di ruang tamu dimana pasien Mbah Blabar masih banyak yang menunggu. Beberapa menit berlalu, Mbah Dukun nampak menggeliat bangkit dari tikar diikuti Ayu. 
Jelas keduanya masih dikuasai nafsu penasaran. Kenikmatan yang diteguknya beberapa menit yang lalu merupakan sarana perdana untuk kenikmatan pada menit-menit berikutnya. Kini Mbah Dukun memandang tajam ke Ayu, "Sarat-sarat pengobatan Neng belum seluruhnya dipenuhi. Coba Neng rebahan telentang di tikar pandan ini.. Mbah harus membersihkan kotoran yang tertinggal di tubuh Neng" Sesudah mengelap ceceran sperma lengket dari Mbah Dukun yang tertinggal di pipi, dagu dan sebagian lain tercecer di dadanya Ayu kembali mengikuti bimbingan Mbah Blabar. Situasi diri Ayu masih dalam keadaan hasrat syahwat tinggi yang menggelegak.

 Dia masih menanggung gejolak birahi yang harus dituntaskan. Dan kini dia telah telentang berbaring di tikar pandan itu. Nampak buah dadanya yang membusung nampak ranum dan getas. Puting susunya yang sebesar pucuk jari kelingking kemerahan menantang ke langit-langit Bale Semadi itu. Mbah Dukun tahu persis, ini adalah puting susu perempuan yang belum pernah menyusui. Dengan tenaga dan staminanya yang seakan tak pernah kendor mata Mbah Dukun nampak meliar. Jakunnya naik turun. Dia siap mengenyoti payudara itu. Rasanya puting kemerahan itu akan membuat Ayu bergelinjangan saat kena kenyotan bibirnya nanti. Wajahnya merunduk mendekat ke dada Ayu. "Sabar ya Neng.. Mbah biar bikin bersih dulu sebelum nanti Neng mendapatkan obat dari Mbah. Mbah akan sedot kotorannya"

Bersambung . . .Mbah Blabar Dukun Cabul - 4

Mbah Blabar Dukun Cabul - 2

 Tiba-tiba Burhan dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu. 
Dia mesti melepaskan istrinya yang ayu itu berduaan dengan orang lain di kamar tertutup. 
Bahkan dia baru menyadari sekarang, bahwa ternyata Mbah Blabar ini masih nampak seumur dengan dirinya. 
Bahkan dia juga perhatikan Mbah ini nampak bersih dan roman mukanya tampan. 
Rupanya kumis ataupun janggutnya yang memberi kesan sepintas berusia tua. 
Dan kalau orang memanggilnya Mbah disebabkan oleh kebiasaan orang kampung saat berhadapan dengan 'orang pintar' atau dukun macam Mbah Blabar ini. "Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar saja.
Percayalah saya tidak mengganggu Mbah Dukun saat memberikan obatnya nanti.
Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah," Burhan menghiba pada Mbah 
Dukun. Sesudah mendengar permintaan Burhan kembali Mbah Dukun komat-kamit.

Mungkin mencari jalan keluar. Beberapa saat kemudian dia bicara, "Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau suara apapun aden tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus dihadapi. Aden harus tetap tenang.
Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Soni yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya," begitu Mbah Blabar memberikan uraiannya. "Terima kasih Mbah," sahut Burhan yang justru semakin percaya dengan kesaktian Mbah Blabar dengan diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di Bale Semadinya.
 Akan halnya Ayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju Bale Semadinya Mbah Blabar yang berada di balik pintu kiri ruang praktek dukunnya ini. Sesampainya di ruang Bale Semadi Ayu membuka bungkusan yang diberikan oleh Mbah Dukun. Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan secarik kain putih pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong kain ini. Kemudian dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan penutup tubuh perut ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Ayu merasa tidak perlu melepaskan celana dalam dan kutangnya. Beberapa saat kemudian Mbah Blabar membawa anglo, dupanya menyusul memasuki Bale Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan itu sangat sempit. Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2.
Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale ukuran kecil dan rendah bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia letakkan anglo dupa itu di pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai ruangan sempit itu. Mbah Blabar memerintahkan Burhan untuk merapat ke dinding dan duduk bersila dilantai. Sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan jin Soni. Kepada Ayu Mbah Blabar untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila. Sementara Mbah Blabar juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Ayu. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil. "Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dari Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau santet buatan manusia.
Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini," begitulah Mbah Blabar mulai melakukan tugasnya. Dari arah belakang punggung Ayu Mbah Blabar menuangkan sedikit minyak itu ketangannya. Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Blabar mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Ayu. Dia urut-urut layaknya tukang urut yang langsung membuat Ayu menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Blabar. Nampak Ayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Ayu, sehingga urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya. "Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar Mbah bisa mengurangi kekuatannya," pesan tambahan Mbah Blabar yang bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Burhan agar tidak mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah. Dari leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dengan tetap membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih penutup bahu dan punggungnya. Ayu masih mengepit kain itu untuk menutupi kutang dan dadanya. Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke bahu dan punggung Ayu.
Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali kutang. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Ayu. Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Burhan ini diolesinya dengan minyak dari Mesir ini. Nampak oleh Burhan bagaimana mata Mbah Blabar nampak sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan punggung istrinya. Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas saja. Dan tanpa ba bi bu Ayu mengikuti saja perintah Mbah Blabar. Dia juga ingin agar Burhan menyaksikan sendiri betapa dia patuh dengan perintah dukun yang dipercayainya ini.
Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya. Sementara itu dari balik asap dupa Burhan mengamatinya dengan melototkan matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Blabar akan menjamahi seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat janjinya untuk tidak bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah. "Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun," demikian kata dalam hati Mbah Blabar. Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata mereka takut akan akibat buruknya macam Burhan yang kini menyaksikan istrinya dielusi Mbah Blabar langsung di depan matanya itu.
Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Ayu. Dan nampaknya Ayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Blabar dengan cepat membuat hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang. "Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng," perintahnya yang langsung dipenuhi Ayu. Terus terang rabaan tangan Mbah Blabar ini semakin menghanyutkan sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak acuh dengan kemungkinan kecemburuan suaminya.
Toh ini semua gara-gara kemauan Burhan. Dan dia tak pernah minta pertimbanganku, demikian sikap Ayu. "Ahh.. Mbah.. Terus elusi aku Mbaahh.." begitu jerit hatinya. Tetap dari arah belakang punggung Ayu kini tangan Mbah Blabar meluncur ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat di bawah gundukkan payudaranya. Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Ayu berdegup kencang. Muka Ayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Blabar merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Ayu terus mendesah atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat kehangatan tubuhnya.
Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan. Mbah Blabar tahu bahwa suhu syahwat Ayu mulai panas dan menaik. Ini memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan Mbah Blabar yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang sangat peka. Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu, tangan Mbah Blabar mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Ayu. Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat sistematis dari tangan Mbah Blabar pada kedua payudaranya membuat hasrat birahi Ayu langsung terbakar.
Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang memeluki dari punggungnya juga menambah rangsangan birahinya. Mau tak mau wajah Mbah Blabar semakin lekat di punggung Ayu. Hembusan hangat nafas Mbah Blabar pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah syahwat Ayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt. Sapuan nafas Mbah Blabar yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan harmonis dengan elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya. "Aa.. A.. Mpuunn.. Mbaahh..' Ayu mendesah-desah dan merintih. Jangan tanya betapa bingung Burhan menyaksikan bagaimana istrinya mendesah dan merintih macam ini.
Dalam ruangan Bale Semadi yang sempit dan remang karena asap dupa ini terasa bernafas semakin sesak. Kebingungan Burhan ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang pemarah. Namun perasaan bingung itu kini terasa menyimpang. Rasa khawatirnya bergeser. Libido Burhan mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dalam duduk bersila itu Burhan merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh.. Macam apa pula ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Burhan. Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun. Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat. Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Blabar menyandarkan wajahnya ke punggung Ayu. Namun nampak mulutnya bekerja. Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu.
Yang lebih menambah bingung Burhan adalah saat menyaksikan istrinya Ayu menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar. Walaupun wajahnya terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya. Walaupun tubuhnya terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti saat tukang urut kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk angin. Adakah hal itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang suaminya? "Ampun Mbahh.. Ampuunn.." demikian rintih pilu yang keluar dari mulut Ayu. Dalam geliatnya Ayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Blabar dia melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin Mbah Blabar menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus.
Ke bagian 3Dari bagian 1 Tiba-tiba Burhan dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu. Dia mesti melepaskan istrinya yang ayu itu berduaan dengan orang lain di kamar tertutup. Bahkan dia baru menyadari sekarang, bahwa ternyata Mbah Blabar ini masih nampak seumur dengan dirinya. Bahkan dia juga perhatikan Mbah ini nampak bersih dan roman mukanya tampan. Rupanya kumis ataupun janggutnya yang memberi kesan sepintas berusia tua. Dan kalau orang memanggilnya Mbah disebabkan oleh kebiasaan orang kampung saat berhadapan dengan 'orang pintar' atau dukun macam Mbah Blabar ini. "Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar saja. Percayalah saya tidak mengganggu Mbah Dukun saat memberikan obatnya nanti. Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah," Burhan menghiba pada Mbah Dukun. Sesudah mendengar permintaan Burhan kembali Mbah Dukun komat-kamit. Mungkin mencari jalan keluar.
Beberapa saat kemudian dia bicara, "Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau suara apapun aden tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus dihadapi. Aden harus tetap tenang. Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Soni yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya," begitu Mbah Blabar memberikan uraiannya. "Terima kasih Mbah," sahut Burhan yang justru semakin percaya dengan kesaktian Mbah Blabar dengan diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di Bale Semadinya. Akan halnya Ayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju Bale Semadinya Mbah Blabar yang berada di balik pintu kiri ruang praktek dukunnya ini. Sesampainya di ruang Bale Semadi Ayu membuka bungkusan yang diberikan oleh Mbah Dukun.
Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan secarik kain putih pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong kain ini. Kemudian dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan penutup tubuh perut ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Ayu merasa tidak perlu melepaskan celana dalam dan kutangnya. Beberapa saat kemudian Mbah Blabar membawa anglo, dupanya menyusul memasuki Bale Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan itu sangat sempit. Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale ukuran kecil dan rendah bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia letakkan anglo dupa itu di pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai ruangan sempit itu. Mbah Blabar memerintahkan Burhan untuk merapat ke dinding dan duduk bersila dilantai.
Sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan jin Soni. Kepada Ayu Mbah Blabar untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila. Sementara Mbah Blabar juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Ayu. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil. "Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dari Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau santet buatan manusia. Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini," begitulah Mbah Blabar mulai melakukan tugasnya. Dari arah belakang punggung Ayu Mbah Blabar menuangkan sedikit minyak itu ketangannya.
 
 
Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Blabar mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Ayu. Dia urut-urut layaknya tukang urut yang langsung membuat Ayu menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Blabar. Nampak Ayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Ayu, sehingga urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya. "Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar Mbah bisa mengurangi kekuatannya," pesan tambahan Mbah Blabar yang bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Burhan agar tidak mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah. Dari leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dengan tetap membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih penutup bahu dan punggungnya.
Ayu masih mengepit kain itu untuk menutupi kutang dan dadanya. Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke bahu dan punggung Ayu. Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali kutang. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Ayu. Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Burhan ini diolesinya dengan minyak dari Mesir ini. Nampak oleh Burhan bagaimana mata Mbah Blabar nampak sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan punggung istrinya. Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas saja. Dan tanpa ba bi bu Ayu mengikuti saja perintah Mbah Blabar. Dia juga ingin agar Burhan menyaksikan sendiri betapa dia patuh dengan perintah dukun yang dipercayainya ini.
Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya. Sementara itu dari balik asap dupa Burhan mengamatinya dengan melototkan matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Blabar akan menjamahi seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat janjinya untuk tidak bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah. "Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun," demikian kata dalam hati Mbah Blabar. Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata mereka takut akan akibat buruknya macam Burhan yang kini menyaksikan istrinya dielusi Mbah Blabar langsung di depan matanya itu. Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Ayu.
Dan nampaknya Ayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Blabar dengan cepat membuat hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang. "Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng," perintahnya yang langsung dipenuhi Ayu. Terus terang rabaan tangan Mbah Blabar ini semakin menghanyutkan sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak acuh dengan kemungkinan kecemburuan suaminya. Toh ini semua gara-gara kemauan Burhan. Dan dia tak pernah minta pertimbanganku, demikian sikap Ayu. "Ahh.. Mbah.. Terus elusi aku Mbaahh.." begitu jerit hatinya. Tetap dari arah belakang punggung Ayu kini tangan Mbah Blabar meluncur ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat di bawah gundukkan payudaranya.
Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Ayu berdegup kencang. Muka Ayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Blabar merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Ayu terus mendesah atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat kehangatan tubuhnya. Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan. Mbah Blabar tahu bahwa suhu syahwat Ayu mulai panas dan menaik. Ini memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan Mbah Blabar yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang sangat peka. Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu, tangan Mbah Blabar mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Ayu.
 
 
Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat sistematis dari tangan Mbah Blabar pada kedua payudaranya membuat hasrat birahi Ayu langsung terbakar. Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang memeluki dari punggungnya juga menambah rangsangan birahinya. Mau tak mau wajah Mbah Blabar semakin lekat di punggung Ayu. Hembusan hangat nafas Mbah Blabar pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah syahwat Ayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt.
Sapuan nafas Mbah Blabar yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan harmonis dengan elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya. "Aa.. A.. Mpuunn.. Mbaahh..' Ayu mendesah-desah dan merintih. Jangan tanya betapa bingung Burhan menyaksikan bagaimana istrinya mendesah dan merintih macam ini. Dalam ruangan Bale Semadi yang sempit dan remang karena asap dupa ini terasa bernafas semakin sesak.
Kebingungan Burhan ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang pemarah. Namun perasaan bingung itu kini terasa menyimpang. Rasa khawatirnya bergeser. Libido Burhan mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dalam duduk bersila itu Burhan merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh.. Macam apa pula ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Burhan. Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun. Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat. Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Blabar menyandarkan wajahnya ke punggung Ayu. Namun nampak mulutnya bekerja. Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu. Yang lebih menambah bingung Burhan adalah saat menyaksikan istrinya Ayu menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar.
Walaupun wajahnya terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya. Walaupun tubuhnya terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti saat tukang urut kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk angin. Adakah hal itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang suaminya? "Ampun Mbahh.. Ampuunn.." demikian rintih pilu yang keluar dari mulut Ayu. Dalam geliatnya Ayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Blabar dia melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin Mbah Blabar menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus. 

Bersambung . . . .Mbah Blabar Dukun Cabul - 3

Rabu, 17 Oktober 2012

Mbah Blabar dukun cabul - 1

 
Sesudah lebih 5 tahun perkawinan belum juga punya anak, Burhan menyalahkan istrinya. Dia bilang bahwa Ayu, istrinya, mandul. Begitulah pada umumnya para suami. 
Tanpa melihat kemungkinan yang cacad adalah dirinya dia menjatuhkan vonis pada istrinya. Bahkan akhirnya orang tua Burhanpun mulai ikut campur. Mereka bilang kalau perkawinan tidak memberikan keturunan sebaiknya para suami istri lebih memikirkan masa depannya. Ningsih tahu yang dimaksud mertuanya. 
Dia harus rela apabila suatu saat suaminya mencari perempuan lain sebagai penggantinya demi keturunan. Tentu saja ini sangat menyakitkan hatinya. Apalagi nampaknya suaminya lebih mendengarkan omongan orang tuanya dari pada berunding mencari jalan keluar dengan dirinya sebagai istrinya. 
Memang Burhan merupakan 'anak mama' yang sedikit-sedikit mengadu pada mamanya apabila dia menemuai masalah dalam rumah tangganya. Itulah kelemahan utama Burhan.
 Namun sesungguhnya Burhan benar-benar mencintai istrinya. Baginya Ayu adalah belahan jiwanya. 
Dia selalu ingat bagaimana dulu semasa sekolah selalu mencari perhatian untuk menarik hati Ayu. Dia tahu persis bahwa Ayu adalah gadis yang paling diperebutkan para pemuda di kota kecilnya Ngawi. 

Sebagai pemain basket andalan sekolahnya Ayu yang berperawakan jangkung dengan kulitnya yang kuning langsat sungguh menjadi bintang kota Ngawi. Bukan hanya para pemuda seusianya, para gurupun banyak yang jatuh hati padanya. Begitulah, sesudah berobat ke sana sini tak memberikan hasil nyata, pada suatu hari Burhan pulang membawa informasi bahwa ada dukun yang kondang di Tasik yang bisa menyembuhkan kemandulan seseorang. Katanya telah ratusan orang tertolong olehnya dan bisa mendapatkan anak. Dengan penuh antusias Burhan mengajak istrinya untuk mencoba minta pertolongan Mbah Blabar sang dukun itu. Sesungguhnya Ayu tak pernah percaya dukun-dukun macam itu. Namun untuk menyenangkan suaminya dia tidak menolak keinginannya. Yaa.. Hitung-hitung jalan-jalan ke luar kotalah. Pada hari yang ditetapkan dengan mobilnya mereka meluncur dari rumahnya yang di Jakarta menuju ke desa Blabar, Tasikmalaya. 
Rupanya mbah Dukun itu dipanggil sebagai mbah Blabar karena tinggalnya di desa Blabar. Rencananya mereka akan menginap di Tasik barang 2 atau 3 hari. Sekitar jam 5 sore mereka telah sampai ke alamat yang dituju. Saat memasuki pekarangan Mbah Blabar nampak para pasien sudah cukup banyak yang antre menunggu giliran. 
Sesudah mendaftar dengan cara yang sederhana Burhan menerima nomer urut 16. Melihat antrean yang cukup panjang diperkirakan nomer itu baru akan dipanggil nanti sekitar jam 9 malam. Desa Blabar berada di pinggiran kota Tasikmalaya. Mbah Blabar cukup dikenal oleh orang Tasik. 
Para tetangganya memanfaatkan popularitas Mbah Blabar dengan membuka warung dan bahkan juga penginapan. Sementara menunggu hingga tiba gilirannya Burhan dan Ayu istirahat, mandi, makan dan minum di salah satu penginapan sekaligus warung yang tersedia. Dari omongan para pasien dan tetangga, Burhan mendengar bahwa Mbah Blabar adalah dukun yang sakti yang tidak perlu diragukan mujarabnya. Boleh dikata setiap orang yang beroleh pertolongan dari Mbah Blabar tak ada yang kecewa.
 Burhan semakin mantab dan senang mendengar itu semua. Dan dia berusaha agar istrinya percaya dan tak usah khawatir. Akan halnya Ayu, sejak awal dia tak akan percaya dengan itu semua. 
Dia anggap hanyalah omong kosong. Namun sikapnya tidak ditampakkan pada Burhan suaminya. Dan dia nampak selalu senang dan cerah karena baginya perjalanan dan nginep di luar kota ini dia pandang sebagai rekreasi. Sesudah istirahat, makan, minum dan mandi Ayu memerlukan sedikit dandan sebelum ketemu Mbah Dukun. 
Kini istri Burhan ini telah menampakkan keayuannya. Dengan usianya yang menginjak 28 tahun membuat kecantikan Ayu semakin memiliki daya pikat seksual bagi siapapun lelaki yang memandanginya. 
 Dengan pakaiannya yang tak terlampau berlebihan membuat Ayu semakin cantik dan mempesona. 
Dan itu bisa dirasakan saat pasangan ini memasuki kembali pekarangan Mbah Blabar. Para pasien nampak memandang terpesona keayuan Ayu. Mereka pasti berpikir bahwa Ayu yang datang dari Jakarta ini mungkin mau minta 'susuk awet ayu' dari Mbah Dukun. Beberapa menit sebelum jam 9 petugas memanggil no. Urut 16. Burhan berdiri dan menggandeng istrinya. 
Dengan diantar oleh asistennya mereka menghadap langsung ke Mbah Blabar. Begitu memasuki ruangan hidung mereka diterpa aroma dupa. Dalam keremangan asap dupa di tengah ruangan itu yang beralaskan tikar dan karpet nampak duduk bersila seorang tua yang berpakaian sepuh serba kehitaman. 
Di depannya nampak anglo dupa yang berkepul. Juga tersaji kembang setaman yang direndam dalam baskom. Beberapa pernik-pernik lain, nampaknya jimat-jimat, memenuhi tikar pandan yang tergelar didepannya. 
 Dengan berjalan merunduk penuh takzim Burhan dan Ayu dituntun si asisten mendekat ke depan Mbah Blabar dan dipersilakan duduk menanti. Rupanya Mbah Blabar dengan matanya yang tertutup sedang semadi. Di pangkuannya nampak ada sebilah keris bersarung. Tangannya memegang gagang keris itu sambil mulutnya berkomat-kamit. 
 Masih dalam keadaan mata tertutup Mbah Blabar mengeluarkan omongan. Dia bertanya, "Selamat datang cucu-cucuku. Aku tahu kalian sedang dalam kesusahan. Apa yang akan kamu minta dariku," dengan gaya kakek-kakek ngomong gemetar. Burhan melirik kepada istrinya, matanya seakan menyuruh istrinya bicara. Namun Ayu menolak sehingga Burhanlah yang menjawab pertanyaan Mbah Blabar. "Begini Mbah, saya sama istri saya mau minta pertolongan. Kami ingin punya anak. Sesudah 5 tahun lebih kami menikah belum juga dikaruniai momongan. Kami ingin sekali punya momongan, mbah," Sementara suaminya ngomong Ayu memperhatikan dengan seksama sosok Mbah Blabar. Oohh.. 
Ternyata yang namanya Mbah Blabar ini bukan orang tua sesungguhnya. 
Memang dia berkumis dan berjanggut layaknya mbah-mbah, namun jelas nampak raut mukanya yang mulus tanpa kerut menunjukkan usia Mbah Dukun ini belum lebih dari 40 tahun. Dan lebih-lebih lagi, walaupun secara keseluruhan nampak angker namun raut wajah Mbah Blabar ini sangat bersih dan tampan. Ayu membayangkan seandainya dukun ini mencukur kumis dan jambangnya serta mengganti pakaiannya dengan stelan jas dan dasi pasti tak akan kalah dengan tampilan angota MPR/DPR di Senayan itu.
Mendengar omongan Burhan seketika mata Mbah Blabar cerah terbuka. "Ah, ada makanan datang," kata hati Mbah Blabar, "Orang pengin punya anak, aku akan kasih anak. Pasti," begitu yakin dan girang hatinya. Dia melihati pasangan suami istri itu. Dia perhatikan Burhan dan sesaat kemudian pindah pandangannya pada Ayu. 
Selanjutnya Mbah Blabar mencurahkan perhatiannya pada Ayu. Dia kaget banget. Betapa ayu tamunya kali ini. Kulitnya yang kuning, anak rambutnya yang sangat alami jatuh di dahinya, bibirnya yang ranum dan lebih-lebih lagi buah dada Ayu yang nampak getas menggunung. Semuanya itu membuat Mbah Blabar hampir lupa diri. Tanpa ragu dia nyeletuk, "Oohh.. Kamu bocah ayyuu.. Kepingin punya anak yaa..? Gampang.. Mbah bisa langsung berikan. 
Namun syaratnya berat. Apakah kamu sanggup memenuhi sarat itu, heehh??" suaranya semakin bergetar. "Apapun saratnya Mbah, kami akan penuhi asalkan memang kami bisa punya anak," Burhan yang gembira mendengar ucapan Mbah Blabar sudah langsung mengiyakan sarat yang diminta Mbah Blabar tanpa berunding dulu dengan Ayu. Kini Mbah Blabar beralih pandangannya ke Burhan suaminya.. "Benar den? Aden rela memberikan syarat-syarat itu?', tanyanya ragu. Mata Mbah Blabar memandang tajam menusuk mata Burhan. Dengan sedikit gugup Burhan balik bertanya, "Apapun yang mbah minta mudah-mudahan kami bisa penuhi" "Bagaimana Neng? Neng rela memberikan syarat itu?" kini mata Mbah Blabar kembali menatapi Ayu. Sepintas nampak pandangan Mbah Dukun ini menyapu cepat keseluruhan sosok Ayu. Kali ini dia sempat terpaku pada bentuk betis dan tumit Ayu yang.. Uuhh.. Indah banget sseehh.. Apabila dicermati orang akan melihat pandangan Mbah Blabar itu lebih merupakan pandangan lelaki yang terpesona pada ke-ayuan seorang perempuan. Mbah Blabar memang sedang terpesona istri Burhan ini. Nampak matanya membara penuh hasrat birahi. Dan pandangannya itu tertangkap sekilas oleh mata Ayu. Pandangan mata Mbah Blabar itu menggetarkan hatinya. Mata Mbah Blabar itu terasa sangat membara. Dia sering mengalami pandangan macam itu. 
Pandangan yang biasanya dilepaskan oleh lelaki yang sedang tergoda hasrat seksualnya. "Terserah Mas Burhanlah," Ayu asal jawab sambil melirik ke Burhan suaminya. Kemudian Mbah Blabar minta pada Burhan dan Ayu untuk menunggu sejenak. Dia perlu melakukan meditasi untuk bisa memenuhi harapan dan permintaan pasangan suami istri ini. Diambilnya bungkusan dupa dan dibesarkan api anglonya. Dia tebarkan dupa itu hingga asapnya berkepul memenuhi ruangan sempitnya. Mulutnya terus berkomat kamit tanpa jelas omongannya. Tangannya setiap kali mengangkat kerisnya tinggi tinggi. 
 Waktu semadi Mbah Blabar terasa sangat lama bagi Burhan. Dia melihat jam tangannya. Mbah Blabar bersemadi telah hampir 15 menit. Sementara Ayu yang juga mengawasi ulah Mbah Blabar. Dia semakin heran dan kagum. 
Dia yakin banget dengan apa yang dilakukannya. Dia sangat kagum dengan corak lelaki macam itu. Bukannya lelaki macam Burhan yang tak punya pendirian dan mudah dipengaruhi orang lain termasuk orang tuanya. Akhirnya asap dupa itu habis dan menghilang bersamaan selesainya semadi Mbah Blabar. Nampak Burhan sudah tak sabar mendengarkan syarat apa yang harus dia penuhi agar istrinya bisa melahirkan anak. "Begini cucu-cucuku. Barusan Mbah sudah diberi petunjuk tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi agar cucuku cepat punya momongan. Coba cucuku dengerin bersama," Mbah dukun mencoban membetulkan duduknya dan meminta agar Burhan dan Ayu mendekat. Mbah Blabar akan menyampaikan permintaannya dengan berbisik. "Menurut petunjuk yang Mbah terima tadi, cucuku yang ayu ini telah dibuat oleh seseorang dengan tujuan agar tidak mempunyai anak. 
 
 Mungkin ada seseorang yang pernah dikecewakan yang ingin balas dendam. Benarkah itu cucuku?" Mbah Blabar bertanya kepada Burhan dan Ayu. Pasangan suami istri itu saling pandang. Burhan mencoba mengingat-ingat. Adakah diantara pesaingnya dulu saat memperebutkan Ayu? Mungkinkah itu si Jono, atau Sungkar atau Beno ataukah si Karma? Ah.. Siapa lagi..? Sementara Ayu hanya berpikir dan tersenyum dalam hati. Di matanya Mbah Blabar ini hanyalah mengada-ada. 
Dia mulai merasakan bahwa ada yang nggak beres dari cara Mbah Blabar memandanginya. Sebagai perempuan ayu yang selalu menampilkan pesona seksual, Ayu sangat paham akan pandangan mata macam itu. Namun dia tak hendak menuduh seseorang sekedar dari pandangannya sendiri yang tak bisa dibuktikan. "Lantas apa yang mesti kami lakukan Mbah?" tanya Burhan tak sabar. "Obatnya itu gampang karena semua telah Mbah dapatkan saat semadi tadi. Kini obat itu ada dalam diri Mbah. 
Kamu Neng ayu, harus mengambilnya sendiri dari tubuhku," "Maksud Mbah?" hampir berbarengan Burhan dan Ayu bertanya balik ke Mbah Blabar. "Obatnya harus diambil 2 kali. 
Pertama harus diambil melalui mulut atas dan yang kedua diambil melalui mulut bawah. 
Sebelumnya Mbah nanti akan menyiapkan diri Neng dengan cara mengurut bagian-bagian terpenting agar pada saatnya benar-benar siap menerima obat yang akan Mbah berikan itu," Mbah Dukun menyampaikan kata terakhirnya ini sambil memandang tajam wajah Burhan maupun Ayu. "Maksud Mbah?" kembali hampir berbarengan Burhan dan Ayu bertanya balik ke Mbah Blabar. "Yaa begitu saja petunjuk yang Mbah terima. 
Kalau cucu-cucuku nggak keberatan sekarang inilah waktunya yang terbaik. Ini khan kebetulan malam Jumat Kliwon, malam yang sangat manjur untuk mengusir segala macam jejadian termasuk santet, sihir dan sebagainya," Mbah Dukun menutup pembicaraannya sambil langsung menutup mata kembali dengan mulutnya yang berkomat-kamit. Rupanya Ayu telah benar-benar hasrat birahi membuat Mbah Dukun tak sabar. Tanpa mengkaji dengan cermat sarat yang disampaikan Mbah Blabar rupanya Burhan sudah kebelet dengan pilihan dan keputusannya. Dia akan menuruti saja keinginan Mbah Dukun. 
Dalam hal ini Ayu mesti mengikuti keputusannya. Sementara Mbah Dukun masih komat-kamit Burhan langsung saja nyeletuk. "Iya deh, Mbah. Saya setuju sarat yang disampaikan Mbak Dukun," sambil melirik ke istrinya yang nampak kaget dengan keputusan suaminya yang tidak menanyakan dulu padanya. Ayu sangat jengkel akan sikap Burhan suaminya itu. 
Adakah dia tahu yang dimaksud Mbah Dukun? 
 
 
Artinya dia telah rela menyerahkan dirinya untuk menggunakan mulut dan memeknya untuk memenuhi syaratnya? Namun Ayu tak bisa menarik lagi apa yang telah dicanangkan suaminya. Dia kini memperhatikan wajah Mbah Blabar yang nampak langsung kembali melek dan bersinar-sinar penuh gairah di wajahnya. 
Nampak jakunnya naik turun menahan air liurnya saat membayangkan sesaat lagi akan menikmati tubuh Ayu yang penuh pesona ini. Mbah Blabar mengarahkan pandangannya ke Ayu. Dia menatapnya bagai serigala yang siap melahap mangsanya. Dia angkat sedikit alisnya saat matanya tertumbuk dengan mata Ayu. 
Kemudian tangan kanannya bergerak meraih sebuah keranjang rotan di kanannya. Mbah Blabar mengambil sebuah bungkusan sedang besarnya dan diberikan kepada Ayu. "Neng, ambillah pakaian suci ini dan pakailah. Masuklah ke Bale Semadiku di kamar sebelah ini menunggu saya menyiapkan sarana lainnya. Sementara aden saya persilakan menunggu di luar? Mungkin upacara pengobatan ini akan memakan waktu sekitar 2 jam, begitulah," itulah langkah lanjutan dari Mbah Blabar.
 
 bersambung....Mbah Blabar Dukun Cabul - 2