Sabtu, 29 Desember 2012

Keponakanku, Selingkuhan Istriku

Dian
Aku, Rudi, dan istriku, Dian, memiliki selisih usia sekitar 6 tahun. Kami berdua telah menikah selama 5 tahun, dan telah dikaruniai 2 orang anak yang sangat lucu. Aku bekerja sebagai karyawan swasta, dan istriku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Kehidupan kami biasa saja, bahkan terlalu biasa. Awal perkenalan kami adalah ketika kami berdua sama-sama tersesat dalam perjalanan wisata ke Yogjakarta. Dan dari situ, aku merasakan indahnya jatuh cinta kepada calon istriku di pandangan pertama. Karena tak beberapa lama setelah pertemua kami, aku langsung melamar dan menikahinya. 
Bagiku, Dian adalah sosok wanita yang sangat cantik. Wajahnya bulat, berambut hitam lurus sepundak, berkulit putih, berkaki panjang dan yang paling membuatku semakin jatuh cinta adalah, senyum dan tatapan matanya, yang mampu membuat dunia seolah berhenti berputar. Aku pikir, perbedaan usia kami bukanlah sebuah kendala. Sehingga ketika ia berulang tahun ke 18 tahun, sebuah pernikahan sederhana langsung aku persembahkan padanya

“Kita pasti bisa menghadiri acara si Ratu khan mas…?” Tanya Dian dengan senyum andalannya.
Tanpa menjawab pertanyaannya, aku hanya mengangguk sambil membalas senyum istriku.
“Kamu memang suami adek yang paling pengertian…” girang istriku.
Dengan nada yang masih antusias karena kegiranganan, Dian langsung kembali meneruskan acara telephonnya dengan kakaknya.
“Selama kamu senang, aku pun bisa senang dek…” ucapku dalam hati.
Andai saja aku bisa meramalkan kejadian beberapa waktu kedepan, aku pasti tak akan mengijinkan istriku pergi ke acara pernikahan itu. Karena semenjak acara pernikahan itu, semua kisah cinta dan pernikahan kami berubah 180 derajat.

Hari H pun telah mendekat. Beberapa hari lagi, pernikahan yang semua akomodasi, penginapan dan konsumsi sudah dipersiapkan oleh keluarga Ratu dan Putra, akan segera dilaksanakan. Dari kotaku berada, kami berangkat berempat. Aku, istriku, Dwita (kakak iparku), dan Romy (anak Dwita), naik pesawat paling pagi menuju Semarang. Sengaja kami tak mengajak kedua anak kami, karena kami pikir, perjalanan kami ke Semarang cukup jauh, mau tak mau kedua buah hatiku aku titipkannya ke kerabat terdekat. Sebenarnya, aku dan Dwita sangatlah jarang bertemu, sehingga untuk mengakrabkan diri, istriku memintaku untuk bertukar tempat duduk dengan kakaknya. Aku duduk bersebelahan dengan Dwita, sedangkhan Dian duduk bersebelahan dengan Romy.
 “Okelah… untuk sementara ini aku agak menjauh dari istriku…. Toh hanya beberapa hari ini saja...” batinku, sambil mulai membuka percakapan dengan Dwita.
 Selama perjalanan, perbincanganku dengan Dwita berjalan cukup seru. Dwita orangnya cukup santai dan pandai suka bercanda. Sifat mudah bergaul itu menurun kepada Romy, anaknya. Karena dari sepenglihatanku, tak henti-hentinya istriku tertawa akan semua cerita yang dibawakan keponakannya itu. Pada awalnya, aku sama sekali tak memperhatikan percakapan antara istriku dan keponakannya, karena pada saat yang bersamaan, aku juga sedang seru bercakap-cakap dengan Dwita. Namun ketika Dwita sudah mulai mengantuk dan pada akhirnya tertidur, aku baru sadar jika percakapan istriku dengan kekeponakannya agak sedikit ‘menjurus’ ke hal-hal berbau mesum. Mereka sepertinya sudah terbiasa membicarakan ke-mesum-an diantara mereka, karena dari gaya bicaranya, mereka terlihat begitu santai dan akrab. Mungkin karena mereka sudah berteman baik sejak kami menikah dan Romy hanyalah seorang anak kecil yang baru menginjak remaja, aku jadi mulai menganggapnya lumrah. Waktu itu, Romy masih berusia sekitar 15 tahun, bertubuh tinggi kurusa namun maskulin dan energik. Berkulit gelap dan memiliki wajah mirip Dwita, tidak termasuk ganteng memang. Sehingga perlahan, api cemburu mulai menyala di dalam dadaku ketika mengawasi gerak-gerik mereka.

Tak beberapa lama, kami tiba di Semarang dengan selamat. Turun dari pesawat, kami langsung menuju ke hotel sembari menyiapkan diri untuk menghadiri acara pernikahan yang akan diadakan di sore harinya. Acara pernikahan Ratu dan putra pun berjalan dengan lancar, tak ada kendala sedikitpun. Di penghujung acara, sebelum para undangan akan berpamitan, ada sebuah permintaan dari kedua orang tua mempelai yang meminta kami semua supaya menghadiri acara informal keesokan paginya. Acara informal yang memiliki agenda untuk saling mengenal kedua keluarga secara lebih dekat. Dan karena acaranya tak formal dan berlokasi di dekat pantai, kami diminta untuk mengenakan pakaian sesantai mungkin. Keesokan harinya, acara informal itupun berlangsung dengan tak kalah meriahnya dengan acara pernikahan. Ada  berbagai macam acara, mulai dari acara sambutan pagi, acara makan-makan, acara karaoke, hingga acara permainan yang harus dimainkan oleh semua orang, termasuk aku dan istriku. Pagi itu, Dian terlihat begitu cantik dalam tanktop dan celana jeans pendeknya. Dengan tinggi 165 cm, payudara 36C yang menggantung di depan dadanya terlihat begitu menggoda. Selalu bergoyang kesana kemari setiap ia bergerak. Ditambah lagi dengan sinaran panas matahari yang menerpa kulit putihnya, membuat payudara itu terlihat begitu ranum. Putih dengan rona merah. Satu lagi yang aku banggakan dari sosok istriku adalah, keahliannya dalam menggoda setiap lelaki. Memamerkan perut ramping tanpa lemak dan pantat bulat yang hanya dibungkus dengan celana jeans pendeknya, membuat hampir semua orang tak ada yang percaya jika Dian telah menikah dan memiliki 2 orang anak. Tak beberapa lama, acara permainan pun dimulai. Untuk membuat semua hadirin yang hadir dalam acara informal itu dapat ikut serta dalam permainan, presenter dengan pintarnya membagi kami dalam beberapa kelompok. Tiba-tiba aku sadar, jika mayoritas undangan yang datang untuk mengikuti permainan berusia cukup muda, dan entah kenapa, aku mendadak merasa sudah terlalu tua untuk mengikuti semua permainan yang akan dilakukan. Aku lebih memilih duduk di sudut taman, dan melihat mereka ketika melakukan permainan-permainan tersebut. Kami dan para undangan lainnya saling tertawa melihat permainan yang mulai berjalan. Hingga pada sebuah kesempatan, ada giliran satu permainan yang mengharuskan aku dan istriku untuk maju ke tengah. Namun karena malu, aku hanya bisa menolak dan tersenyum sambil berdada-dada ria.
“Ayo Rud… maju…. Ini hanya permainan…” teriak beberapa undangan.
Berbeda denganku, Dian terlihat begitu antusias untuk bisa tampil. Dia berulang kali menarik-narik lenganku untuk mengajakku ketengah hadirin. Tapi, karena aku bersikeras menolak dan lebih memilih untuk ingin melewatkan kesempatan ikut permainan itu, akhirnya Dian pun menyerah.

“Supaya adil, apakah pak Rudi mempersilakan ibu Dian supaya bisa bermain game dengan orang lain? “ Tanya sang presenter tiba-tiba.
“Hmmm… boleh deh….” Jawabku singkat, saat itu aku hanya ingin acara permainan ini cepat-cepat selesai dan kami bisa segera kembali ke hotel.
“Pak Rudi yakin…?” Tanya presenter itu lagi “Game ini bakal melibatkan beberapa adegan gosok menggosok kulit loohh… hehehe” tambahnya lagi, seolah-olah menantang saya untuk berpartisipasi.
Tapi aku tetap pada pendirian awalku. “Iya… bolehlah… “ jawabku lagi.
“Okelah kalo begitu… untuk mempersingkat waktu… Ibu Dian mau memilih untuk berpartner dengan siapa...? tanya sang presenter sambil menyodorkan mic kearah Dian.
“Romy…. “ jawab singkat istriku.
“Oke Romy…. Lelaki yang sangat beruntung, ayo segera maju….” Tutup sang presenter sambil kembali meneruskan acara permainan itu.
Tiga permainan akan dimainkan. Yang pertama adalah permainan memindahkan buah apel yang hanya boleh dibawa dengan cara meletakkannya diantara dahi peserta lomba. Ada sedikit perasaan aneh ketika melihat Dian dan Romy waktu menyelesaikan permainan. Mereka begitu menikmatinya. Terlebih Karena permainan ini mengharuskan kedua wajah peserta saling berdekatan, sehingga jika dilihat dari jauh, wajah istriku dan Romy terlihat seperti sedang berciuman. Namun karena pasangan istriku dan beberapa belas pasangan lainnya berhasil, dan masuk ke dalam nominasi permainan berikutnya, aku dapat meredam rasa aneh itu. Lomba kedua adalah lomba gendong pasangan sambil menyelesaikan beberapamacam perintah, seperti jogged, berlari, ataupun mengambil sebuah barang yang disangkutkan diatas ranting pohon. Untuk lomba kali ini, rasa aneh yang ada di dalam dadaku, mulai berubah menjadi api cemburu. Karena dalam permainan ini, Romy harus menggendong istriku diatas pundaknya. Sehingga vagina istriku berada di tengkuk Romy, payudara besar istriku juga tak jarang bersandar di kepala belakang Romy. Dan lagi,  beberapa kali aku melihat tangan Romy meraba-raba dan pantat istriku guna menjaga keseimbangan. Tapi karena aku lihat konteksnya hanyalah sebatas sebuah permainan, aku bisa menerimanya. Dan sekarang tiba di lomba ketiga. Lomba dimana Dian dan tiga pasangan lain berhasil masuk nominasi finalis. Lomba ketiga adalah lomba terakhir guna menentukan pemenang. Sang presenter sedikit menjelaskan beberapa aturan permainan, dan juga menjelaskan jika itu adalah lomba yang sedikit ‘berani’ dan banyak adegan mesumnya.
 “Iya… tidak apa-apa….” jawabku singkat sambil tersenyum, ketika presenter itu kembali bertanya apakah aku merpersilakan istriku  bermain dengan lelaki lain.


“Lomba ketiga adalah lomba memindahkan koin dari dahi peserta wanita kearah pusar…” ujar sang presenter.
“Ah… itu mah lomba yang mudah…” batinku dalam hati sambil mengambil nafas lega.
“Cuman… cara memindahkannya bukan dengan tangan” tambah sang presenter “Melainkan dengan…… lidah”
 “Wow wow wow… ini benar-benar lomba yang mesum…” Pikirku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, karena selain aku sudah mengiyakan permintaan presenter, aku juga malu jika harus merusak mood Dian yang sebentar lagi bisa saja menang.
 “Pemenang lomba ini adalah makan malam romantic dan sebuah iphone untuk masing-masing peserta…” teriak sang presenter sambil diikuti teriakan seru para penonton.
 4 buah meja, diletakkan berdekatan diantara para peserta. Dan para peserta wanita diminta untuk tidur terletang. Sebuah koin kecil, diberikan panitia kepada peserta pria supaya diletakkan pada dahi pasangan wanitanya. Bagiku, itu adalah lomba yang sangat seksi. Terlebih melihat tubuh istriku yang pagi itu hanya terbalut dalam tanktop tipis  dan celana pendek, semakin membuat perlombaan terakhir ini terasa makin menggairahkan. Saking menggairahkannya, aku bisa melihat jika benda yang ada di selangkangan Romy telah membesar sejak awal perlombaan.
“Yaaak… siaaappp… mulai….” Aba-aba sang presenter memulai permainan.
Pertandingan pun dimulai, dan Romy perlahan mendorong koin dengan lidahnya. Alih-alih merasa malu, Dian hanya bisa tertawa-tawa geli karena sekilas, Romy terlihat seperti sedang menjilat-jilati wajah dan leher Dian. Melihat tingkah mereka, aku benar-benar merasa cemburu. Apalagi ketika koin itu telah bergulir ke arah dada istriku dan masuk ke belahan dadanya. Dian yang merasa kegelian hanya bisa tertawa-tawa kecil sambil sedikit melenguh seolah merasakan keenakan ketika menerima jilatan lidah basah kekeponakannya itu. Sejenak, Romy menghentikan jilatan pada payudara istriku dan menatapku tajam, seolah bertanya apakah ia bisa melanjutkan.
 “Ayo Rom… terusin jilatinnya… dorong terus… kita pasti menang.. hihihi… ” ucap Dian membuyarkan tatapan tajam kami berdua.
 Tidak ingin terdengar seperti orang tua yang tersiram api cemburu, sehingga aku menganggukkan kepalaku, mengijinkan Romy meneruskan jilatannya pada payudara istriku. Melihat persetujuanku, lidah Romy langsung bermanuver lincah pada belahan dada istriku. Itu adalah pemandangan yang sangat seksi, pemandangan yang membuatku sangat cemburu dan terangsang. Apalagi ketika aku juga menyadari jika selain tonjolan benda yang ada di selangkangan Romy semakin membesar, putting payudara istriku juga tinggi menyembul, terlihat begitu nyata menembus kain tipis tanktopnya. Dian hanya bisa cekikikan sambil berusaha mencoba menahan sensasi geli dari lidah Romy yang berkeliaran di sekujur kulit payudaranya. Hingga pada akhirnya, Romy berhasil menempatkan koin itu ke dalam lubang pusar Dian sehingga mereka ditetapkan menjadi juara perlombaan di pagi hari itu.

***

Acara makan malam romantis buat pemenang game tadi pagi, terasa begitu mewah. Kami disuguhi dengan berbagai macam makanan, minuman, dan snack. Setelah makan malam, kami berdua langsung dipijat, sauna, lalu  mandi. Hinga pada akhirnya, setelah semua sajian hadiah pemenang telah semua kami nikmati, kami kembali ke kamar dan bersiap untuk tidur. Intinya, malam itu kami benar-benar terpuaskan oleh sajian hotel. Setibanya di dalam kamar, kami langsung bersantai di ruang TV. Aku akui jika seharian itu aku benar-benar horny dan anehnya, akupun bisa merasakan istriku horny juga. Kami mulai minum bir, Dian tidak minum tetapi ia mengambil setengah gelas dan segera menenggaknya habis.
“Sayang aku sange banget… ngewe yuk…” pintaku sambil berbisik lirih di telingan Dian.
Dian tak menjawab permintaanku, dia hanya bisa tertawa kecil sambil memegang dan mengurut selangkanganku yang sudah menegang dari luar celana pendekku. Aku kecup bibir tipisnya, mencoba menyalurkan nafsuku yang sudah menggebu pada dirinya. Kuraba payudara dengan putingnya yang sudah membesar, dan kuremas perlahan.
“Aku pengen nidurin kamu sampe pagi dek…” ucapku lagi.
“Aku juga mas… pengen ngerasain sodokan tititmu….” Jawab Dian.
“Kamu udah bener-bener basah dek… pasti kamu sange banget ya…?”
“Hhmmmpppghghhh…” desah Dian mengiyakan.
“Nafsu menggebuku pasti bisa terlampiaskan malam ini….” Ucapku lirih sambil perlahan mulai melucuti jubah mandi Dian.
Namun, ditengah pendakian kami berdua, tiba-tiba…TOK TOK TOK ! terdengar suara ketukan dari pintu kamar hotel.
“Tante Dii…. Tantee….” Itu suara Romy.
“Sialan… ngapain lagi sih bocah itu… mengganggu saja….” Umpatku
“Bukain aja dulu mas… siapa tahu ada yang penting… ntar khan ngewenya bisa kita lanjutin lagi…” redam istriku sambil merapikan jubah mandinya.
Ternyata tujuan Romy mengganggu acara malam kami hanyalah dikarenakan ingin berpamitan. Pesawat yang mereka tumpangi, memiliki jadwal yang agak berbeda dengan jadwal kami, sehingga ia ingin mengucapkan selamat tinggal dan sedikit berbasa-basi.
 “Masuk aja Rom… Tante Di ada di kamar mandi…” ujarku sambil mempersilakan bocah 15 tahun ini masuk.
Dan setelah Romy masuk ke kamar, aku langsung menuju ke sudut kamar dan menonton TV yang ada di ujung kaki tempat tidur. Aku duduk di kursi sofa yang ada samping tempat tidur dan Romy hanya duduk beberapa meter dari tempatku duduk. Di ujung tempat tidur, menghadap tepat ke arah TV. Tak beberapa lama, Dian keluar dari kamar mandi dan ikut duduk disamping Romy, nimbrung bersama.

Sambil menonton TV. kami mulai berbicara tentang apa saja. Pada awalnya, pembicaraan kami terasa agak canggung, oleh karena itu, aku iseng menawarkan bir untuk memperhangat suasana.
“Nggak Om… ntar mami Romy tau… “
“Udah… sedikit aja Rom… udah gedhe ini… “ candaku.
“Sedikit aja kali ya...” ucapnya singkat sambil mengambil gelas gelas bir yang aku sodorkan padanya.
Tiba-tiba, ketika sedang melihat Romy dan istriku bercakap-cakap dari belakang, aku teringat akan kejadian tadi pagi dimana mereka lomba. Kejadian dimana selangkangan Romy membesar dan putting istriku mencuat.  Aku yakin, jika pasti ada sesuatu yang terjadi antara istri dan kekeponakanku ini.
“Hooaaahmmm….Cuaca hari ini membikin ngantuk ya…?” ujarku dari belakang Romy dan istriku duduk.
“Iya nih om… Sedikit bikin ngantuk…” Ucap Romy yang sedikit menengok ke arahku.
“Trus..trus.. gimana lanjutannya Rom…?” Tanya istriku lagi.
“Iya Tan… Jadi setelah itu…bla la bla…..” lanjut Romy dan 
“Sialan…“ Ternyata mereka sudah sama sekali tak menggubris keberadaannku.
 Hingga pada akhirnya,  setelah 20-30 menit pembicaraan yang (bagiku) sangat membosankan, aku putuskan untuk hanya mengawasi gerak-gerik mereka dengan cara berpura-pura ketiduran. Walau aku hanya melihat kedua manusia berlawanan jenis ini dari arah punggung mereka, aku tahu jika situasi di kamar ini terasa agak aneh, terlebih aku merasa agak terangsang ketika mengawasi gerak tubuh mereka.Berulang kali, Romy melirik ke arahku yang berada jauh di belakang tempatnya duduk. Dan beberapa kali juga ia mengawasiku dari dekat, memastikan jika waktu itu aku sudah benar-benar tertidur pulas di sofa. Alunan musik yang lembut, ditambah sepoi angin yang masuk ke dalam kamar kamar hotel, membuat suasana semakin mesra. Dan entah darimana, kami tiba-tiba sadar jika suasana diantara kami bertiga mulai memanas. Tiba-tiba Romy bertanya kepada Dian mengenai hal yang sama sekali tak pernah aku bayangkan.
“Tante Di… apa boleh Romy mencium bibir tante…?” tanya remaja 15 tahun ini dengan malu-malu.
Butuh beberapa waktu bagi Dian untuk merespon pertanyaan Romy, tapi pada akhirnya ia mengangguk dan hanya berdiam diri. Pada awalnya, Dian tidak menanggapi permintaan aneh kekeponakannya ini.Istriku memilih untuk berdiam diri ketika menerima ciuman-ciuman keponakannya.Tapi, lama kelamaan, seolah ikut terbawa suasana horny, istriku mulai membalas ciuman dan kecupan Romy. Selama beberapa menit, mereka terlihat saling balas ciuman mesra. Saling jilat dan kulum, seolah mereka adalah sepasang pengantin baru yang sedang dilanda api asmara.
Menerima balasan yang positif dari istriku, Romy pun mulai melancarkan rayuan-rayuan mautnya.
“Kamu cantik Tante…”
“Tubuh tante wangi sekali…”
“Pasti Om Rudi beruntung banget bisa menikahi tante… “
“Andai saja tante belum menikah, Romy bersedia kok menikahi tante…”
Romy

Mendengar puji dan rayuan Romy, keponakannya, istriku sepertinya semakin bernafsu. Karena dari sofa tempatku berpura-pura tidur, aku bisa melihat gerak-gerik tubuhnya ketika sedang horny. Berulang kali, jemari lentik istriku membelai rambut, wajah dan lengan Romy.
“Tante Di… apa boleh Romy memegang tetek tante…?”
Mendengar pertanyaan keponakannya, istriku 
Langsung menghentikan ciuman mesranya dan buru-buru menengok tajam ke arahku. Dan setelah beberapa saat, begitu mengetahui jika waktu itu aku masih dalam kondisi tertidur lelap, istriku mengangguk. Ia mengijinkan keponakannya itu untuk memegang payudaranya. Ini GILA. Mereka sudah benar-benar gila. Mereka melakukan perbuatan mesum tepat di depan diriku berada. Tubuhku tiba-tiba bergetar. Aku harusnya marah pada kekeponakanku yang telah menggoda istri orang. Aku harusnya murka kepada istriku yang telah membiarkan lelaki lain meraba tubuhnya. Namun, entah kenapa, melihat perbuatan mesum mereka saat itu, aku hanya diam saja dan menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Seiring dengan perbuatan cabul mereka, timbul perasaan aneh, antara gairah, nafsu, canggung dan cemburu.
 “Sepertinya mereka tak akan berhenti sampai disini…” ucapku dalam hati.
 Dan benar saja, tak lama kemudian, Romy kembali bertanya pada istriku.
“Tante Di… boleh nggak kalo Romy pengen melihat tubuh indah tante…” tanyanya polos sambil terus mencium bibir dan meraba-raba payudara montok istriku dari luar jubah tidurnya.

Mungkin karena istriku sudah terlalu horny, ia tak lagi melihat ke arahku. Karena begitu Romy selesai bertanya, ia langsung berdiri dari posisi duduknya, melepas jubah mandinya dan membiarkan jatuh ke lantai. Melihat perbuatan mereka, aku yang pura-pura tertidur di kursi santai, hanya bisa melenguh sambil menarik nafas panjang.
 “Mereka pasti sudah kesetanan…” batinku.
 “Biar adil... kamu juga bugil donk Rom... Tante pengen lihat gimana bentuk tititmu...” pinta istriku, sambil usapan tangannya ke kepala Romy.
“Titit? Titit tuh apaan ya tan...?”
“Titit... burung kamu....”

“HAHAHAHA.... maksud tante kontol...? Titit mah punya anak kecil tan....”
“I...iya... maksud tante juga itu... Tante kepingin lihat kontolmu...”
 Mendengar permintaan istriku, Romy seolah mendapatkan semangat baru. Dengan cepat, ia buru-buru melepas kaos gombrong dan celana pendeknya.

Dan. Setelah Romy melepas semua pakaiannya, aku baru menyadari jika ada sesuatu yang janggal pada tubuh remaja 15 tahun ini. Romy memiliki sebuah organ yang bisa membuat iri para pria. Romy memiliki sebuah benda yang bisa membuat wanita berteriak-teriak keenakan. Romy memiliki sesuatu yang bisa membuatnya melumpuhkan banyak wanita. Yup. Romy memiliki ukuran penis yang benar-benar panjang dan besar.
 “Wooow…” pekik Dian ketika ia tahu barang yang sudah mengacung tegak di antara selangkangan kekeponakannya.
“Woow kenapa tante..?” Tanya Romy sok heran.
“Titit kamu besar sekali Rom….”
“Titit...?”
“Eh iya.. kontol kamu besar banget...”

“Ahh… biasa aja kok tante… kontol om Rudi pasti jauh lebih besar lagi…” ucap Romy malu-malu.
 Sekarang, mereka berdua telanjang di hadapanku. Istri dan kekeponakanku telah tenggelam dalam lautan nafsu. Lautan nafsu yang membutakan mata mereka, jika di dalam ruangan itu, masih ada aku sebagai suami dan om. Lautan nafsu yang sama sekali tak akan bisa dibendung lagi untuk mengguyur pantai kenikmatan yang akan segera mereka capai bersama.
“Aku pengen jilat putting tante…” bisik Romy pelan.
“Hooouuughh…” racau Dian.
Mendengar jawaban tantenya yang sudah tak lagi konsen, Romy memberanikan diri untuk membelai payudara Dian dengan kedua tangan dan dengan perlahan, ia mulai mengangkat gumpalan daging yang menjuntai indah serta mengisap payudara lezat tantenya secara bergantian.
“Oouughhh…. Pelan-pelan Rom…” desah istriku keenakan.
Sepertinya, istriku sudah sangat terangsang. Karena walau dari kejauhan, aku bisa melihat puting coklat kemerahannya yang mulai menegak.
“Tetek tante besar banget…” puji Romy sambil terus menyeruput putting Dian yang semakin mengeras.
“Oouuhh… Ssshhh…” desah istriku lagi sambil mulai menggapai-gapai penis kekeponakannya yang sudah mengacung tinggi.
Mereka pun sepertinya telah melupakan diriku yang masih berada di dalam kamar ini. mereka seolah sudah tak peduli akan nafsu yang sudah meninggi.
“Oouugghh Romm… enak banget…” desah istriku setiap kali kekeponakannya menjilat dan mengulum putting coklat mudanya.
“Tante… aku pengen njilat memek Tante… “ bisik Romy.
“Aku juga pengen ngejilatin kontolmu Rom…” balas Dian yang kemudian langsung mendekatkan wajahnya kearah selangkangan kekeponakannya

Dengan jemari lentiknya, Dian berusaha menggenggam batang penis Romy. Namun sekeras apapun usahanya, ujung-ujung jemarinya tak mampu saling bersentuhan. Seperti menggenggam botol air mineral, jemari lentik istriku tak mampu melingkarkan secara sempurna jemari tangannya ke batang tebal keponakannya itu. Digerakkannya jemari tangannya itu naik turun, sambil sesekali istriku menjilat kepala penisnya.
“Shhh….Enak banget tante…” Romy meracau tak jelas.
Penis remaja 15 tahun itu terlihat begitu menyeramkan. Dengan ukuran yang kurang lazim untuk anak-anak seusianya, penis itu seolah akan tak muat untuk masuk ke dalam mulut istriku. Karena setiap kali istriku berusaha mengulum seluruh batang penisnya ke dalam mulutnya, hanya ujung penisnya sajalah yang bisa masuk. Aku iri. Aku benar-benar iri. Aku iri dengan apa yang pemuda ini dapatkan dari kenikmatan mulut istriku. Aku yang sudah menikahi istriku selama 5 tahun saja belum pernah merasakan sekalipun nikmatnya oral seks bersamanya. Sedangkan dia, hanyalah seorang keponakan, bukan pacar atau teman bermain, sudah bisa merasakan hisapan kuat mulut istriku.
“Aku sudah nggak tahan Rom… entotin tante Rom… entotin tante sekarang…” pinta istriku yang kemudian beranjak dari posisi jongkoknya dan meminta Romy untuk merebahkan badannya.
“Aku pengen menaiki kontol panjangmu sayang…”

Segera saja, Romy merebahkan badannya. Dan disusul istriku yang kemudian merayap naik keatas tubuh keponakannya. Namun, entah disengaja atau tidak, ada sedikit hal janggal yang dilakukan istriku ketika ia merangkak naik dan memposisikan batang penis Romy di selangkangannya. Ketika batang penis keponakannya itu sudah menyentuh kulit vaginanya, istriku, dengan kedua mata bulatnya yang sudah sangat bernafsu menatap tajam ke arahku.
“Apakah Dian tahu jika selama ini aku mengawasi gerak-gerik mereka…?” tanyaku dalam hati.
 Istriku sepertinya sengaja memilih posisi bercintanya dengan arah yang menghadap tepat ke arahku. Sehingga, walau dalam kondisi cahaya kamar yang temaram, aku dapat dengan jelas melihat raut muka hornynya secara langsung. Wajahnya berwarna kemerahan, dengan putting payudara yang sudah sangat tinggi mengacung. Melihat adegan-adegan erotis yang dilakukan istriku, mau tak mau batang penisku yang masih dalam balutan jubah mandi ini, ikut mengacung tinggi. Dan seolah sadar akan apa yang dialami oleh suaminya, tiba-tiba istriku menaikkan ujung-ujung bibirnya. Ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya, seolah meminta ijin kepadaku agar dapat menikmati batang penis keponakannya itu. Dan seperti anak kecil yang terlena ketika melihat film kegemarannya, aku seperti terhipnotis olehnya. Aku anggukkan kepalaku dan membiarkan istriku mulai merasakan kenikmatan bercinta dengan orang lain.

Kembali, setelah melihat respon positif dariku, ia menegakkannya batang penis panjang keponakannya itu tepat ke arah lubang vaginanya, dan perlahan-lahan, istriku mulai jongkok dan menurunkan pinggulnya. CLEEPP
 “Ooouuuuggghhh….” desis istriku ketika kepala penis Romy mulai membelah dan memasuki liang senggama miliknya.
“Tante Di… memek tante sempit bangeeet….”
“Bukan sempit Rom… kontol kamu yang terlalu besar…” racau istriku sambil terus menjatuhkan seluruh tubuhnya pada batang penis Romy yang mengacung tegak.
Sepertinya istriku sudah terlalu horny, karena aku benar-benar hafal jika ia ingin bercinta dengan posisi woman on top, itu tandanya ia sudah tak mampu lagi menahan hasratnya untuk segera mendapatkan orgasmenya. Sekilas, dari apa yang dilakukan istriku, aku merasa dia mengalami kesulitan ketika mencoba memaksakan penis besar keponakannya itu untuk bisa masuk ke dalam vagina mungilnya. Karena batang penis romy yang berukuran ekstra itu terlihat membengkok setiap kali vagina istriku mencoba menekan masuk danmelahapnya. Dan setelah istriku beberapa kali mencoba menaik-turunkan pinggulnya, gerakan persenggamaan mereka mulai lancar.
“Ooouuugggghhh….” Desahan demi desahan mulai memenuhi kamar tidur kami. “SSsshhh…..”
“CPAK… CPAK… CPAK… “ Suara tumbukan daging pantat dan paha juga mulai berisik mengisi heningnya malam.
Istriku dan keponakannya pasti sudah tenggelam dalam kenikmatan perzinahannya yang menggebu-gebu.  Istriku dan keponakannya seolah merasa, jika malam itu adalah malam terakhir untuk dapat melakukan percintaan mereka. Istriku dan keponakannya seolah lupa, jika di dalam kamar itu masih ada aku yang mengawasi semua gerak-gerik mereka. Romy yang dalam posisi telentang, dengan leluasa menggapai payudara besar istriku yang berlompatan kesana kemari setiap kali pinggulnya naik turun. Selangkangan istrikupun terlihat begitu mengkilat akibat lendir birahinya yang banyak membanjir.
“Tante keluar Rom… tante pengen keluar….” Teriak istriku yang tiba-tiba membenamkan kuku-kuku panjangnya pada dada Romy dengan brutal.
“Ooouuuuggghhhttt…. Aku keeluuuuaaaarrrrr….”Teriak istriku sambil terus membanting-bantingkan pantat bulatnya ke paha keponakannya. Mata istriku merem melek merasakan sensasi gelombang orgasmenya. Tubuh istriku meliuk-liuk dan melengkung bak busur panah yang siap untuk ditembakkan.
“Ia pasti sedang merasakan kenikmatan amat sangat…” batinku dalam hati sambil tak henti-hentinya mengusap batang penisku yang sudah amat ngilu dari luar jubah mandiku.

Nafas istriku terlihat begitu terengah-engah dan kemudian ambruk menimpa tubuh kurus keponakannya.
“Sekarang giliranmu keluar Rom…” ujar istriku.
“Oke…” Tak perlu mengulang permintaan istriku, Romy segera membalik tubuh istriku yang masih tergolek lemas diatas tubuhnya ke samping. “Sekarang giliran Tante yang harus memuaskan Romy…”
Dengan terburu-buru, Romy meletakkan kedua kaki istriku ke pundaknya dan mulai menghujamkan penis raksasanya ke vagina tantenya itu.
“Ouuugghhh…. Ouuugghhh…. Ouuugghhh…. Pelan-pelan Rom… Ngiluuu...” erang istriku yang tanpa persiapan sedikitpun langsung menerima tusukan tajam di vaginanya.
Masih dalam kondisi lemas, istriku hanya pasrah dan hanya membiarkan remaja 15 tahun ini menganiaya tubuhnya. Tubuh ramping istriku terlihat terombang-ambing setiap kali keponakannya itu menghujamkan batang penis panjangnya dengan keras. Payudara bulat istriku pun tak luput dari cengkeraman dan remasan brutalnya. Aku yang melihat aksi brutal keponakan istriku, mendadak merasa begitu emosi. Aku marah dan seolah ingin menghajar keponakannya itu dari belakang. Namun entah kenapa, ketika aku melihat wajah istriku, ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk tetap membiarkan dirinya disiksa sedemikian rupa oleh keponakannya. Melihatnya merasa pasrah dan menerima perlakuan kasar keponakannya aku menjadi tak tega untuk merusak orgasme yang sedang mereka bangun.
“Makasih mas….” Bisiknya lirih sambil tersenyum dan menatap sayu kearahku.
“Aku sudah nggak tahan lagi… aku sudah tak mampu lagi menahan birahi ini…” ucapku dalam hati sambil mengeluarkan batang penisku dari jubah mandiku. 
Dan dengan tak kalah brutalnya, aku kocok daging kecil yang tumbuh di selangkanganku cepat-cepat.
Setelah beberapa lama, mereka berganti posisi bercinta. Sekarang, Romy menurunkan kaki kiri istriku dan tetap membiarkan kaki kanan istriku di pundaknya. Kali ini, ia memompa batang penisnya jauh lebih keras daripada sebelumnya.  Dan saking kerasnya, aku merasa jika tempat tidur yang sedang mereka gunakan, akan roboh. Setiap kali tusukan tajam yang diterima vagina istriku dari batang panjang keponakannya, ia berteriak. Keponakannya pun berteriak. Mereka berteriak-teriak kesetanan, hingga pada akhirnya aku melihat tubuh kurus Romy mulai bergetar.

“Aku keluar Tante… Aku keluar…” teriak Romy histeris
“Tante juga mau keluar Rom…” balas istriku.
Akupun yang masih dalam naungan kegelapan dari sudut kamarpun seolah tak mau kalah cepat untuk ikut merasakan kenikmatan dalam pendakian orgasme yang mereka lakukan. Melihat mereka yang ingin mencapai puncak kenikmatan, akupun tak mampu menahan gairahku lagi.  Aku kocok batang penis kecilku sekuat tenaga. Dan dalam hitungan detik,
“Ooouuugggghhh…..Ssssshhh…..” Aku klimaks dalam kocokan jemari tanganku sendiri.
4 gumpalan lendir berwarna putih keruh muncrat dari mulut penisku. Meloncat tinggi, dan mendarat di kaki kiri istriku yang menjuntai ke arahku.
“Oooouuuuuggggghhhhttttt…….. Tanteeeeee…. Akuu keluuuaaaarrrrrr” teriak Romy sambil menghujamkan penis panjangnya dalam-dalam ke vagina istriku.
“SSShhhhhh…. Ooohhh my Gooooooodd…. Romy… Tante jugaaaa…..” sahut istriku histeris.
Mendadak, suasana kamar menjadi begitu hening. Hanya terdengar suara acara TV dan hembusan deru nafas kami bertiga.  Kami bertiga, mencapai puncak kenikmatan bersama-sama. Tak beberapa lama, Romy yang masih dalam posisi menindih istriku menggerakkan pinggulnya lagi. Ia merasa begitu puas. Puas untuk menikmati kemontokan tubuh istriku. Puas untuk menikmati vagina legit istriku. Dan puas untuk memuntahkan seluruh lahar kenikmatannya dalam celah kenikmatan istriku. Setelah selesai menggagahi istriku, Romy  langsung mencabut batang panjangnya dan menyodorkan batang itu ke mulut istriku.

“Tolong bersihin kontolku ya tante Dianku….hehehe…” pinta kekeponakan kurang ajar itu sambil menepuk-tepukkan daging berurat itu pada mulut dan pipi istriku.
“HAP…” caplok Dian dengan bersemangat.
Seumur pernikahan kami, tak sekalipun istriku mau untuk membersihkan penisku setelah kami selesai bercinta. Akan tetapi, dengan kekeponakannya ini, tanpa diminta dua kali, Dian bersedia membersihkan  batang panjang miliknya itu. Dan setelah batang penis itu bersih, kembali Dian menjilat-jilat dan menawarkan ronde kedua kepada Romy.
“Romy capek tante… kita udah ngewe lebih dari sejam… “ tolak Romy yang kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil memainkan payudara besar istriku.
“Ayolah Rom… sekali lagi…” pinta istriku sambil mempercepat jilatan dan kuluman lidahnya pada penis remaja ini. Berharap penis lemas itu bisa menegang lagi dengan cepat.
“Romy pengen sih tante… Tapi kontol Romy masih ngilu…” tolak Romy “Lagian Romy khawatir om Rudi bisa terbangun kalo kita ngewe disini lagi…” tambahnya lagi sambil melirik ke arahku.

Mereka berdua lalu melihat ke tempat dimana aku tertidur dalam posisi duduk di sofa kamar.
“Kalo besok pagi gimana? Ketika mas Rudi pergi sarapan?” usul istriku.
“Hmmm… boleh deh Tante… Asal tante kasih kodenya aja…”
“Nah… Gitu donk Rom… Tante makin sayang deh ama kamu…”
“Romy juga Tante… makin sayang ama tante…”
“Muuuaahhh…. Muuuaahhh…. Muuuaahhh….” Kecup terakhir istriku dengan gemas pada batang panjang kekeponakannya sebelum ia beranjak ke kamar mandi.
Romy yang seolah masih belum sadar akan keberuntungannya, hanya masih terdiam dalam posisi berdirinya. Tak pernah disangka dalam seumur hidupnya, ia bisa meniduri tante kesayangannya di usia sedini ini. Sambil menatap istriku yang sedang membersihkan diri di toilet kamar, Romy mulai mengenakan pakaiannya satu persatu.
“Tante… aku balik dulu ke kamar ya… Khawatir dicariin mami….” Pamit Romy begitu selesai mengenakan seluruh pakaiannya.
“Iya sayang…” balas istriku sambil memeluk tubuh kekeponakannya itu. “Satu kecupan lagi donk…” tambah istriku lagi.
Mendengar permintaan istriku barusan, langsung saja Romy memonyongkan bibirnya.
“Yeee… siapa coba yang pengen ngecup kamu disitu…” ucap istriku yang masih dalam keadaan telanjang bulat. Ia buru-buru jongkok di depan selangkangan remaja 15 tahun itu dan memelorotkan celana kolornya sampai sebatas paha, kemudian ia mengulum batang penis kekeponakannya dengan gemas.
“Ssssshh…. Dasar tante binal… ga ada puas-puasnya” canda Romy.
“Binal tapi suka khaaaannnn…?” balas istriku.

“Udah ah… Ntar Romy nggak balik-balik nih ceritanya…” kata kekeponakanku sambil mengangkat tubuh istriku yang masih jongkok dan memeluknya.
“Makasih ya Tante Di….” Kata Romy sambil mengecup kening istriku.
“Makasih ya Om Rudi…” tambahnya lagi sambil menengok dan tersenyum ke arahku.
 “Makasih ya mas, sudah ngebolehin adek datang ke acara pernikahan Ratu dan Putra di sini… “
“Makasi ya mas sudah ngebiarin Romy numpahin rasa cintanya kepadaku…”
“Makasih ya mas, sudah ngijinin Romy menikmati tubuh istrimu ini… “
“Dan yang terakhir, makasih ya mas, sudah ikut menikmati persetubuhan kami barusan….” Ucap Dian, istriku, sambil mengecupkan bibir tipisnya yang masih berlumuran sperma Romy ke keningku.
“Kamu memang suami adek yang paling adek sayang…”


Jumat, 21 Desember 2012

Antara 13 VS 31

Afreny

Namaku Erlan umur 42 tahun, istriku bernama Afreny umur 31 tahun tinggi 160 cm berat 58 kg.Aku telah mempunyai anak satu orang putra umur 13 tahun dan putri 8 tahun.
Kehidupan rumah tanggaku baik-baik saja tanpa ada hal-hal yang membuat kami berselisih faham. Cuma ada sedikit keanehan dalam diri istriku. Ada perubahan sikap dalam beberapa hari belakangan ini. Baik dalam berbicara maupun dalam perilaku sehari-hari. Kalau biasanya paling bawel dan rada emosi kalau ada masalah yang membuatnya tidak senang. Tetapi sekarang sedikit agak diam , lembut dan bawaan tenang. Aku sebenarnya ingin mengetahui apa sebab yang terjadi, tetapi aku kurang ingin tahu lebih banyak masalah keadaanya. Hal itu aku biarkan dan seolah tidak terjadi apa-apa. Suatu ketika aku melihat anaku yang paling besar pulang dari sekolah. Anakku yang besar sudah SMP kelas 1 di sekolah negeri. Anaku pulang bersama temannya dari sekolah, kulihat badannya sama tinggi dengan anakku kira-kira 158 cm dan perawakan tubuhnya agak berisi dibanding anakku, kira-kira berat badannya 48-50 kg. Kulit anak tersebut sawo matang namun bersih. Sepertinya anak tersebut adalah kawan akrab anakku. Dan baru kuketahui anak tersebut bernama Budi dan sudah sering main ke rumah ketika aku sedang bekerja. Dan kalau aku lagi dinas keluar kota atau ada pelatihan ke luar kota, anakku sering mengajaknya tidur di rumah. Bedanya si Budi anaknya ramah, supel, mudah bergaul dan pandai mengambil hati orang dan lebih dewasa dan mandiri. Lain dengan anaku, sikapnya cuek, belum dewasa, belum bisa mandiri, kurang bergaul dengan teman-temanya, dan tidak dapat mengambil hari orang. Sehingga kalau Budi main ke rumah atau tidur di rumahku, seperti gak ada apa-apa dan seolah masa bodoh. Mungkin Budi tau sikap anak lelakiku dan tau kalau ada sedikit kekurangan atau juga tidak suka mengganggu orang lain jadi Budi senang bermain dengan anakku. Dengan sikap Budi tersebut membuat istriku Afreny simpatik, apalagi Budi sering membantu dirumah entah itu menyapu halaman, membersihkan kamar anak lelakiku bahkan belajar bersama dan mengajari anak perempuanku belajar. Karena sikapnya itu Budi seolah sudah dianggap istriku sebagai anaknya sendiri. Bukan hanya itu, karena sikap kedewasaanya membuat istriku seolah ada tempat curhat mengenai sikap anak lelakiku. Dan kalau aku perhatikan malah si Budi justru lebih sering dekat dengan istriku ketimbang anak lelakiku, entah itu duduk atau nonton TV, makan, bahkan istriku masak, Budi selalu ada di dekatnya. Hal itu membuat istriku semakin simpatik pada Budi dan senang sekali dibuatnya. 

Dari pengamatanku itu, aku seperti melihat keanehan dalam diri Budi. Sepertinya ada sesuatu yang ia inginkan atau yang rencanakan. Tetapi apa ? aku tidak dapat mengetahuinya. Malah persahabatannya dengan anaku, sepertinya biasa-biasa saja tidak ada yang istimewa, malah dengan istriku Budi seolah menemukan teman wanita yang dianggapnya istimewa atau paling spesial. Dari keanehan-keanehan itu membuatku menjadi penasaran ada apa dibalik kebaikan Budi selama ini? Maka untuk mengungkap perilaku Budi, aku mempunyai rencana sendiri untuk dijalankan. Dan rencana itu adalah aku berpura-pura akan keluar kota bersama teman selama satu hari. Dengan dali itu aku ingin mengetahui apa yang terjadi. Keesokan harinya ketika anak-anakku berangkat ke sekolah, sedangkan aku masih di rumah dengan rencana telah disiapkan. Kubilang pada istriku.
“Mi ... kalau mau ke pasar, pergi saja dan bawa kunci. Nanti aku bawa kunci serep”
“Perginya jam berapa Pi?” tanya istriku
“Bentar lagi, kira-kira jam 7” jawabku.
“Oh ... iyalah kalau begitu aku ke pasar dulu ya Pi” sahut istriku.
“Ya” jawabku yang lagi di kamar mandi.
Setelah istriku pergi, aku telah menyiapkan keperluan seperti sarung, baju trening, racun nyamuk, makanan ringan buat persiapan. Sebab aku bukanya ke luar kota, tetapi bersembunyi di atas loteng rumahku sebagai tempat pengintaianku. Di atas loteng aku tiduran, karena sudah aku persiapan terlebih dahulu untuk mengintai dan tak lama kudengar pintu rumah dibuka, dan rupanya istriku telah pulang dari pasar. Kira-kira pukul 12.30 siang, anak-anakku sudah pulang dari sekolah. Dan samar-samar kudengar ada suara yang sudah hafal di telingaku yaitu suara Budi. Ternyata Budi datang lagi ke rumahku. Setelah makan siang anak-anakku disuruh belajar siang setelah usai makan siang, karena kalau malam jam 22.00 wib sudah wajib tidur. Setelah belajar siang kurang lebih satu jam setengah, anak-anaku wajib tidur siang. Dalam pengintaianku di atas loteng, kulihat Budi yang tidak tidur siang. Memang perumahan di mana tempatku tinggal kalau siang agak sepi, sehingga suasana lingkungan menjadi tenang. Dari atas loteng di mana plafon rumahku telah aku lobangi sebesar uang seratus rupiah. Ada juga plafon rumah rusak karena bocor oleh hujan sehingga tidak perlu aku lobangi. Kulihat Budi duduk di sofa ruang tamu sendirian sambil membaca buku pelajaran sekolahnya.
Selang beberapa menit aku melihat istriku datang dan duduk di dekat Budi lalu berbicara.


“Lagi baca apa Bud ?”
“Ini Bu, Budi lagi belajar pelajaran Biologi, minggu depan kata Bapak guru ada ulangan harian, jadinya Budi  mesti menghafal tentang tumbuh-tumbuhan, sifatnya dan lainnya.”
“Bud, Rio sudah kamu kasih tau kalau ada ulangan minggu depan?” tanya Istriku.
“Sudah Bu“ jawab Budi, “makanya Budi ngajak  Rio belajar bersama, karena Budi perhatikan Rio susah sekali memahi hampir semua mata pelajaran Bu. Karena Rio sudah Budi anggap sebagai saudara, jadi Budi kasihan saja takut nanti Rio tidak dapat naik kelas.” Jelas Budi sembari tetap fokus akan buku pelajaran yang ia baca
Tak lama kulihat istriku terdiam. Tampak matanya sedikit memerah dan tak lama butir-butir air menetes di kedua pipinya. Istriku kulitnya  putih agak kuning langsat, tinggi kurang lebih 160 cm, berat 58 kg. Rambut ikal dan hitam sebahu, hidung mancung, mata bulat, dan bibir sedikit tipis. Wajah cantik meski usia sudah berkepala empat. Bentuk payudaranya 36B dan pinggul bulat dan besar dengan ukuran celana 34. Budi terkejut melihat istriku sesegukan, istriku menangis.
“Bu, ada apa?” suara Budi lembut bertanya “kenapa Ibu menangis?”
Lalu istriku menjawab “Bud, Ibu minta tolong kepada kamu”
“Ya Bu, minta tolong apa?”. Tanya Budi sambil mulai memfokuskan dirinya kepada perkataan istriku. 
“Ibu berharap kepadamu, tolong bantu Rio dalam belajar. Rio, kalau Ibu lihat bayak kekurangan, baik dalam belajar, kemauan, kemandirian, pergaulan dan kedewasaan.” ujar istriku dengan mata mulai berkaca-kaca dan melawan emosinya,
“Jadi hanya kepadamu,  Ibu berharap Bud ! Karena kamu teman dekatnya yang bisa diajak ngobrol.Selama ini Ibu merasa kuatir, bagaimana perkembangan Rio ke depannya”  tambah istriku sambil mengusap airmatanya yang mulai menetes turun dari kedua matanya, “tapi syukurlah ada kamu teman yang dianggapnya baik kepadanya.”
Dengan berlinang air mata istriku menyampaikan keluh kesah kepada Budi. Mungkin dengan anak itu dia dapat menyampaikan isi hatinya. Dan Budi seolah memahami apa yang dirasakan istriku.


Dan dengan rasa ibanya tangan kiri Budi merangkul pudak kiri istriku kemudian Budi memeluk istriku sambil berkata,” Bu, Budi janji akan membantu Rio sesuai keingan Ibu.
Tidak hanya kepada Rio, kepada Icak juga Budi akan bantu dalam belajar.” 
Sambil dirangkul Budi, pipi istriku diusap, menghapus air mata istriku yang jatuh dipipinya. Kepala istriku terjatuh di pundak Budi. Budi terus membelai pipi dan rambut istriku. Seolah ada tempat mencurahkan isi hatinya, istriku memejamkan matanya.
Tidak hanya itu, Budi sedikit mulai berani mengecup kening istriku. Istriku hanya diam saja atas kelembutan sifat Budi.
Budi berkata lagi, ”Bu, Budi janji akan membantu Ibu, tidak hanya mengajari kedua anak Ibu. Tetapi apapun perkejaan di rumah Ibu, Budi akan bantu mengerjakannya.”
Istriku berkata, “Terima kasih Bud atas kebaikan kamu. Ibu tidak dapat berkata apa - apa kecuali terima kasih kepadamu.” ujar istriku sambil memeluk tubuh budi.
“Tidak apa-apa Bu, dengan di ijinkannya Budi main kesini, Budi sudah senang.”balas Budi sambil membelai belai rambut panjang istriku yang tergerai.
“Bu ...”, Ucap budi dengan ragu tanpa melanjutkan kalimatnya.
“Ada apa Bud, Budi mau bicara apa?” jawab istriku 
“Anu Bu, selama ini Bud, kurang deket sama orang tua Budi, terutama sama Emak.
Emak Budi, sering marah saja. Ndak tau sebabnya, Mungkin keluarga Budi kurang mampu, jadi mamak sering marah-marah. Entah kenapa kalo sama Ibu, Budi merasa nyaman, bahagia sekali.”
“Mungkin Mamamu, ada masalah jadi kurang mood terhadap anak-anaknya.
Nanti juga baik lagi Ibu yakin.”  Jawab istriku sambil tersenyum.
“Tapi jujur, bu.  Ibu orangnya baik, ramah tidak pemarah jadi Budi sangat suka dan senang kepada Ibu. Bahkan Budi begitu sayang kepada Ibu. “ Ujar budi kepada istriku. 
“Aaah .... Kamu bisa saja Bud !”,
“Ibu juga sering marah-marah juga kok!” jawab Istriku.
“Kamu saja yang belom tau” tambah istriku lagi.

“Bu ... ”,  
“Iya Bud?”,
“Boleh Budi mencium Ibu ?”,
“Kenapa Budi mau mencium Ibu ? ” tanya Istriku. 
“Karena Budi sangat sayang kepada Ibu , Budi juga menganggap Ibu sebagai ibu kandung Budi !!!” jelas budi  kepada istriku dan membuat istriku tersenyum manis.
“Bud, Kamu menganggap Ibu sebagai Ibu kandungmu dan Ibu juga menganggap kamu sebagai anak Ibu. Ibu tidak keberatan kamu mencium Ibu” jawab istriku dan Budi membuat Budi ikut tersenyum.
Dari atas loteng tempat aku mengintip kulihat dengan pelan Budi mulai mencium kening istriku, Istriku pun memejamkan matanya. Tidak hanya kening, ciuman Budi berpindah-pindah. Mata, hidung, dan kedua pipi istriku. Masih dalam rangkulan tangan kiri Budi, dan kepala istriku juga masih tersandar di bahu Budi. Sedangkan tangan kanan Budi juga membelai wajah, rambut dan leher Istriku. Kulihat juga bibir istriku agak sedikit terbuka, entah menandahkan apa. Apakah suka atau rasa cinta terhadap anak atau perasaan yang lain.Tapi dengan jelas, ciuman Budi mulai merambat turun keleher putih istriku. Di daerah sekitar leher putih istriku itu ciuman Budi cukup lama.
 Disitu istriku mulai berguman dan berbisik, “Bud, Budi sudah Bud ... jangan disitu Ibu geli Nak.“. Sehingga kini ciuman Budi beralih naik kepipi dan kening terus hidung istriku.
Dari atas dengan seksama aku terus memperhatikan tingkah anak itu.
Dan hatiku berkata , “Dari mana anak ini belajar ciuman seperti itu? Di usia yang masih belia 13 tahunan sudah pandai beradegan cium seperti itu. Apa ini pengaruh teknologi sekarang dan dunia internet yang sedang menjamur?”
Kini sedikit demi sedikit bibir Budi sudah merambat turun dan mendekati bibir istriku.
Dan cup cup bibir Budi mengecup bibir istriku. Kecupan sesaat itu setidaknya menyentakan hati istriku, dapat terlihat dari gerakan bibirnya. Namun hanya sesaat, selanjutnya bibir Budi kembali mengecup bibir istriku kembali.

Entah apa yang ada dibenak dan pikiran istriku, terlihat bibirnya kembali terbuka dan menerima kembali kecupan bibir Budi. Budi sepertinya mulai berani dan sedikit demi sedikit melumat bibir mungil istriku. Istriku sepertinya tidak keberatan dengan lumatan bibir Budi, dan sepertinya istriku mengimbangi lumatan bibir Budi. Maka terjadilah lumatan lumatan bibir antara Budi dan istriku. Dari atas loteng sampai kedengaran bunyi cucpp ... cuuuppp ... cuuupp. Sambil melumat bibir Istriku, kuperhatikan tangan Budi yang ada di pundak kiri istriku mulai bergerak turun. Perlahan tapi pasti tangan itu bergerak turun, dan kini telapak tangan kanan Budi sudah berada di atas sebuah bukit. Yaitu bukit lunak istriku. Aku di atas loteng cukup kaget melihat perilaku anak itu Manakala telapak tangan  itu dengan halus dan lembutnya sedikit mulai aktif bergerak gerak meremasi bukit kembar istriku. Gerakan halus dan lembut telapak tangan Budi diatas payudara istriku itu  membuatku sedikit tegang. Maklum baru pertama kali ini aku melihat anak yang masih muda belia sudah mengerti masalah sexual. Dengan pelan telapak tangan Budi mengusap-usap payudara istriku. Sejauh ini istriku hanya diam dan terus melayani lumatan bibir Budi, belum lagi usapan lembut telapak tangan Budi yang kini mulai berani meremas payudara istriku dengan lembut dan pelan. Di atas sofa yang rendah berbentuk huruf L kedua anak orang yang berbeda usia terus melakukan aksi cium dan melumat bibir. Remasan jari-jari tangan Budi di payudara istriku yang masih utuh memakai daster warna putih dihiasi bunga-bunga biru langit, seolah tidak disia-siakan oleh Budi. Remasan-remasan lembut namun intense dilakukan Budi, membuat istriku sesekali berusaha menjauhkan tangan Budi dari dadanya. Namun usaha itu hanya sebatas memegang tangan Budi, tetapi sejauh itu tidak menepiskan tangan Budi dari payudaranya malah samar-samar aku mendengar gumaman dari mulut istriku yang tersumbat bibir Budi, Hmmmmmm...Aku jadi tambah tegang manakala jari-jari kecil Budi, berusaha melepas kancing-kancing daster istriku. Istriku memang suka memakai daster berkancing depan, entah karena apa aku juga tidak memasalahkannya. Yang jelas daster yang dipakai istriku berkancing sampai ke bawah dadanya. Belum lagi panjang daster yang dipakai istriku tidak seperti daster yang dipakai hari-hari sebelumnya. Daster yang dipakainya tidak terlalu panjang sampai ke pergelangan kaki, dan juga tidak terlalu pendek hingga ke pangkal paha. Tetapi hanya sebatas lututnya saja. Walaupun begitu, bila duduk di kursi sofa agak rendah, mau tidak mau pasti akan naik keatas bagian bawa dasternya. Hal ini juga yang dialami oleh istriku, bagian bawa dasternya naik kurang lebih 15 cm. Dan makin jelaslah kemulusan dan putihnya kedua belah paha istriku.

Ketika kancing pertama terbuka, tampak jelas putihnya permukaan bagian atas dada istriku. Dan kancing kedua terbuka, mulai terlihat lereng gunung kembar istriku walau belum tampak BH yang dipakai istriku. Kini jari-jari Budi, mulai menjamah kancing ketiga. Kancing ketiga mulai dibuka dengan pelan dan lepas. Kini sudah terlihat BH warna putih ukuran 36B yang dikenakan istriku. Kancing keempat juga mulai dilepaskan oleh jari-jari tangan Budi, semakin jelas gumpalan payudara istriku yang putih menghiasi dadanya. Dan kini kancing terakhir mulai akan dilepas oleh Budi, kancing terakhir itu kurang lebih lima jari orang dewasa dibawa payudara istriku mulai dibuka oleh Budi, dan akhirnya lepas lah kancing tersebut. Bibir Budi dan istriku masih bertaut seolah ular cobra yang saling mematuk. Jari-jari Budi sekarang mulai naik kepangkal leher istriku, terus kembali turun dan turun lagi hingga menyentuh bagian atas payudara muluis istriku. Kembali Budi meremas remas payudara istriku dengan pelan dan lembut. Kiri dan kanan payudara istriku diremas-remas oleh Budi. Secara bergantian. Payudara istriku masih terbungkus rapi oleh BH putih ukuran 36B. Payudara istriku masih kencang walaupun sudah tidak muda lagi dan sudah mempunyai dua orang anak. Budi sekarang telah melepaskan lumatan di bibir istriku, sekarang dia mulai menciumi leher putih istriku. Kini mulai kudengar desahan mulut istriku takala Budi mencium lehernya, di tambah jari-jari tangan kanan Budi aktif meremas remas payudara istriku.
“Oohhhhh ..., Jaaa ... ngaaaannn  nakkkk, tolong jangaaaannnn lakukan ini, ibu mohon Bud!!! Aahhhhhh Bud, sudaaaahhhh laaahhhh,  awwwwwhhhh .... “, lenguh istriku terputus putus karena kebimbangan antara menikmati atau menyudahi pemainan anak kurang ajar ini.  


Budi
Bibir Budi pun sekarang mulai bergerak turun, tidak hanya dileher, tetapi mulai menelusuri bagian dada istriku. Lereng bukit kembar istriku tidak luput dari ciuman dan kecupan-kecupan halus. Belahan payudara istriku tidak luput dari sapuan bibir kecilnya. Reaksi istriku bukannya menolak atau menjauhkan wajah dan kepala Budi, namun seolah membiarkan apa yang dilakukan oleh Budi.Jari-jari tangan Budi, mulai menyusup ke balik BH putih istriku, tak lupa jari itu meremas-remasnya benda kenyal yang tergantung indah di dada istriku. Dengan gerakan perlahan 

dan lembut, Budi menurunkan tali BH istriku baik kiri dan kanan, dan dengan gerakan yang sedemikian pelannya akhirnya tali BH itu turun dari pudaknya dan sekarang jatuh di lengan kiri dan kanan istriku. Dan dengan tetap kelembutannya Budi membuka cup BH putih itu dan bullll! bullll! kiri dan kanan payudara istriku terpampang cukup jelas dan menantang. Memang kuakui, walau tidak muda lagi, namun bentuk payudara istriku tidak menggantung seperti kebanyakan ibu-bu rumah tangga lainnya. Tetapi masih cukup kencang, padat dan urat-urat biru cukup jelas terlihat. Bentuk putingnya tidak hitam, tetapi warnanya merah hati, begitu juga  lingkaran disekeliling puting susunya juga berwarna merah hati. Puting susu istriku lumayan besar, seukuran ibu jari orang dewasa. Aku yang bersembunyi di atas loteng terus memperhatikan perilaku Budi, bocah perusia 13 tahun itu semakin tegang. Apalagi di bawah sana istriku mulai terdenger desahan-desahannya.
“Oohhhhh .... Budddddd, Jaaa jjaaaannnggaaannn  Buddddd .. 

awww.....saadarr lahhh nakkkk, Janggannn lakukan inniii ...” Istriku terus merintih dan memohon agar Budi menghentikan aksi-aksinya.
Namun aksi Budi terus berlanjut, bibir Budi sudah mendekat ke puting susu istriku dan suuppp, puting susu istriku diemut-emut oleh Budi. Selanjutnya istriku semakin merintih rintih.
“Awwwhhhh Bud ... sudaahhh lahhh nakkkkk, Cuukupp, .... hentikan, sadarlah nak, nanti dilihat Rio. Hmmnghhh Awwwwhhhh Bud “. lenguhan istriku berusaha menghentikan perbuatan pemuda ini walau lebih terlihat seperti rancau kenikmatan.

“Bu, Budi cuma ingin tahu saja apakah masih ada air susunya apa ngga.” balas Budi sambil terus mengenyot gemas payudara istriku.
“Bud, Ibu sedang tidak mempunyai adik bayi jadi tidak ada air susunya. Jadi sudahla nak, ibu takut dilihat oleh anak-anak ibu dan dilihat oleh orang” ujar istriku.
“Tapi Bu, Budi ingin merasakannya saja, Budi mohon Bu “, ucap Budi sambil memilin milin dada istriku yang bebas dari emutan nakalnya.
“Oooohhhh Bud,  Ibu takut nak  ... eemnghhh”ujar istriku di sertai lenguhan panjang.
Dan akhirnya istriku tidak dapat berbuat banyak selain membiarkan aksi Budi dikedua payudaranya. Kiri dan kanan payudara istriku diemut dan diremas-remas oleh jari tangan Budi, dam desahan  serta rintihan dari mulut istriku terus terdengar halus. Sepertinya jari tangan Budi mulai merambat turun, kalau tadi masih meremas-remas payudara istriku yang sangat kencang itu, kini mulai menyusuri bagian perut istriku. Walau masih terbalut daster yang tergantung di kedua lengannya, tetapi terlihat dari luar daster, perut istriku sedikit rata tidak seperti ibu-ibu lainnya Jari-jari tangan Budi terus turun dan turun, hingga sekarang jari tangan Budi sudah berada di pangkal paha bagian luar istriku. Sambil tetap mengemut-emut payudara istriku, Tangan kanan nya ikut aktif mengelus-elus paha putih istriku. Elusan-elusan lembut jari-jari tangan Budi, membuat tubuh istriku bergerak-gerak dan mengelinjang seperti cacing kepanasan. Entah itu kegelian atau ada perasaan lain, namun akibat elusan itu mau tidak mau daster bawah istriku mulai naik ke atas. Aku yang melihat dari atas bertambah tegang, tak kusangka temannya Rio bisa sepandai dan seliar dari apa yang kubayangkan. Istriku bertambah gelisah dan merintih.
“sudahhhhhh cuuukkkppp  hentikan nakk ...  kita sudah terlalu jauh ...Ingat nakkkk! saddaaaarrrr Awwhhhh” rancauan istriku akibat permainan liar Budi.
Budi seperti tidak memperdulikan rintihan dan permohonan memelas istriku. Jari-jari tangannya terus mengelus-ngelus paha istriku,baik kiri dan kanan. Bagian luar dan dalam pun tidak luput dari jamahan jari-jari Budi. Jari-jari tangan Budi, terus dengan intense mengelus bagian luar dan bagian dalam, hingga waktu jarinya masuk kebagian dalam paha istriku. Tangannya pun ikut terus merambat naik dan masuk ke bagian dalam, hal itu membuat buat istriku terus memohon kepada Budi.


“ampun Bud” ...... Jangan  nak, hentikannnnn ... sudahhh, cukup ... hentikaaann, ooohhhhh ... Bud ... Budi sudahlah nak ... Iiiiiiihhhhhh” jerit istriku dengan lirih.
Teriakan kecil istriku memang sangat kecil, Sebab istriku mungkin sadar atau takut perbuatan merekaakan  terdengar ke tetangga kiri dan kanan rumah kami, dan juga takut akan membangunkan anak-anakku yang sedang tertidur pulas. Tubuhnya bergerak gerak kekiri dan kanan kadang pinggulnya terkadang keatas. Rasa geli dan perasaan lain mungkin melanda dirinya. Tetapi sejauh ini tidak ada usaha untuk menjauhkan diri atau lari dari kenakalan Budi. Hal ini bisa aku mengerti, disamping tangan kiri Budi masih merangkul bahu istriku, belum lagi mulut Budi tidak henti hentinya mengisap-isap puting susu istriku, ditambah jari-jari tangan kanan Budi bergerilya di bagian bawa daster istriku. Entah apa yang ada di dalam diri istriku, jika tadi gerakannya tubuh agak keras, kini mulai agak tenang. Gerakan kedua pahanya yang tadi kuat menjepit tangan Budi agar tidak terlalu jauh masuk ke dalam pangkal pahanya. Namun sekarang sedikit melonggar,  bahkan mulai mengikuti apa yang dilakukan oleh Budi, ketika menggerakan tangannya melebarkan paha kiri atau kanan istriku. Semakin terbuka kedua belah paha istriku, semakin tampak secarik kain putih yang melekat di antara kedua paha bagian atas istriku.
Jari-jari tangan Budi terus merambat naik dan naik, kemudian tak lupa mengelus-elus kedua paha bagian dalam istriku kiri dan kanan. Dan kembali lagi jari-jari tangan Budi bergerak naik hingga menyentuh celana dalam warna putih bagian atasnya. Di bagian atas celana dalam istriku jari-jari Budi semakin berani bergerilya. Kadang ke samping kiri dan kanan kadang keatas perut, kadang kembali lagi ke bagian atas celana dalam istriku. Dalam balik celana dalam warna putih istriku, terdapat rimbunan rumput warna hitam lebat nan keriting. Jari tangan Budi, kembali bergerak-gerak dan kini jari itu mulai menelusuri kebagian bawa celana dalam istriku. Sambil bergerak jari-jari Budi, mengusap dan menekan bagian tengah selangkangannya. Dibagian itu jari Budi berputar-putar lembut, hingga istriku kembali merintih dan mendesah sambil pinggulnya diangkat seperti kegelian.
“Oooohhhhh. ... Budi ... Sudaaaahhhh Bud ...jangan terlalu jauh Bud, ibu malu, Bud kalau ada yang merlihat, aduuuuuuhhhh “ ........ Ibu mohon nakkkkk...hentikan.” Rancauan istriku yang membuatku sedikit geram, namun sedikit membuat diriku merasakansuatu sensasi yang seharusnya tak kurasakan saat melihat istriku di gauli orang lain.  


###################
Suara hati Budi 

“Ya ... ampun  sungguh kegilaanku  ini sudah terlalu jauh, Tapi kenapa aku terus melakukan ini, Tapiiiiiii... Aahhhhhhh ... aku hanya menuruti kata hatiku dan pikiran saja. Sungguh aku tidak membayangkan dapat berbuat seperti ini, tapi sebagai seorang  laki-laki, aku perlu tau apa itu perempuan, tentang sifatnya, tentang, kemauannya, tentang rahasia dirinya, apalagi tentang bagian-bagian perempuan yang belum pernah aku bayangkan bahkan ku sentuh selama ini.” ujar hati kecilku yang saat ini sedang berkecamuk “Ibu Afreny ini, sungguh sama sekali tak kusangka selain cantik, tubuhnya memang indah, kulitnya halus dan kencang walau sudah berusia dan punya anak dua. Tanganku sedari tadi menelusuri tengah-tengah bagian luar celana dalam Ibu Afreny. Aku baru merasakan kehalusan kulit Ibu Afreny.” kataku mengagumi kemolekan tubuh moleh seorang ibu rumahtangga yang sedang kugauli.
 “Gila bener ini! Aku jadi gemeteran  melakukan ini! tadi Ibu Afreny berkali-kali memohon untuk kuhentikan perbuatanku terlarang ini. Tapi rasanya aku tidak bisa melakukan itu, sebab aku sudah merasakan hal yang lain yakni gairah seorang lelaki muda, yang pingin tahu hal-hal yang berbau sex. Apalagi kesempatan ini baru aku alami sekarang.” bisikan jahat dalam pikiran nya untuk membenarkan perbuatan nya ini.
Jari-jariku pingin tahu dan pingin menelusuri apa yang ada di dalam celana dalam warna putih milik Ibu Afreny, Ibu sahabatku Rio. Pelan-pelan sekali aku mengusap-usap belahan tengah celana dalam Ibu Afreny, lalu jariku bergerak naik. Aku merasakan halus dan empuknya bagian atas celana dalam seorang wanita,. sepertinya dibagian itu sama seperti punya aku. Rambut hitam yang selalu tumbuh disetiap kemaluan baik perempuan dan lelaki. Sepertinya rambut milik Ibu Afreny sangat lebat sekali. Membuatku makin aku penasaran, aku naikan jari tanganku keatas dan pas dikaret celana dalam warna putih itu, aku selipkan kelima jari-jari ku. Aku semakin gemetar manakala aku merasakan lembut dan lebatnya rambut hitam milik Ibu Afreny. Ibu Afreny menggerakan pinggulnya,  entah karena apa aku pun tak mengerti. Aku teruskan saja sambil ku usap-usap,  terus turun lagi hingga menyentuh daerah yang paling dicari oleh lelaki, terutama aku yang baru pertama kali menyetuh daerah itu. Aku merasakan vagina Ibu Afreny hangat dan sedikit terasa licin. Licin karena apa aku kurang paham. Namun aku terus saja meraba-raba vagina Ibu Afreny. Ibu Afreny semakin merintih dan mendesah, sehingga membuat ku bimbang rntah memang karena ingin aku berhenti atau memang ingin aku terus melakukan hal ini. Jari-jariku semakin sering aku gerak-gerakan  naik dan turun, aku merasakan bertambah licin daerah vagina Ibu Afreny. Tanpa aku sadari sedari tadi. batang penisku sudah lama tegak berdiri, dan membuat aku kurang nyaman karena terjepit oleh celana pendekku. Karena merasa sakit dan kurang nyaman aku terpaksa melepaskan elusan dan rabaan terhadap vagina Ibu Afreny. Dan jari tanganku keluar dari celana dalam Ibu Afreny, lalu aku langsung membenarkan letak posisi batang penisku.  Karena aku merasa masih kurang nyaman juga, maka akhirnya kukeluarkan batang penisku dari dalam celana pendek dan kolor warna putih yang aku pakai ini. Dan bulll! Keluarlah batang penisku dengan tegak bagaikan tonggak kayu dan membuat sedikit agak legah.


#########################
Lain hal dengan Bud, ternyata apa yang dikeluarkan oleh Budi dari celana pendeknya, membuat aku yang sedang mengintip dari atas loteng sedikit tercengang dan berkata dalam hati “ Gilllaaaaa !!!!”, 
“Sungguh tidak kupercaya kalau tidak melihat dengan mata kepala kusendiri! Ternyata temannya Rio itu memiliki penis yang melebihi penis ukuran orang dewasa termasuk diriku!” ujarku dalam hati karena sedikit shock.
Sungguh manusia ini banyak keanehan, anak berusia 13 tahun mempunyai penis sebesar dan sepanjang itu. Mungkin panjang penis anak itu  kira-kira 20 cm. Dan bulat lingkarannya  kalau diukur dengan cm bisa mencapai 13 cm lebih, suatu hal yang tidak masuk akan tapi betul-betul nyata! Penis anak itu masih tegak berdiri dengan kepalanya berwarna pink mengkilat, di bawah batang penis baru ditumbuhi oleh rambut-rambut hitam yang masih tipis. Aku takjub dengan apa yang kulihat dan masih terasa belum percaya, sambil terus memperhatikan gerak-gerik dan apa yang di lakukan Budi terhadap istriku. Budi kembali memasukan jari-jarinya ke dalam celana dalam putih istriku, Istriku kembali dibuat gelagapan. Terkadang pahanya mengatub menjepit tangan Budi, kadang juga terbuka seperti memberikan jalan buat Budi agar terus menjamah vagina istriku. Jari-jari Budi semakin sering meraba-raba vagina istriku. Dan kuperhatikan sepertinya jari-jari tangan Budi bergerak kebelakang pinggul istriku. Di sana dia meremas-remas pinggul bulat istriku. Sambil meremas-remas,  Budi menurunkan karet celana dalam istriku bagian belakang hingga turun ke bawah pinggulnya. Di bagian atas mulut Budi masih menyedot-nyedot puting susu istriku dengan lahapnya. Kadang mencium leher istriku serta kembali melumat bibir istriku. Di bawah sana jari tangan Budi sudah mengalihkan tanganya ke pinggul sebelah kanan istriku. Rupanya Budi berusaha menurunkan celana dalam istriku, karena bagian belakang celana dalam istriku sudah turun ke bawa pinggulnya. Dengan gerakan pelan tapi pasti akhirnya karet celana dalam sebelah kanan istriku turun juga dari atas pinggangnya. Namun tidak terlalu turun masih nyangkut di pinggul sebelah kanannya. Akan tetapi dengan hanya turun baru sebatas bawa selangkangannya istriku, sudah tanpak jelas bukit kemaluan istriku yang ditumbuhi rambut hitam yang lebat. Saking lebatnya kurang lebih tiga centi dibawa pusar, rambut hitam kemaluan istriku menyetuh pusarnya.

Budi mencium bibir istriku dengan lembut dan mesra. istriku seolah menyambut dengan hangat kecupan dan lumatan bibir Budi. Diselingi remasan terhadap payudara istriku kiri dan kanan, lalu tangan Budi bergerak turun dan kembali menyusup diantara kedua belah paha putih istriku dan langsung menyetuh bukit kemaluan istriku. Kulihat jam menunjukan pukul 14.00 wib, dibawa sana dua anak manusia berbeda usia terus melakukan aktifitas yang seharus tak lazim. Kulihat kini Budi menghentikan aktifitas tangan kanannya dibawa selangkangan istriku, terus tangannya membelai-belai rambut hitam istriku bahkan pipi mulusnya. Kemudian tak lupa pipi kening dan bibir istriku diciumnya dengan mesra. 
Lalu kudengar Budi berkata dengan pelan, “Bu ...”
“ iyahh Bud, Ada apa ?“ sahut Afreny sambil  mendesah lembut.
“Kita ke kamar depan yuk' Bu.“jawab Budi sambil asik menjamahi tubuh molek istriku.
“Kenapa kamar depan Bud? “ tanya Afreny pelan.
“Takut kalau-kalau Icak dan Rio bangun Bu “, ujarnya sedikit terputus karena menyupangi leher jenjang istriku, “Makanya kita ke sana saja ya Bu.“ lanjutnya sambil mengajak Afreny.
“ jangan nak,  tidak usah dilanjutkan lagi!“ pinta Afreny lembut sambil menahan lenguhan kenikmatan yang ia rasakan. “Cukuplah ya Bud “, sambung istriku untuk membujuk Budi menghentikan permainan ini, walau dari dalam lubuk hati istriku ini secara jujur dan gamblang  ia menikmati betapa mendebarkan dan mengasyikan-nya hubungan terlarang ini. 
“Gak apa-apa kok Bu “sahut Budi sambil mengelus dan mengecup lembut pipi Afreny.
“Jangan nak, Ibu sekarang sudah merasa bersalah dan berdosa “,
“Ibu takut . apa yang barusan tadi dilihat oleh orang”,
“Ayo' lah Bu “ bujuk budi sambil dengan pelan dan penuh kasih sayang Budi meraih dan menarik lengan istriku Afreny untuk beranjak dari sofa yang dia duduki.dan berbeda dari kalimat penolakan yang ia lontarkan sejak awal, tubuh istriku ternyata lebih jujur dan beranjak dari sofa yang didudukinya mengikuti bujuk rayu jejaka yang umurnya terpaut 20 tahun itu seperti kerbau yang dicolok hidungnya.

Dalam kondisi baju daster bagian atas sudah melorot sampai ke lengan kiri dan kanan bersamaan dengan tali BH putihnya ikut melorot ke lengannya, Belum lagi bagian bawah dasternya yang naik ke atas pinggang sehingga celana dalam warna putih yang dikenakan istriku tadi juga sudah melorot kebawa pas dibawa pinggulnya atau bagian depan sudah dibawa pangkal pahanya, Budi merangkul mesra istriku layak nya pasangan pengantin baru menuju kamar depan yang berukuran 3 x3 meter. Sambil kepala istriku bersandar di pundak Budi akhirnya keduanya masuk ke kamar depan dan kliikkkk ... akhirnya kamar itu dkunci dari dalam oleh pasangan yang sedang dilanda birahi itu. Aku pun mengendap-endap seperti maling merangkak menelusuri loteng rumahku sendiri  berpindah posisi menuju kamar maksiat itu. Sebenernya kamar depan jarang dipakai, hanya untuk tamu atau family yang datang saja, sebab loteng plafon yang terbuat dari bahan triplek juga banyak yang rusak dan ada bolong-bolongnya, sehingga dari atas cukup jelas sekali apalagi pintu jendela menghadap ke arah matahari terbenam yang sinarnya cukup terang sekali. Di dalam kamar itu terdapat satu buah springbed ukuran 2x2 tidak memakai tiang dengan satu buah bantal guling dan bantal tidur.Jadi langsung diletakan saja di lantai kadang kamar itu dipakai oleh Budi tidur bila menginap di rumahku. Budi dan istriku mendekati springbed itu, kemudian mereka berdua berhenti. Budi  memutar tubuh istriku hingga keduanya saling berhadapan. Lalu dengan lembut dan mesranya Budi berbisik,
“Buuuu ... Buuuuu ... Buuddii sayang Ibu “ bisik bocah itu dengan gemetaran.
“Ibu tau nak “ jawab istriku.
Dan tiba tiba saja istriku berubah drastis, dengan pengalaman yang ia miliki ia memeluk dan mencium bibir Budi dengan mesra untuk mengusir kegugupan perjakanya itu.


#########################
Suara hati Afreny

“Oh Tuhan apa yang kulakukan, dan mengapa bisa  berakhir seperti ini. Sebari tadi aku berusaha  memegang teguh janji perkawinanku dengan mas  Erlan ... tetapi kini aku malah mencumbui anak ini.” 
Aku merasakan secara perlahan tangan Budi meraih pinggangku. Dan aku sadar bahwa celana dalamku sudah melorot ke bawa pinggulku. Ini akibat tangan nakal Budi yang kubiarkan bebas bergerilya. Akupun bingung kok bisa-bisanya anak itu berbuat nekad seperti ini, padahal usianya masih muda baru 13 tahun, tetapi hal-hal yang hanya di ketahui  oleh orang dewasa seperti ini ia sudah dapat  mengerti. Aku juga heran sampai saat ini aku sepertinya tidak bisa berbuat banyak dan seolah ada perasaan lain pada anak ini. Kini tubuhku sudah sedikit merapat ke tubuh Budi dan ketika itu ada sesuatu yang membuatku sedikit bergetar, dan getaran tersebut adalah getaran getaran yang telah sudah sejak lama tak kurasakan bahkan tidak pernah kurasakan sama sekali saat bersama suamiku.  Aku merasakan ada yang mengganjal di bawah daerah kemaluanku. Benda yang mengganjal di bawah pusarku paling bawa terasa sekali, menyentuh nyentuh daerah kemaluanku. Budi semakin menarik pinggulku ke arah tubuhnya, dan benda itu semakin kuat mengganjal bahkan menyodok daerah kemaluanku. Aku dapat menduga benda itu adalah batang penis Budi yang sudah menegang dan sangat keras sekali. Tapi entahlah apakah memang benar benda itu bantang penisnya Budi yang mengganjal di daerah kemaluan, apakah ada sesuatu yang disimpan Budi di kantong celananya. Kami masih saling lumat bibir, tidak hanya itu Budi berusaha melepas dasterku yang sudah jatuh di kedua lenganku. Tidak sulit bagi Budi untuk melepaskannya karena dengan pelan dia menurunkan kedua tangaku dan menurunkan secara perlahan dan terus melewati kedua  jari tanganku, kemudian terus diturunkan lagi melewati pinggulku, terus dilepaskan saja oleh Budi hingga jatuh di kedua kakiku.

Sekarang kini hanya tinggal BH dan celana dalam putihku yang masih melekat, itupun sudah  tak sempurna lagi. Tali BH-ku  sudah jatuh kedua lenganku, sedangkan cupnya berukuran 36B sudah terbuka yang menampakan keindahan payudaraku. Rasa malupun mulai menyelimuti diriku, di hadapan anak yang baru berusia 13 tahun ini aku seperti bahan mainannya. Walau sebenarnya anak ini seusia dengan anakku Rio, yang kadang sering melihatku telanjang dada bahkan telanjang bulat di kamar ketika selesai mandi.
Namun dalam keadaan seperti ini rasa kuatir dan was-was dan malu muncul, maklum aku sebagai seorang perempuan bahkan seorang ibu tidak pantas diperlakukan seperti ini. Itu semua hanyalah pikiranku saja, tapi ternyata berbeda dari apa yang kuhadapi.
Budi menatapku dengan tatapan penuh arti, tatapan sebuah permintaan, dan tatapan birahi seorang anak yang baru beranjak remaja. Lalu Budi juga membuka baju kaosnya dengan sangat cepat sekali, aku hanya menatap wajahnya dengan penuh kecemasan, aku tidak mengetahui kapan dia membuka celana pendeknya, yang kutahu tiba-tiba Budi meraih pinggulku dirapatkannya ke tubuhnya sambil meremas-remas pinggulku.
Kembali aku merasakan benda tumpul menyodok daerah kemaluanku. Akupun berciuman kembali dengan Budi tidak hanya itu Budi telah berhasil melepaskan pengait BH ku. Dan BH ku dilepaskannya dari kedua belah tanganku. Kemudian aku berbicara pelan kepada Budi, 
“Kenapa kamu berperilaku seperti ini nak ?“.ujarku sambil menatap dalam matanya yang terlihat memang agak gugup “Tidak kau merasa takut apa yang akan kamu lakukan ?“.
Kulihat tampaknya Budi hanya diam, tidak menjawab pertanyaanku dan mengalihkan pandangannya dari tatapanku. Aku pegang bahunya, dan ia menatapku sembari membelai pipiku. Perasaanku tidak menentu, tiba-tiba aku memeluknya dengan erat. Lalu aku rasakan celana dalamku terasa pelan-pelan melorot turun dan terus turun ke bawah hingga jatuh di bawa kakiku seperti halnya baju dasterku. Aku semakin erat memeluknya  tidak hanya itu sambil meraba, Budi menekankan pinggulku ke arahnya hingga terasa sekali benda yang dari tadi mengganjal itu tidak lain batang penisnya yang sudah semakin tegang. Itu kutahu karena ketika berpelukan, tanganku sedikit turun ke pinggul Budi dan tak ditemukan lagi kolor yang melekat di pinggulnya.

Kini aku dan Budi sudah sama-sama telanjang bulat dan akupun tidak dapat berkata apa lagi, karena kondisi sudah seperti ini hingga tidak dapat berbuat banyak. Apalagi sekarang tangan kanan Budi menaikan kaki kiriku ke atas springbed sehingga bagian bawah selangkangan agak terbuka. Dengan begitu batang penis Budi semakin terasa mengenai daerah vaginaku, bahkan sedikit mengenai bibir vaginaku. Aku semakin erat memeluk Budi, seperti ada kehangatan dan kenyaman dalam pelukan anak ini, getaran-getaran cinta seorang anak terhadap ibu, sebalik getaran cinta ibu terhadap anaknya. Batang penis Budi terasa hangat walau hanya menyenggol bibir luar vaginaku. Kini Budi membimbingku duduk di pinggir springbad, setelah duduk kami saling berpandangan dengan mesra. Kemudian Budi mengecup keningku, terasa sekali sentuhan lembut penuh kasih sayang diberikan anak ini.Sekilas aku melihat batang penis Budi yang tegang berdiri, Aku tercekat kaget dibuatnya. Astaga ... Penis Budi ... bisa sebesar dan sepanjang ini !? Apakah aku bermimpi? Aku tidak tahu ukurannya tapi yang jelas aku merasa ngeri, dan tiba-tiba aku memeluk Budi dengan erat sambil kepalaku kusandarkan ke bahunya. Walau gelora birahi ku sudah sampai ubun ubun, namun karena kengerian akan ukuran kemaluan anak ini akupun menjadi merasa sedikit takut dan ngeri sehingga aku berusaha untuk menghentikan permainan ini, 
“Hentikan saja ya nak  perbuatan ini. Kita sudah melampaui batas, seharusnya kita tidak melakukan perbuatan semacam ini. Seharusnya ibu memberikan pengertian kepadamu Bud, bukan menyesatkanmu dengan melakukan perbuatan tidak terpuji dan terlarang seperti ini.“ 
“Tapi Bu, rasanya sulit untuk Budi hentikan. Karena dada ini, hati ini, otak ini, telah diselimuti dirasuki perasaan yang tidak bisa dihentikan. Apalagi keinginan itu sangat kuat Bu.“ ujar Budi membantah omonganku.
“Tapi nak , kamu masih muda harus melawan hawa nafsumu “, 
“Bu Afenry, Budi mohon berikan kesempatan pertama buat Budi. Budi pingin sekali mencoba apa yang belum pernah Budi rasakan. Bolehkan Bu ? Tolonglah Bu hanya bersama Ibu saja.“ ujar Budi mengiba 
Mendengar hal tersebut sebagai seorang wanita khususnya sebagai seorang ibu hatiku menjadi luluh dibuatnya, apalagi pemuda ini memintanya dengan sopan penuh kesabaran dan kasih sayang. Tapi apakah pantas aku melakukannya ? Oooohhh apa yang mesti aku lakukan ?


Setelah mempertimbangkan baik buruknya dan apa yang dilakukan Budi selama ini, maka dengan ketulusan hatiku yang bulat, akihirnya aku mengangguk kepada Budi sambil berbisik pelan.
”Baiklah  nak , Ibu mengijinkanmu.”. Sambil tersenyum kulanjutkan  perkataan ku, ”tapi Ingat ya Bud, Hanya sekali ini saja!“ tegasku kepadanya.
Mendengar hal tersebut Budi-pun tersenyum,“ ....... Baik Bu “ ... untuk Ibu, Budi akan turuti semua  kemauan ibu.”.
Dengan senyum kekanak-kanakannya  Ia merebahkan tubuh polos ku keperaduan dengan  sangat lembut sekali, kemudian ia mengambil bantal lalu direbahkannya kepalaku ke bantal tersebut dengan lembut dan mengecup keningku dengan mesra. Sehingga kubandingkan dengan suamiku, kalau sudah ada maunya tidak bisa ditahan. Gerasa grusu saja, tanpa ada rasa sayang terhadap istri. Kalau dengan Budi terasa beda, anak ini lebih memberikan kasih sayangnya kepada seorang perempuan dan bisa menyenangkan hati perempuan seperti diriku. Sebagai seorang perempuan ada sedikit perasaan cemas, was-was, takut dan gemetaran. Maklum kalau dengan suamiku aku tidak ada getaran dan kecemasan, tetapi dengan orang lain yang belum lama kukenal perasaan semua itu muncul. Apalagi saat ini Budi berbaring disisiku kemudian dengan mesranya dia mencium dan melumat bibirku, kemudian tangannya aktif meremas-remas kedua payudaraku. Tangan itu bergerak turun dan turun menyusuri perut dan turun lagi kepinggulku sedikit diremasnya, kemudian kedepan dan tepat diatas tumpukan jerami hitam milikku yang hitam dan lebat. Aku bertambah cemas, rikuh, dan gelisah, bercampur  perasaan geli dan enak ketika Budi menyentuh daerah kemaluanku. Aku berusaha menjauhkan perasaan itu ketika  Budi sudah menyentuh bibir vaginaku. Dan akhirnya aku tidak tahan juga untuk mengeluarkan suara.
“Ooooohhhh .... Buuuuuudddddd ....sudaahh ...... iiihhh ....jnngaaaaaan dimaaaiinnnkan itu .... Ibuuuuuuuuu Budddddd....geeeeliiii..... eeeehhhhhhhh .... Enakkkkkk”, eranganku meledak terputus putus, walau aku sedikit dapat menahannya karena aku masih takut membangunkan anak anak ku atau terdengar oleh tetangga. 

Kemudian Budi mengehentikan aksinya di vaginaku. Lalu dia memandangku, aku paham maksud pandangan itu. Lalu aku mengangguk dan berbisik pelan, 
“Lakukanlah nak, hati-hati ya sayang, pelan pelan saja“  sambil kubelai wajah dan rambutnya., “Ibu takut dan ngeri ...“,
“Takut dan ngeri karena apa Bu?”, potong Budi dengan polosnya.
“Batang penismu ini sayang, diluar perkiraan Ibu.“ ujarku sambil meremas remas lembut batang  kemaluannya yang sudah siap maju ke medan tempur itu, “Besar dan panjang , Tidak seperti punya Om Erlan. Ibu  takut nanti tidak muat.“,
“Ajarin Budi ya bu, Budi belum pengalaman Bu.“ ujarnya sedikit gugup.
Aku tersenyum kepada Budi sambil berbisik aku berbicara, “Baiklah Ibu akan membimbing kamu sayang.“, jawabku sembari memberi ciuman lembut ke bibirnya, sambil tanganku masih meremas remas lembut batang kemaluan yang besar dan keras tersebut. 
“Sekarang kamu naiki tubuh Ibu”, pintaku, Budi pun menurut, dia menaiki tubuhku lalu tak lupa dia menciumku, akupun dengan mesranya memeluk tubuhnya dengan erat.
Lalu aku berbisik lagi ditelinganya, “ Sayang, sekarang kamu jongkok di kedua paha  Ibu ya.“
Ternyata Budi sudah mengerti, dia lalu mendekatkan batang penisnya ke arah bibir vaginaku. Aku sendiri mulai tegang, karena batang penis Budi di atas anak seusianya. Di samping itu hanya penis suamiku yang selalu masuk ke dalam liang vaginaku, itupun ukuran panjangnya lebih kurang 11 cm yang lingkarannya lebih kecil 9 cm. Sekarang kepala penis Budi yang sedari tadi sudah tegang, sudah menempel di bibir vaginaku.
Aku turut membantu Budi dengan sedikit melebarkan kedua pahaku, sehingga lubang vaginaku sedikit membuka. Dan baru aku sadari kalau sedari tadi ternyata di sekitar bibir vaginaku telah mengalir cairan kewanitaan ku sendiri, sehingga daerah sekitar vaginaku menjadi licin, dan mempermudah penis jumbo itu masuk ke liang kenikmatanku. Kepala penis Budi sudah mulai memasuki belahan vaginaku. Ada perasaan nyeri di sekitar vaginaku, sebab kepala penis Budi yang besar berusaha menyeruak masuk kedalam lubang vaginaku. Sehingga membuatku merintik rintih kesakitan segaligus keenakan karenanya

“Aduh Buddddd besarr sekaliiii, pelannnn sayangggggg ......ibu merasa nyeri nih...aiiihhhh begituuuu sayangghhhhh enakkkkkkkk.“, rancauanku akibat perbuatan Budi.
Kepala penis Budi terjepit di muara lubang vaginaku, akupun semakin merintih, merancau, dan sekaligur mengajari perjakaku ini bagaimana caranya memuaskan seorang wanita dengan penis besar dan nikmat yang dimilikinya itu. Kepala penis dan batang penis Budi terus menyeruak masuk secenti demi secenti, semakin bergerak masuk semakin otot vaginaku semakin menegang. Budi berusaha terus memasukan batang penisnya ke dalam lubang vaginaku. Akhirnya Budi baru menemukan teknik untuk memasukan batang ajaib miliknya itu di dalam liang vaginaku. Dia memaju mundurkan batang penisnya secara perlahan. Dengan begitu batang penisnya yang besar itu mulai bertambah dalam masuk. Kalau tadi baru seperempat saja, sekarang sudah setengahnya. Makin intense Budi memaju mundurkan batang penisnya, makin lama makin masuk batang penisnya. Usaha Budi ternyata membuahkan hasil dan dengan sekali genjotan saja batang penis Budi yang tinggal 2 centi akhirnya masuk semua, bersamaan dengan itu aku menjerit-jerit kenikmatan dan kurangkulkan tanganku ke leher kekasih mudaku ini sambil memberikan kecupan selamat ke pipinya. Aku terdiam, begitu juga Budi. tidak beberapa lama rupanya Budi sudah paham apa yang dia lakukan.Dia mulai memaju mundurkan batang penisnya di dalam liang vaginaku. Walau terasa sakit dan ngilu, aku berusaha tahan karena aku tidak ingin mengecewakan anak ini. Dan lambat laun, rasa perih dan ngilu tadi berubah menjadi enak dan nikmat, tak kubayangkan walau tubuh anak ini kecil, tetapi mempunyai senjata yang besar yang kini membuatku menikmatinya. Tidak dapat kubayangkan juga kalau batang penis Budi yang besar dapat ditampung oleh liang vaginaku. Aku berusaha mengimbangi goyangan dan maju mundurnya batang penis Budi dengan memutar mutar pinggulku hingga mengangkat pantatku.
“Ooohhhh ..... Gilaaaa Kamu  ... saaayanghhhh ...ibu gak sanggupp....ampun sayang...uuhhhh ...ohhh... nikmathhhh”, pekikku sembari menciumi bibir pengantin sehariku ini dengan penuh nafsu.

Goyongan dan kocokan batang penis Budi, tak terasa sudah mencapai 30 menit. Aku merasakan ada letupan kecil di dalam liang vaginaku, Badanku seperti tegang dan urat sarafku seperti mengencang, persendianku seolah mau lepas, dan ooughh !! Aku rasanya tidak sanggup lagi, ada sesuatu yang kuat sepertinya akan keluar dari tubuhku, kedutan-kedutan kuat dari dalam liang vaginaku. Dan ...
“awwwhhhhhhh sayanghhhhhhhhhh ....”, pekikku panjang dan tubuhku melenting ke atas  dengan pinggul terangkat lalu
Seeeeerrrrr....serrrrrr...suara cipratan cairan orgasmeku yang menyembur keluar seperti ledakan gunung berapi, 
“Ammmpunnnnn ...saaaaayyyyy ibu ...keluarrrrr...oooohhhh“ .
Kujepit pinggul Budi kuat-kuat dengan kedua pahaku. Dan kupeluk tubuhnya dengan eratnya. Tubuhku lemas, tapi Budi masih juga menggoyangkan pinggulnya, sebab batang kenikmatan-nya masih keras dan menancap di lubang vaginaku. Budi belum juga mencapai orgasme, aku akan membantunya mencapai orgame dan dengan menyemangatinya Budi terus mengocok batang penisnya. Aku menyuruh Budi memelukku dan kusuruh dia berbalik dan gantian dia yang tidur terlentang tanpa melepaskan bantang penisnya yang masih menancap di liang vaginaku. Budipun menurut, ketika dia terlentang sekarang aku yang aktif menggoyangkan pinggulku sehingga batang penisnya semakin terasa masuk di dalam liang vaginaku. Gerakan pinggul semakin kencang tiba-tiba Budi  mengerang.
“ Oooohhhhhhh Buuuuu ...  Budddiii mau kencinggggggg ... Buuuu ... “
“Kecinglah sayang,  kencinglah di dalam lobang vagina ibu sayang.“, ucapku sambil kucondongkan badanku ke depan dan memeluk tubuhnya sembari kutunganggi batang penisnya yang besar dan perkasa itu. 
Dan tiba-tibas aja, budi merangkul badanku erat seakan tidak akan meloloskanku kemana-mana dan menghujamkan batang kenikmatannyadengan hebat ke vaginaku. 
Dan...crotttttt....crottttt... crotttt, senjata  Budi memberondongkan air maninya ke dalam rahimku dengan banyak, sambil tangannya menekan pantatku kuat-kuat. 

Akupun secara bersamaan orgasme yang kedua kalinya. Lalu aku jatuh di dada anak itu, kemudian tangan Budi memelukku dengan erat, akupun begitu memeluknya dengan erat sambil memejamkan mataku. Dalam keterpejamanku aku meresapi dan menikmati pengalaman pertamaku bersama seorang anak berusia 13 tahun, sahabat anakku Rio. Walau Budi masih muda belia, tetapi dia sudah memberikan kenikmatan dan kepuasan terhadapku. Akupun tadinya hanya berharap Budi sebagai teman akrab anakku, sekarang malah menjadi teman bercintaku.
“Ohhhh...  kau harapanku segalanya. Akankah ini harus terus berlanjut selamanya...entahlah“ desah hatiku.
Kurasakan tangan Budi mengelus punggungku. Akupun merasa nyaman dalam pelukan anak ini, kendati aku kuatir berat tubuhku lebih berat dari tubuhnya tetapi Budi tidak merasakan itu. Lalu tangannya sesekali meremas-remas pantatku.
“Bu...”, bisik Budi halus 
“Iya sayang ... ada apa sayangku?” balasku lirih karena barukali ini aku merasakan orgasme sehebat itu, bahkan multi orgasme hebat seperti itu  sambil mendekap terus lembut tubuhnya.
“Terima kasih ya Bu atas pengalaman pertama diajarkan pada Budi.”, ucapnya sambil menatap  diriku dengan penuh arti. 
Aku tersenyum menatap mata anak ini yang masih di bawah tubuhku.
 “Iya nak , Budi harus janji tidak menceritakan persetubuhan kita berdua kepada siapapun ya!“,
“Budi janji Bu  akan merahasiakan ini.”
“Terima kasih anakku, sayangku”, ujarku dengan mesra sambil mengecup bibir Budi .
“Ngomong-ngomong sayang, kenapa kamu ingin menyetubuhi Ibu? Padahal kamu sahabat Rio.”, tanyaku karena tiba tiba saja pertanyaanku terngiang di kepalaku. 
“Entahlah Bu, Budi tiba-tiba saja pingin menyetubuhi Ibu.”,jawab Budi sekenanya. 
“Pasti kamu suka baca sesuatu atau nonton film dewasa ya!“ selidiku dan dijawab dangan anggukannya dengan malu-malu.
Aku mengusap-usap rambutnya, “Pantesan kamu ngebet bange. Udah ya jangan sering-sering nonton dan baca hal begituan, ingat sekolah kamu ya nak.“,  pintaku menasehatinya, kali ini sebagai seorang ibu kepada anaknya, bukan sebagai seorang wanita yang telah diberikan kepuasan dan kenikmatan biologis dari seorang lelaki.

“Iya... Bu”, tukas  Budi dengan  sedikit kecewa.
“hemh”, balasku singkat sekedar mengiyakan perkataannya, dan menghiraukan kekecewaan pemuda ini.
“Tapi Bu kalau Budi ingin lagi gimana ?”, celetuknya sambil meringis. 
“Nahhhh kan kamu sudah janji hanya sekali saja kan ?”, balasku dengan mengingatkan perjanjian  yang kami buat tadi.
“Tapi kalau kebelet gimana dong Bu “, ujarnya lagi karena tak mau kalah begitu saja.
Aku pun tersenyum dan  mencium bibir mungilnya, “Ya sudahlah” ..... masalah itu nanti kita bicarakan lagi.
“ ngomong ngomong sayang,  apakah kamu merasa puas  ?”. tanyaku untuk mengalihkan topik pembicaraan kami.
“Ya Bu ....  Budi puas sekali, Ibu bagaimana?”, balasnya sambil melontarkan pertanyaan yang sama kepadaku sembari tangannya dengan lembut membelai belai kepalaku yang kini tertidur lemas di atas badannya.
“Hmmmmmm  ... Ibu lebih dari itu sayang dan sulit Ibu ceritakan.” jawabku sambil kepalaku tiduran di dada Budi.
Kupemejamkan mataku dan memeluk erat tubuh Budi. Kelamin kami masih menyatu, aku seolah tidak mau melepaskan tubuh anak ini, biarlah batang penis anak ini berlama-lama di liang vaginaku dan sepertinya batang penis anak ini belum mengecil juga. Kamipun tertidur bersama, dalam pelukan kehangatan penuh birahi sehabis berpacu mengarungi lembah kenikmatan. Entah Jam berapa kami tertidur dengan mimpi indah kami berdua.