Selasa, 25 Agustus 2015

Ranjang yang Ternoda 6

BAGIAN ENAM
PERAWAN & PRIA TUA
Oleh Pujangga Binal & Friends
Dina sangat kaget, ia tidak menyangka ternyata sejak awal suaminya berada di dalam ruangan tempat ia melayani nafsu dua bos tua yang penuh nafsu terkutuk. Ibu muda yang cantik itu sama sekali tak mengira, Pak Pramono tega melakukannya.
Anton ternyata berada di dalam 


ruangan kantor Pak Pramono sepanjang hari ini. Ia bisa mendengar dengan jelas dan melihat bayangan Dina dari balik kelambu tempatnya disembunyikan dengan badan terikat dan mulut tersumpal. Suami Dina itu bisa melihat tubuh sang istri dipermainkan dengan buas oleh dua lelaki tua yang haus seks, perasaan Anton hancur melihat istrinya menderita, apalagi semua ini terjadi karena ulahnya yang menggunakan aset kantor. Ia tak mengira sama sekali perbuatannya yang merugikan perusahaan tertangkap basah dan berdampak langsung pada kehancuran kehidupan rumah tangga Anton dan Dina.
Dina mengusap pipinya yang basah oleh air mata, ia tidak menduga akan bertemu Anton dalam situasi seperti ini. Entah kenapa, Dina merasa malu dan berusaha menutup ketelanjangannya dari tatapan nanar mata Anton yang menyala penuh kebencian. Kedua tangan Dina bergerak menutup dada dan selangkangannya, walaupun usaha itu tentunya tak berhasil. Sementara itu, dua sosok lain yang juga telanjang, Pak Bambang dan Pak Pramono tertawa melihat Anton yang terikat erat di kursi tak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan istrinya.
Sambil bermain-main, Pak Pram merenggut tangan Dina dan membimbingnya ke arah kemaluannya yang kembali menegang. Dengan gerakan berulang, didorongnya tangan Dina naik turun mengocok kemaluannya. Mulusnya tangan Dina membuat Pak Pramono kembali terangsang, penis itu membesar dan ukurannya membuat Anton terbelalak takjub. Dina menggelengkan kepala dan merintih memohon ampun dengan air mata menetes. Tidak ada seorangpun yang akan percaya, ia – seorang ibu muda yang alim – sedang mengocok kemaluan pria lain di hadapan suaminya. Tetesan air mata Dina deras menuruni wajah membasahi lantai. Hebatnya, setelah berkali-kali menegang hari ini, Pak Pram tidak menunjukkan tanda-tanda kecapaian, malah kemaluannya kembali menegang menantang usai dikocok perlahan oleh jari-jari lentik Dina.
Pak Pramono menjambak rambut Dina agar kepala perempuan jelita itu tak bergerak kemana-mana. Dengan nakal Pak Pram mengoleskan ujung gundul kemaluannya ke mulut Dina dan menggesekkannya di pipi, mata dan hidung istri Anton itu. Dina tahu apa maksud Pak Pram, dengan terpaksa ibu muda dua anak itu membuka mulut. Tanpa menunggu aba-aba, Pak Pram langsung melesakkan penisnya yang besar menjejal masuk ke mulut Dina. Anton terbelalak melihat kemaluan Pak Pram yang besar dan panjang bisa masuk ke mulut Dina, ia bisa membayangkan penderitaan sang istri yang harus membuka mulutnya lebar-lebar agar benda itu bisa masuk.
Ada sensasi aneh melihat seorang suami berada dalam posisi tak berdaya menyaksikan istrinya sibuk menyepong lelaki lain tepat di depan matanya, apalagi sang istri adalah seorang wanita molek yang sangat cantik dan seksi seperti Dina. Sensasi itu membuat Pak Pramono mencapai klimaks dengan sangat cepat. Hanya beberapa menit disepong Dina, Pak Pram menyemprotkan pejuhnya membanjiri mulut istri Anton. Dina terbatuk-batuk dan berusaha memuntahkan kembali sperma Pak Pram yang dijejalkan ke tenggorokannya, untunglah Pak Pram segera menarik batang kemaluannya sehingga wanita cantik itu tidak sampai kehabisan nafas. Karena Pak Pramono menarik penisnya dengan terburu, air maninya menyemprot juga ke wajah Dina.
Dengan penuh kemenangan, Pak Pramono menyorongkan wajah Dina yang belepotan air mani ke arah sang suami. “Lihat ini baik-baik, Pak Anton. Lain kali anda berbuat kesalahan, yakinkan diri anda untuk menebus kesalahan itu sebelum sesuatu seperti ini terjadi.”
Anton menatap jijik wajah istrinya yang belepotan sperma lelaki lain, ia menatap geram ke arah Pak Pramono. Dina yang merasa kotor menunduk malu tak berani menatap mata Anton sementara pejuh bercampur air mata menetes dari pipi turun ke lantai.
Sambil duduk di kursi, Pak Pramono dengan santai mengelus-elus tubuh Dina yang duduk lemas di lantai. Wanita cantik itu bahkan tak berani menatap mata suaminya yang terikat erat, ia tahu nasib dan masa depan mereka berada di tangan Pak Pramono dan rekannya yang bernama Bambang.
Pak Pram melirik ke arah Pak Bambang yang ternyata sudah kembali menyiapkan kemaluannya. Dengan senyum menghina Pak Pram menatap Anton yang menatap tak percaya gerakan Pak Bambang menarik Dina dan membaringkannya di lantai. Tubuh gemuk Pak Bambang masuk di antara kaki jenjang Dina yang putih mulus. Dengan main-main pria tua itu menepuk penisnya yang besar di selangkangan sang ibu muda.
“Aku tidak akan menjamin istrimu bisa menikmati penisku ini, Pak Anton. Tapi aku bisa menjamin kalau AKU pasti menikmati detik demi detik mencicipi tubuh seksi istrimu.” Kata kakek tua itu.
Anton meraung namun karena mulutnya tersumpal kain, tak ada suara keluar dari mulutnya. Dina menggelengkan kepala karena kelelahan, ia tidak mengira Pak Bambang akan menyetubuhinya lagi dan kali ini, langsung di hadapan suaminya!
“Siap Ibu Dina? Mudah-mudahan yang kali ini bisa membuatmu hamil ya.” Pak Bambang terkekeh lagi. Ia menarik pinggulnya ke belakang dan dengan kecepatan tinggi menghunjamkan penisnya masuk ke dalam kemaluan Dina.
“Ahhhhh!! Sakit!!” jerit Dina sambil memejamkan mata, air mata menetes dari ujung pelupuknya. Bermain cinta tanpa foreplay sangat menyakitkan bagi seorang wanita, karena liang rahimnya belum benar-benar basah oleh cairan pelumas yang keluar dari dinding vagina. Kali ini Pak Bambang menusukkan penisnya di saat Dina belum siap, membuat penis yang lebih besar dari milik Anton itu meraja di liang kemaluan sang ibu muda. Dina menjerit kesakitan tiap kali penis Pak Bambang menusuk masuk ke dalam memeknya.
Anton tidak bisa mempercayai pemandangan yang kemudian berlangsung di depan matanya. Selama hampir seperempat jam istrinya yang cantik jelita disetubuhi oleh monster tua bertubuh gemuk menjijikkan. Lebih pedih lagi bagi Anton, istrinya itu berulang kali mengejang dan berteriak-teriak kesakitan tiap kali Pak Bambang melesakkan kontolnya ke dalam. Karena tak tahan dengan sodokan demi sodokan penis Pak Bambang, Dina akhirnya mengangkat kakinya dan menggunakan kaki jenjang itu untuk memeluk pinggang Pak Bambang yang lebar sementara tangannya mengait di leher. Istri Anton yang merem melek akhirnya mencoba menikmati permainan ini, bahkan dengan berani Dina menggoyang pinggulnya untuk membalas sodokan penis sang kakek tua.
“Ehhhmmmm… a-aku sudah mau keluaaar…” begitu nikmatnya Dina dientoti Pak Bambang sampai-sampai wanita cantik yang tadinya alim itu meracau tak jelas. “Auuuhh… ehmm… jangaaan… teruuuus… sakiit… ugh… ahhh… ahh…”
Akhirnya Dina tak kuat lagi menahan nafsu birahinya yang sudah memuncak, tubuhnya langsung mengejang dan tak lama kemudian liang rahimnya dibanjiri oleh cairan cinta. Pak Bambang menyusul Dina tak lama kemudian, tubuhnya menegang, lalu bergetar, lalu tanpa bisa ditahan, air mani menyemprot tanpa henti di dalam memek Dina yang masih dijejali kemaluannya. Air mani mengalir dari sela-sela penis yang melesak di dalam memek Dina dan menetes keluar.
“Ha ha ha. Lihat ini, Pram. Gadis kecilmu ini benar-benar pelacur, mudah sekali dia dibikin orgasme. Berani taruhan, pasti kontol suaminya tidak sanggup memuaskannya seperti ini.” kata Pak Bambang. “Pak Anton! Istrimu jago ngentot nih, aku puas sekali. Mudah-mudahan ada spermaku yang bisa menembus ke dalam dan menghamilinya. Pengen lihat aku, kalau bapaknya sejelek aku, ibunya secantik istrimu, anaknya jadi kayak apa…”
Pak Pram melangkah dengan penuh percaya diri menghampiri suami Dina yang terikat tak berdaya di kursi, penisnya masih berdiri tegak seakan menantang kejantanan Anton yang tak mampu berbuat apa-apa menyaksikan istrinya digumuli dua orang bejat. “Istrimu enak sekali dientoti, Pak Anton. Susunya empuk, memeknya rapet, bibirnya mungil, bokongnya bulet, pokoknya enak sekali dientoti. Mudah-mudahan kami tidak merusak memeknya, karena penis kami ukurannya jauh lebih besar daripada milikmu yang sebesar pensil itu. Memek Ibu Dina masih terhitung rapat untuk kami berdua, tapi saya tidak yakin ukuran penis Pak Anton akan sanggup memuaskan Ibu Dina. Apalagi Ibu Dina sudah merasakan nikmatnya dientoti dua laki-laki sejati.”
Pak Bambang tertawa terkekeh-kekeh mendengar ucapan Pak Pramono yang menyakitkan bagi Anton itu. Di samping Pak Bambang, Dina terbaring lemas dengan memek yang masih terus mengeluarkan sperma tumpahan sang kakek bejat. Berkali-kali ibu muda itu terbatuk sambil mengeluarkan air mani Pak Pramono yang masih tersisa di mulutnya.
“Lihat keadaan istrimu sekarang, Pak Anton. Bisa dibayangkan berapa banyak pejuh yang sudah kami tumpahkan dalam rahim Ibu Dina. Mungkin saja kelak Ibu Dina akan melahirkan anak kembar, yang satu mirip Pak Bambang dan yang satu lagi mirip saya.”
Kembali Pak Bambang tertawa, Pak Pramono amat pintar memanipulasi kata-kata untuk mengumbar emosi Anton.
“Untuk mengakhiri semua penderitaan ini…” kali ini Pak Pram tidak main-main, ia mendekat ke arah Anton, menatapnya tajam dan mencengkeram kedua lengannya dengan sekuat tenaga, “aku sangat berharap Pak Anton mau bekerja sama untuk terakhir kalinya dengan kami.”
Keringat Anton mengucur deras, apalagi yang diinginkan bosnya yang kejam ini? Dia sudah menghancurkan hidupnya, hidup Dina, hidup keluarganya. Apalagi yang diinginkannya?
“Pak Bambang adalah orang yang sangat kaya dan sangat mampu membiayai kehidupan Ibu Dina selanjutnya, termasuk biaya untuk menyekolahkan kedua anak kalian dan biaya hidupmu yang menyedihkan itu. Kami akan berbaik hati menyediakan sebuah rumah di kota lain dan modal untuk usaha bagi Pak Anton, sekaligus menjamin kehidupan kedua anak kalian, dengan syarat… Pak Anton bersedia menceraikan Ibu Dina dan menyerahkan kepemilikan Ibu Dina pada Pak Bambang. Itu artinya, Pak Anton tidak boleh bertemu lagi dengan Ibu Dina… selamanya.”
Mata Anton dan Dina terbelalak tak percaya, mereka tidak mempercayai pendengaran mereka, benarkah Pak Pram mengajukan proposal pada Anton untuk menjual Dina? Anton menggeram marah dan melompat-lompat gemas. Pria itu meraung-raung dan menggeram penuh emosi, tapi dalam keadaan terikat ia tidak bisa berbuat banyak, air matanya menetes membanjiri wajah, ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, semua ini terjadi karena kesalahannya. Ia harus tunduk pada indecent proposal yang diajukan oleh bosnya ini kalau ingin selamat.
Dina menangis tersedu-sedu, ia terlalu lemah untuk menolong Anton, wajahnya menunduk ke bawah dengan pasrah. Yang akan terjadi terjadilah.
“Aku tidak tertarik menikahi wanita ini.” tiba-tiba saja Pak Bambang berucap. “Akan tetapi, aku punya seorang anak yang usianya kurang lebih sama dengan Pak Anton, bedanya kalau Pak Anton lulusan universitas terkenal, anakku itu lulusan SLB. Sangat tidak membanggakan seorang konglomerat punya anak idiot, tapi akan sangat membanggakan memiliki cucu cantik seandainya anakku itu menikah dengan wanita secantik Dina.”
Kali ini giliran Pak Pramono yang menganga heran. Ia memang sudah tahu kalau Pak Bambang memiliki seorang anak idiot yang disembunyikan di sebuah villa jauh dari kota besar. Tapi ia tidak menyangka pria tua ini berniat menikahkan Dina dengan anaknya itu, benar-benar tindakan yang di luar perkiraannya.
Mendengar kata demi kata yang diucapkan Pak Bambang, mata Dina menjadi berkunang-kunang, pandangannya pun mengabur. Wanita cantik itu ambruk ke lantai dan pingsan.
Kisah penderitaan Dina belumlah usai, justru baru akan dimulai.
###
Ruang Dokter Wibowo menjadi sepi ketika sang dokter berusia lanjut itu menerangkan dampak kecelakaan yang menimpa Hendra, suami Alya.
“Kecelakaan fatal yang dialami oleh Pak Hendra mengakibatkan beliau menderita trauma atau benturan di kepala dan akibatnya terjadi kerusakan syaraf motorik pada jaringan fungsi otaknya. Sejauh pengamatan kami hingga saat ini, mulai dari bagian bawah perut hingga ke ujung kaki syaraf beliau tidak bisa berfungsi secara normal dan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. Saluran pengeluaran beliau sejauh ini tidak mengalami masalah, tapi tidak ada jaminan beliau akan mampu melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti berjalan ataupun berlari secara normal, termasuk melakukan hubungan suami istri. Walaupun kelumpuhan semacam ini tidak permanen tapi bisa dikatakan kelumpuhan Pak Hendra adalah kelumpuhan jangka panjang.” Kata Dokter Wibowo.
“Ja-jadi suami saya lumpuh, Dokter?” Seluruh tubuh Alya bergetar dan airmatanya tidak berhenti meleleh membasahi pipi. Lidya memeluk kakaknya yang sedang tertimpa musibah dan berusaha menenangkannya agar tetap tabah. Tubuh Alya bergetar menggigil karena perasaannya panik dan kalut, Lidya hanya bisa berdoa agar semua masalah yang menimpa keluarga mereka segera bisa terlewati.
“Lumpuh dari bagian perut ke bawah, beliau tidak akan bisa menggunakan kedua kaki dan tidak akan lagi mampu melakukan hubungan suami istri, walaupun seperti yang saya katakan tadi, tidak ada masalah dengan saluran pengeluarannya.” Lanjut Dokter.
“Apakah kelumpuhan itu bisa sembuh nantinya, Dokter?” tanya Alya lagi.
Sang dokter menggeleng, “belum bisa dipastikan, Bu Hendra. Dalam beberapa kasus, kelumpuhan semacam ini memang bisa sembuh karena sifatnya tidak permanen dan hanya menimpa bagian tubuh tertentu saja, walaupun tidak bisa dipungkiri kemungkinan Pak Hendra bisa kembali pulih seperti sediakala dalam waktu singkat mungkin hanya hanya sekitar 5 sampai 6%, itupun dalam jangka waktu yang sangat panjang bahkan mungkin hingga menahun, apalagi semakin tua umur seorang penderita, makin berkurang pula kemampuan syarafnya bisa pulih. Sangat tipis kemungkinan Pak Hendra bisa sembuh total.”
Ruangan Dokter Wibowo yang berada di RS ***** menjadi sangat panas, ac memang sudah menyala, tapi perasaan orang-orang yang berada di dalam ruangan itu semua sangat kacau balau. Alya, Lidya dan Anissa sedang berada di dalam ruang periksa dokter sementara Andi, Dodit dan Pak Bejo menanti di luar. Opi tidak ikut menemani mereka dan dititipkan pada Bu Bejo di rumah.
“Berapa lama kakak saya harus menjalani rawat inap, Pak Dokter?” tanya Anissa, seperti halnya Alya, gadis cantik itu juga menangis sesunggukan meratapi nasib kakak kandungnya yang malang.
“Paling cepat sekitar dua minggu dan paling lambat mungkin satu bulan, tergantung dari kondisi Pak Hendra sendiri. Saat ini beliau sangat lemah dan tidak bisa melakukan aktivitas apapun, walaupun bagian perut ke atas bisa dibilang tidak mengalami cidera serius.” Jawab Dokter.
“Seandainya suami saya tidak mengalami masalah dengan saluran pengeluaran, kenapa dia tidak bisa melakukan kegiatan suami istri, dok?” tanya Alya lagi.
“Sayangnya, kecelakaan itu juga membuat beliau mengalami impotensi. Saya masih belum bisa memastikan apakah impotensi Pak Hendra juga bersifat temporer atau permanen. Hasil testnya baru bisa diperoleh dalam beberapa hari ke depan.” Jawab Dokter Wibowo.
Air mata Alya kembali meleleh, tapi ia mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada dokter yang telah merawat suaminya. Ketiga wanita cantik itupun meninggalkan ruang dokter.
“Mbak Alya tidak apa-apa, kan?” tanya Lidya khawatir melihat kakaknya.
“Tidak apa-apa. Aku bersyukur Mas Hendra selamat dari kecelakaan itu.” kata Alya kemudian. “Aku tidak peduli dia cacat atau lumpuh, aku akan selalu berada disisinya, aku sangat mencintainya. Di saat sulit seperti inilah, aku wajib menemaninya.”
Anissa dan Lidya saling berpandangan dan kagum pada Alya yang sedang berusaha kuat menabahkan diri. Tapi sesungguhnya, kisah penderitaan Alya belumlah usai, justru baru akan dimulai.
###
Annisa memperhatikan Alya yang masih duduk di samping ranjang Hendra dengan setia. Tidak mudah mengajak Mbak Alya pulang walaupun mungkin kakak iparnya itu sudah sangat kelelahan. Mbak Lidya dan suaminya sudah pulang dan Mbak Dina belum juga menunjukkan batang hidungnya sedari tadi. Harus ada seseorang yang menemani Mbak Alya seandainya dia butuh makan atau mengurus administrasi rumah sakit yang belum selesai. Anis segera mendiskusikan masalah itu dengan Dodit dan Pak Bejo.
“Begini saja, Non.” Usul Pak Bejo. “Karena Mbak Alya belum mau diajak pulang, sebaiknya salah satu dari saya atau Mas Dodit mengantar dulu Non Anis pulang karena hari sudah mulai gelap. Nanti kalau Mbak Alya sudah merasa capek dan ingin pulang, yang tinggal di sini bisa mengantar pulang setiap saat. Kalaupun Mbak Alya mau menginap di sini, lebih baik ada seseorang yang menemani.”
Annisa menganggukkan kepala, “wah, kalau begitu biar Mas Dodit saja yang tinggal di sini, kalau-kalau nanti Mbak Alya mau cari makan atau mengurus surat-surat, Mas Dodit bisa lebih cepat membantu.”
“Saya juga tidak apa-apa kok, Mbak.” Kata Pak Bejo.
“Terima kasih, Pak, tapi sepertinya kami sudah terlalu banyak ngrepotin Pak Bejo.” Kata Dodit. “Kamu pulang dulu aja ya, say. Aku tinggal di sini sama Mbak Alya.”
Annisa mengangguk sementara Pak Bejo tersenyum malu-malu. “Wah, Mas Dodit ini bisa aja, saya gak merasa direpotkan kok Mas, kan keluarga Mas Hendra sudah saya anggap keluarga sendiri.”
“Iya sih, tapi siapa tahu Bu Bejo juga ada urusan yang gak bisa ditinggal? Kan kasihan anak-anak Pak Bejo kalau di rumah gak ada yang ngurus? Lagipula mobil yang dibawa Pak Bejo kan mobil pinjaman dari saudara, pokoknya, kami sekeluarga berterimakasih banyak sama Pak Bejo.” Kata Dodit lagi, sambil tersenyum dia mengambil dua lembar lima puluh ribuan berwarna biru dan memberikannya pada Pak Bejo saat bersalaman. “Ini Pak, buat beli rokok.”
“Lho? Mas Dodit gimana sih? Gak usah, Mas! Beneran, gak usah!” Pak Bejo menggeleng kepala sambil berusaha mengembalikan uang Dodit, pria tua itu memang jagonya sandiwara, pura-pura nolak padahal pengen. Pemuda baik hati itu tetap memaksa sambil memasukkan uang ke dalam saku baju Pak Bejo.
“Cuma seadanya kok, Pak. Buat beli rokok atau ganti bensin nganterin Non Anis.”
“Iya, Pak. Gak apa-apa, diambil aja.” Rayu Anissa sambil tersenyum manis.
Pak Bejo yang pintar bersandiwara pun pura-pura luluh dan menerima uang pemberian Dodit. “Wah, sebenarnya saya melakukan ini semua tanpa pamrih apa-apa, Mas Dodit. Beneran. Keluarga saya sudah sangat sering ditolong Mas Hendra dan Mbak Alya, ini kesempatan saya untuk membalas kebaikan hati mereka. Terima kasih banyak ya, Mas Dodit. Non Anis.”
Dodit dan Anissa mengangguk dan tersenyum ramah. Setelah Anissa dan Dodit berbincang-bincang berdua, akhirnya mereka menemui Pak Bejo di teras rumah sakit.
“Ayo, Pak. Kita pulang sekarang.” Ajak Anis, gadis itu melambaikan tangan pada Dodit. “Aku pulang dulu ya, say. Titip Mbak Alya sama Mas Hendra.”
“Iya. Hati-hati di jalan.” Balas Dodit.
“Mari, Mas Dodit. Saya duluan.” Ujar Bejo.
“Iya, Pak Bejo. Saya titip Anissa ya.”
“Pokoknya beres, Mas.” Pak Bejo menyeringai aneh sambil meninggalkan Dodit di tangga rumah sakit dan mengiringi kepergian Anissa menuju mobil. Dodit menatap kepergian orang tua itu dengan perasaan yang tidak enak, tapi dia percaya penuh pada tetangga Mas Hendra itu karena Pak Bejo sekeluarga sudah seperti saudara sendiri. Kenapa orang tua itu menyeringai aneh? Dodit menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan masuk kembali ke gedung utama rumah sakit.
Sementara itu, kemaluan Pak Bejo bergerak menegang karena gembira. Kesempatan berduaan dengan Anissa telah datang. Pantat bulat si cantik itu akan jadi miliknya.
Anissa tidak sadar, ia kini sedang berada dalam ancaman hebat lelaki yang sudah memperkosa kakak iparnya. Anissa sudah berada dalam genggaman Pak Bejo Suharso!
###
Nada tunggu.
Tidak ada yang mengangkat, Lidya menutup gagang telpon.
Lidya bertanya-tanya kemana Mbak Dina sebenarnya. Sudah sejak pagi dia tidak bisa menghubungi HP dan telepon rumahnya. Mas Anton juga sama saja, tidak bisa dihubungi. Kemana mereka pergi? Mas Andi sudah mencoba menjemput tapi ternyata rumah mereka kosong dan terkunci rapat, anak-anak juga tidak terlihat berada di rumah. Padahal ada musibah yang menimpa salah satu anggota keluarga, tapi Mbak Dina gagal dihubungi. Kasihan Mbak Alya, dia amat butuh dukungan dari keluarga. Kemana Mbak Dina sebenarnya?
Usai gagal mencoba menghubungi Mbak Dina, Lidya melangkah masuk ke dapur untuk menghangatkan lauk makan malam. Pikiran wanita muda itu sangat kalut, ia sama sekali tidak menyangka, di saat dia mengalami masalah berat ternyata kesulitan yang tak kalah hebatnya dialami oleh Mbak Alya. Apa sebenarnya yang terjadi pada keluarga mereka? Lidya merasa beruntung suaminya sudah pulang, kedatangan Andi membuat Pak Hasan tidak berani macam-macam terhadapnya, walau sekali dua kali Pak Hasan dengan nakal menepuk pantat atau mencolek buah dadanya.
Lidya mulai mengambil bahan makanan dari dalam lemari es dan menyusunnya dengan rapi di tempat yang sudah ia sediakan. Ketika sedang sibuk menyiapkan bahan masakan itulah tiba-tiba saja ada sepasang tangan perkasa memeluk tubuh Lidya dengan sangat kuat. Wanita cantik itu tidak bisa bergerak dan pucat pasi. Mulut yang berbau minuman keras, tangan yang nakal menggerayang, tubuh yang masih tegap dan kasar. Orang ini jelas Pak Hasan, Andi akan memperlakukannya dengan lebih lembut.
“Pak! Jangan ah! Mas Andi kan ada di atas! Dia sedang mandi… bagaimana kalau dia nanti…”
“Memangnya kenapa kalau Andi sedang mandi di kamar atas? Kita pasti akan mendengar suara langkah kakinya kalau dia turun lewat tangga. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan, Nduk. Sejak anakku datang, kamu selalu menghindari aku dan tidak pernah lagi mau berdua denganku.” Desis Pak Hasan menahan emosi. “Aku kangen sekali dengan tubuhmu yang molek ini, aku ingin tidur denganmu.”
“A-aku…” Lidya kebingungan mencari kata-kata yang tepat.
Kepanikan Lidya dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Pria tua itu menggunakan kedua tangannya untuk menjelajah keseksian tubuh sang menantu. Tangan kirinya masuk ke dalam celana pendek Lidya dan meremas-remas pantatnya yang bulat, sementara tangan kanannya memainkan buah dada Lidya yang ranum. Pantat Lidya putih mulus dan sangat halus tanpa cacat, sangat merangsang nafsu Pak Hasan. Sedangkan buah dada menantu Pak Hasan itu tidak perlu lagi diceritakan, bulat besar menggiurkan.
“A-aku tidak mau melakukan ini lagi …” Lidya mencoba meronta dan melepaskan diri dari pelukan ayah mertuanya, sia-sia saja karena pria tua itu jauh lebih kuat. “Lepaskan aku… Mas Andi…”
“Bayangkan apa yang akan dilakukan oleh anakku itu seandainya dia turun ke bawah dan melihat kita sedang bermesraan seperti ini, hmm? Ayah kandungnya sedang bermain-main dengan pantat mulus dan payudara molek istrinya.” Pak Hasan membisikkan kata-kata yang membuat Lidya urung melakukan perlawanan. “Aku hanya ingin menikmati keindahan tubuhmu, Nduk. Bukan hal yang aneh kan? Kita sudah berulang kali bermain cinta dan…”
“Aku tidak ingin melakukan ini lagi!” Lidya mencoba tegas.
Karena jengkel, Pak Hasan menggeram dan mendorong tubuh menantunya sampai menempel ke tembok. Karena posisi tubuhnya yang terjebak pelukan Pak Hasan dari belakang, Lidya tidak mampu melawan, dia terdorong ke depan sampai menempel ke tembok. Untunglah dorongan Pak Hasan tidak cukup keras sehingga menyakiti sang menantu. Lidya menjerit kecil tapi karena takut Andi akan mendengar suaranya, si cantik itu menutup mulutnya sendiri.
Dengan terengah-engah Pak Hasan menahan agar tubuh Lidya tetap menempel di tembok dapur, pria tua berbisik perlahan ke telinga Lidya. “Aku sudah berusaha ramah padamu, Nduk. Tapi kalau kau mengajak main kasar, aku tidak akan segan-segan meladenimu. Aku ingin kau mendengarkan kata-kataku karena aku tidak akan mengulanginya lagi… paham?”
Lidya mengangguk dengan ketakutan.
“Aku ingin menidurimu lagi. Aku tidak peduli Andi sedang berada di rumah atau pergi bekerja, tapi saat aku ingin memasukkan kontolku ke dalam memekmu yang wangi, maka kau wajib membuka lebar-lebar kakimu agar aku bisa menikmatinya. Aku tidak suka perlawananmu hari ini, dan sebagai hukumannya, selama seminggu ini aku akan memberikan perintah-perintah yang harus kau turuti. Kalau tidak mau melakukannya, aku akan tetap menjepitmu dalam posisi ini sampai Andi turun ke bawah.” Ancam Pak Hasan. “Pendek kata, aku ingin kau menjadi budakku seminggu ke depan, bagaimana?”
Lidya menggeleng kepala, “A-aku tidak ingin melakukan ini lagi… ini salah… ini…”
Terdengar langkah kaki di lorong kamar atas, sepertinya Andi sudah bersiap turun ke bawah menyusul Pak Hasan dan Lidya. Keringat istri setia itu menetes sebesar jagung, apa yang harus dilakukannya? Ia tidak mau lagi melayani kebejatan sang mertua, tapi kalau Mas Andi sampai tahu, seluruh dunia mereka pasti akan hancur berantakan. Detik demi detik berlalu, terdengar langkah kaki Andi turun melalui tangga, Lidya makin panik, ia berusaha meronta tapi gagal karena jepitan kunci Pak Hasan sangat kuat. Dengan hati remuk redam, akhirnya Lidya mengangguk pasrah.
“Baiklah…” bisik Lidya lemah.
“Baiklah apa?” Pak Hasan meringis keji penuh kemenangan sambil mengulum-ngulum daun telinga Lidya. “Baiklah kau akan menjadi budakku atau baiklah kau akan nekat membiarkan Andi melihat kita sedang bermesraan?”
“Baiklah aku bersedia menjadi budak bapak…” desahan yang keluar dari mulut Lidya terdengar panjang dan pasrah.
Kisah penderitaan Lidya belumlah usai, justru baru akan dimulai.
###
Mobil yang dikendarai Pak Bejo berkelak-kelok melalui jalan yang belum dikenal Anissa, karena memang belum mahir menyetir mobil, Anissa kurang begitu mengenal wilayah dan tidak hapal jalan-jalan kecil yang dilalui Pak Bejo. Tapi kali ini Pak Bejo melalui jalan yang tidak biasanya dilalui, berkelak-kelok melalui jalan sempit dan melewati daerah yang sepi hunian. Kendaraan yang berpapasan dengan mobil mereka bisa dihitung dengan jari.
Rumah sakit tempat Mas Hendra dirawat dan rumah tempat tinggal Mbak Alya memang cukup jauh, tapi jalan yang dilalui Pak Bejo ini seakan-akan membuat perjalanan mereka pulang menjadi lebih jauh dan lama. Karena hari mulai gelap, Anis memberanikan diri bertanya pada Pak Bejo.
“Pak, kita lewat jalan apa sih? Kok kayaknya malah jadi lebih jauh?” tanya Anissa.
“Oh, maaf. Saya belum menjelaskan ya? Kita mampir sebentar ke rumah adik saya, Non Anis. Kebetulan tadi dia sms katanya ada titipan untuk istri saya.”
“Oh gitu. Sms yang masuk saat kita keluar dari rumah sakit ya?”
“Iya. Nggak apa-apa kan, mampir sebentar?”
“Nggak apa-apa kok, tapi sebentar saja ya, Pak.”
“Iya.”
Walaupun jengkel karena tidak diberitahu sebelumnya kalau Pak Bejo akan mampir ke tempat lain, Anissa diam saja. Perjalanan berlanjut tanpa ada percakapan lagi, Anissa terus melirik ke arah jam tangannya karena walaupun hari semakin larut, tidak ada tanda-tanda mobil akan berhenti.
Tiba-tiba saja mobil berhenti mendadak di tengah kawasan perbukitan yang dipenuhi pohon rindang dan amat sepi, mereka jauh dari jalan utama dan sudah cukup jauh untuk kembali ke rumah sakit. Annisa mulai khawatir, walaupun ia sangat percaya pada Pak Bejo tapi karena hari sudah gelap, Anissa mulai berpikiran macam-macam.
“Kok berhenti di sini, Pak?” Anissa makin ragu. “Pak Bejo yakin ini jalan pulang ke rumah Mbak Alya?”
Ada sesuatu yang ganjil pada kelakuan Pak Bejo sore ini dan makin lama kecurigaan Anissa makin besar, walaupun masih muda, Anis bukanlah gadis bodoh. Rute pulang yang tidak seperti biasa, alasan mampir di rumah saudara, berhenti mendadak di tengah jalan, situasinya makin aneh. Anissa memeluk dirinya sendiri yang menggigil dan mulai membayangkan hal yang tidak baik.
“Aduh, saya minta maaf, Non Anis. Tiba-tiba saja saya ingin buang air kecil, sebentar saja ya Non…” rayu Pak Bejo. Anissa tidak bisa melihat senyum licik tersungging di bibir Pak Bejo karena gelapnya malam.
“Iya deh, tapi jangan lama-lama ya Pak, saya takut.” Anissa tersenyum, ia mencoba menenangkan dirinya sendiri dan meyakinkan bahwa Pak Bejo bukanlah orang jahat.
Pria tua itu meninggalkan kursinya dan melangkah keluar mobil sambil menahan tawa iblisnya.
###
Anissa sedang menikmati lantunan lagu jazz lembut yang mengalun di radio ketika terdengar ketukan pelan di jendela mobilnya. Wajah Pak Bejo yang tiba-tiba muncul mengagetkan dara itu. Anis memencet tombol membuka jendela.
“Ada apa, Pak?” tanya Anissa.
“A-anu, non… sepertinya saya kehilangan kunci mobil sewaktu buang air kecil tadi.”
“Aduuuh… Pak Bejo ini gimana sih?” nada suara Anissa meninggi karena jengkel, tapi gadis itu segera memperbaiki nada suaranya agar Pak Bejo tidak marah. Mereka hanya berdua saja di tempat sepi ini dan hal terakhir yang diinginkan Anissa adalah membuat Pak Bejo marah. “Saya temani deh mencari kuncinya.”
Anissa melangkah keluar dari mobil, karena hari mulai gelap, ia menggunakan nyala HP-nya sebagai penerang sementara Pak Bejo menyiapkan lampu darurat bertenaga baterei yang ia ambil dari bagasi mobil. Karena sering memakainya, Pak Bejo sudah sangat hapal dengan mobil yang ia pinjam dari salah seorang sepupunya ini.
Sementara itu, tanpa sepengetahuan Anissa, di suatu tempat di lokasi itu, Pak Bejo baru saja menggelar koran yang sudah ia bawa sedari tadi sebagai alas, tempat di mana nantinya Pak Bejo akan menikmati malam terindah bersama Anissa, tempat di mana Anissa akan kehilangan kegadisannya.
Anissa mulai khawatir karena Pak Bejo menggiringnya makin masuk ke tengah pepohonan rindang dan sudah cukup jauh dari jalan utama. Gadis itu mulai merasa seakan-akan dia sedang memasuki satu jebakan.
Akhirnya Anis menyerah, “Saya telpon Mas Dodit aja deh, Pak… hari sudah terlalu malam, saya takut…”
Belum sempat Anissa melanjutkan kata-katanya, Pak Bejo dengan sigap menubruk gadis itu! Anissa menjerit ketakutan karena tiba-tiba disergap Pak Bejo yang bertubuh besar, ia ambruk ke tanah dan HP yang sedari tadi ia bawa terlempar jauh.
“PAK BEJO! APA-APAAN INI?!” Anissa mencoba menyadarkan pria tua yang sudah lupa diri itu, tapi Pak Bejo sudah berubah menjadi setan dengan hawa nafsu tak terkendalikan. Bagaimanapun Anissa mencoba meronta dan melawan, Pak Bejo tetap tak bergeming. Dengusan nafas Pak Bejo yang berat membuat Anissa makin panik, ia tahu apa yang diinginkan Pak Bejo saat ini, ia tahu pasti dari dengusan nafas penuh nafsu itu. “LEPASKAN SAYA!! LEPASKAAAAN!!”
Jeritan, pukulan, cengkraman, semua upaya silih berganti dilakukan oleh Anissa yang terus meronta dalam pelukan lelaki tua berotak mesum itu. Sayangnya Pak Bejo adalah seorang preman yang sangat kuat, semua perlawanan Anis malah membuat pria tua itu semakin terangsang, makin Anis melawan, makin ingin rasanya Pak Bejo menaklukkan si cantik ini. Setelah si jelita itu takluk nanti, Pak Bejo akan menidurinya tanpa ampun!
Cukup lama dua sosok manusia itu bergumul di tanah, Pak Bejo yang mulai merasa jengkel akhirnya mengeluarkan pisau lipat dari dalam kantong celananya dengan susah payah dan menempelkannya di leher Anissa.
“Kalau begini terus, kita berdua yang akan rugi dan kelelahan, Non Anis.” bisik Pak Bejo sambil menekan leher Anissa dengan pisau dan mengancamnya. Anissa yang menyadari adanya sebilah pisau yang siap menggorok lehernya akhirnya menghentikan semua aksi perlawanan.
Dengan senyum kemenangan dan terkekeh pelan, Pak Bejo mengelus pipi Anissa. “Sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah ingin mencicipimu, gadis manis.”
“Dasar lelaki tua busuk! Bajingan! Laknat! Lepaskan aku sebelum…”
JLEB!
Pak Bejo menancapkan pisau tepat di sebelah kepala Anissa dengan penuh kemarahan, gadis itu langsung lemas dan menggigil ketakutan. Mata Anissa mulai berkaca-kaca karena ia sadar bencana apa yang saat ini sedang mengancam dirinya. “Jangan… jangan…”
Pak Bejo kembali menarik pisaunya dari tanah dan menempelkannya ke leher Anissa.
“Kamu sudah dewasa, sudah tahu permainan apa yang sedang kita mainkan saat ini. Aku tidak akan segan menyakitimu baik dengan pisau ini ataupun dengan tangan kosong seandainya kau berani melawanku. Lebih baik kita bekerja sama maka aku tidak akan menyakitimu, setuju?” dengan sengaja Pak Bejo menekan pisaunya lebih dalam ke leher Anissa namun tidak sampai menyayat kulitnya yang putih mulus seperti pualam.
“I-Iya…” lirih Anissa menjawab, ia sangat ketakutan. Air mata gadis itu mulai menetes.
“Cup cup, tidak perlu menangis, sayang. Aku janji tidak akan menyakitimu, semuanya pasti baik-baik saja dan menyenangkan. Kalau sampai tidak enak, jangan panggil aku Bejo. Heh heh heh…”
Dengan penuh percaya diri, Pak Bejo memeluk Anissa dan menempelkan kemaluannya yang sudah membesar ke paha sang gadis cantik. Tangan pria tua itu bergerilya menyusuri seluruh tubuh Anis, bergerak turun dari atas, mulai rambut, hidung, pipi, leher, hingga ke payudara.
“Kamu cantik sekali, sayang.” Bisik Pak Bejo di telinga Anis.
Anissa memejamkan mata ketika bibir hitam pria tua itu menelusuri leher dan pipinya, sentuhannya membuat bulu kuduk sang dara berdiri dan merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Belaian demi belaian Pak Bejo disarangkan, semua demi mencoba membuai angan Anissa yang masih dilanda shock dan ketakutan yang amat sangat.
Tangan Pak Bejo dengan mahir membuat gadis itu rileks dan mulai pasrah pada tangan jahil sang pria tua. Nafas Anissa mulai berat, walau pasti tidak mau mengakui, tapi gadis itu pasti mulai terangsang. Kali ini Pak Bejo menarik tangan dan menjelajah masuk ke perut Anissa dari bagian bawah pakaian yang dikenakan dara cantik itu.
Sentuhan lembut Pak Bejo mau tidak mau membuat Anissa merinding, pria tua itu bisa merasakan gelinjang tubuh Anis ketika tangannya bergerak ke atas menuju ke buah dada sang dara yang ranum. Gadis itu menatap Pak Bejo dengan mulut terbuka kecil dan mata yang menerawang entah ke mana.
Mengetahui Anissa sudah mulai terangsang, Pak Bejo memberanikan diri menyingkap baju dan BH gadis muda itu. Sekejap saja, gundukan payudara sentosa sang dara menyambut dinginnya malam dan siap dinikmati oleh sang pria tua. Pak Bejo mengusap dan meremas payudara Anis, membuat gadis itu menjerit lirih karena tak kuat menahan nafsu.
“Ouuughhh…” desah Anissa lirih ketika puting susunya dipermainkan lidah Pak Bejo.
Kecupan demi kecupan membuat Anissa yang masih minim pengalaman bercinta menjadi merem melek menahan diri agar tidak terangsang.
“Aheemm… haaahhh… ahhh…” erangan sensual Anissa terdengar sangat erotis bagi Pak Bejo, ia menggigit puting payudara gadis itu dengan gigitan kecil dan meninggalkan cupang di balon buah dadanya.
Kepasrahan Anissa membuat Pak Bejo dengan bebas melucuti satu demi satu pakaian yang dikenakan gadis itu. Sesuai dengan namanya, Pak Bejo adalah orang yang ‘bejo’ atau beruntung. Ia menjadi orang pertama yang menikmati keindahan utuh tubuh seksi sang gadis muda rupawan ini. Akhirnya kedua sosok berlainan jenis itu bertelanjang bulat.
“Benar-benar bidadari turun dari langit.” Walaupun hanya diterangi oleh lampu darurat, tapi setiap lekuk keindahan tubuh Anissa bisa terlihat jelas oleh Pak Bejo. Pria tua itu menundukkan kepala dan mendekatkan bibirnya ke bibir Anis. dengan satu sapuan, bibir mereka saling bersentuhan. Bibir mungil yang ranum, basah dan sensual. Dengan penuh nafsu, Pak Bejo melumat bibir Anis.
Pak Bejo memaksakan lidahnya masuk ke mulut Anissa, sementara tangannya menarik tangan Anis dan memaksanya memegang kemaluan Pak Bejo yang sudah mengeras seperti batang kayu. Gadis polos itu hanya diam saja dan menurut perintah Pak Bejo, ia sangat takut pada pria tua yang nekat itu.
Tiba-tiba saja Pak Bejo berdiri, setelah berdiri tegak di hadapan Anissa, Pak Bejo menjambak rambut indah Anis supaya bangkit dari posisi berbaring dan dengan kasar pria tua itu mendorong kepala Anissa ke depan selangkangannya supaya wajah dara itu bisa mendekat ke arah penisnya, Anissa meronta dan menolak, tapi Pak Bejo mengunci tubuhnya dengan erat sehingga sang dara tidak bisa bergerak banyak.
Anissa masih terus meronta hendak melawan ketika akhirnya, PLAKK!! Satu tamparan mendarat di pipi mulusnya. Tamparan itu begitu keras sehingga pipinya memerah dan air matanya meleleh seketika, Anis tidak mengira Pak Bejo akan menyakitinya setelah beberapa saat memperlakukannya dengan lembut.
“Kalau tidak mau mati kuperkosa sebaiknya kamu berlutut sekarang juga dan melayani apa mauku!” Kata Pak Bejo tegas, kata-kata pria tua itu diucapkan pelan namun sangat menakutkan hati Anissa karena penuh ancaman. Mata gadis itu berlinang air mata dan tubuhnya merinding karena tidak tahu harus berbuat apa. Melihat Anissa kebingungan, Pak Bejo malah terangsang, akhirnya penis Pak Bejo berdiri tegak tepat di hadapan sang dara, ukurannya yang besar mengagetkan Anis.
“Berlutut, kulum kontolku.” Perintah Pak Bejo pada gadis yang sedang ketakutan itu.
Walaupun masih perawan, tapi Anissa sudah pernah menyepong penis Dodit, itupun karena Anissa yakin Dodit adalah pria yang kelak akan menikahinya sehingga Anissa mau melayani sang kekasih beroral-seks. Dodit yang baik juga menahan diri dengan tidak melanjutkan petting dan foreplay mereka sampai ke tahap penetrasi. Satu-satunya penis milik seorang laki-laki yang pernah dilihat oleh Anissa adalah milik Dodit, tapi kini dia menatap satu kontol besar yang ukurannya melebihi milik sang kekasih, perasaannya bercampur antara kalut dan takjub. Tangan Pak Bejo yang sudah tak sabar membimbing Anissa menggenggam kemaluannya.
“Ampuuun… jangan paksa saya, pak… jangan… ter-terlalu besar…” rengek Anissa tanpa dihiraukan oleh Pak Bejo. Tangannya yang halus tanpa cacat menggenggam batang kemaluan sang pria tua dengan ragu-ragu.
Setelah menunggu lama tanpa ada reaksi dari Anissa, dengan jengkel Pak Bejo menampar lagi pipi Anissa yang tadi sudah memerah. Pria itu memang sangat kasar dan memuakkan, dia semena-mena menyakiti gadis muda yang tak berdaya. Anissa jatuh terjerembab karena tamparan Pak Bejo, wajahnya kian sembab membiru karena terus dihajar.
“Sudah ditampar masih berani melawan! Kalau tidak mau kubunuh sebaiknya cepat kau kulum kontolku!!”
Tangis Anissa makin menjadi, dia meringkuk di bawah dan tidak mau berdiri, tapi setelah Pak Bejo mengancam dengan mengangkat tangannya, Anissa buru-buru berlutut dan meraih kembali penis Pak Bejo yang tadi ia lepaskan dan meletakkan batang kontol itu tepat di depan mulutnya. Anis masih ragu-ragu hendak menyepong kemaluan Pak Bejo.
“CEPAT!” kembali Pak Bejo membentak.
Dengan nakal pria tua itu mendorong pinggulnya ke depan sehingga kemaluannya berulang kali menyentuh wajah Anissa. Gadis muda yang cantik itu terpaksa menahan tangis dan membuka mulut dengan berat hati. Pak Bejo tertawa-tawa dengan sadis sambil menyorongkan kemaluannya pada gadis jelita itu.
“Nah… begitu… baru… anak… baik…” kata-kata Pak Bejo terpatah-patah karena merasakan enaknya disepong gadis secantik Anissa. Mulut Anis yang mungil menerima sodokan demi sodokan kemaluan Pak Bejo. Dengan lembut Pak Bejo mengelus-elus rambut Anissa.
“Jilati batangnya… anak manis…” kata sang pria bejat sembari menahan kepala Anissa dan menarik penisnya dari mulut gadis itu. Walaupun malu dan ragu, Anissa terpaksa membiarkan lidahnya menari di batang kemaluan Pak Bejo. Beberapa saat kemudian, kembali Pak Bejo menahan kepala Anis dan memasukkan ujung gundulnya ke mulutnya. Sedikit demi sedikit Anissa mulai diajari cara menyepong oleh pria bejat itu, beberapa kali Anissa tersedak ketika penis Pak Bejo menyodok hingga ujung. Pria tua itu hanya tertawa melihat penderitaan Anissa.
“Sudah ya, Pak? Saya sudah capek… saya mohon… kasihan …” pinta Anissa memohon ampun. Air matanya deras mengalir, tapi Pak Bejo menatapnya galak. Dengan kasar dijambaknya rambut Anis sehingga mereka saling bertatapan.
“Aku yang bilang kapan harus berhenti.” Geram sang pria tua mengancam Anissa, ia mengambil kembali pisau lipatnya yang tadi ia simpan di dalam saku baju. Gadis cantik itu menggigil ketakutan dan mengangguk pasrah.
“Sekarang, berbaringlah menghadap ke bawah.” Perintah Pak Bejo sambil memasukkan kembali pisau lipat yang ia gunakan untuk mengancam Anis kembali ke saku.
Dengan hati-hati Anissa berbaring, walaupun sudah beralaskan kertas koran, berbaring di atas rumput di alam bebas membuat tubuh Anissa menggigil kedinginan, apalagi dengan posisi menelungkup. Dengan berani Pak Bejo mengangkangi tubuh Anissa, kakinya yang besar dan penuh bulu mengempit sisi kanan kiri paha Anissa. Lalu tangan pria tua itupun mulai bergerilya dan meraba tubuh si cantik, perlahan sekali ia menikmati setiap jengkal tubuh telanjang Anissa yang memang sangat seksi. Gadis itu terhenyak ketika merasakan tangan jahil Pak Bejo masuk ke sisi bawah lengan dan meremas payudaranya yang empuk.
“Pak Bejo! Sudah Pak! Jangan diteruskan! Aku mohon…!”
Pria tua itu hanya tertawa dan menarik tangannya dari payudara Anissa, tapi ia tidak berhenti begitu saja, Pak Bejo beralih ke kaki jenjang si jelita dan mengelus-elusnya penuh nafsu birahi. Makin lama tangan Pak Bejo makin naik, dari betis ke paha. Anissa berusaha menutup kaki agar Pak Bejo tidak bisa dengan mudah meraba bagian dalam pahanya, tapi pria itu lebih kuat dan membuka lebar-lebar paha Anissa. Elusan tangan Pak Bejo makin lama makin naik ke atas ke arah selangkangan Anissa sampai akhirnya dengan nekat pria tua itu menyentuh bibir vagina sang dara.
Anissa menjerit tertahan, merasakan sentuhan tangan pria yang lebih pantas menjadi ayah atau kakeknya itu meraba-raba bagian tubuhnya yang paling sensitif. Pak Bejo menangkupkan tangan di atas memek Anissa.
“Jangan!” keluh Anissa tanpa daya, ia berusaha meronta kembali, tapi Pak Bejo sudah siap, tubuhnya menubruk Anissa hingga gadis itu tak berdaya dalam pelukannya.
Terjebak di bawah tubuh pria tua berotak busuk seperti Pak Bejo, Anissa bagaikan seekor kijang muda yang takluk dalam sergapan seekor singa lapar. Gadis muda yang jelita itu harus memutar kepalanya ke kiri kanan hanya untuk bisa menarik nafas yang berat karena seluruh tubuhnya ditekan ke bawah. Anissa meneteskan air mata pasrah ketika merasakan tangan Pak Bejo beraksi dengan berani mengelus-elus bibir memek Anissa. Gadis itu mulai sesunggukan dan menangis tersedu-sedu, tapi Pak Bejo tak mau berhenti, tangan pria tua itu malah masuk ke dalam bibir memek Anissa dan merogohnya bagai kantong mainan.
“Hebaaat! Rapet banget! Siapa sangka? Tubuhnya seksi, wajahnya cantik seperti bintang sinetron, tapi memeknya masih rapet dan orisinil. Ini baru namanya perawan!” Pak Bejo menarik tangannya dari dalam memek Anissa. “Dengan tubuh indahmu itu, kamu pasti berharga mahal kalau mau jadi pelacur. Siapa tahu dapat langganan anggota DPR, mau?”
Anissa menjerit marah karena merasa dipermalukan, kembali ia meronta, tapi kali ini Pak Bejo melawan dengan mengeluarkan senjata andalannya. Pak Bejo menempelkan penisnya di antara selat dua bokong indah Anissa. Gadis itu menjejakkan kakinya dengan panik, ia tahu sebentar lagi pria tua busuk itu pasti hendak memperkosanya! Tubuh Pak Bejo terlalu berat dan kuat, Anissa tak bisa melawan kehendak sang pria tua yang sudah tertelan nafsu birahi liar. Kemaluan Pak Bejo yang besar dan tegang menyelip di antara paha mulus Anissa.
“Jangan, Pak… jangan…” lemas suara Anissa memohon.
“Ssst… kamu menurut saja, ya manis. Pasti enak kok.” Jawab Pak Bejo tanpa belas kasihan. “Aku ingin jadi orang pertama yang merasakan lezatnya memekmu.”
Pak Bejo menggesek-gesekkan kemaluannya di celah bukit bokong Anissa, ia dibuat merem melek oleh pantat bulat seksi milik gadis muda itu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, pantat Anissa menerima sentuhan langsung penis menegang milik seorang pria, sayang pria itu bukanlah calon suaminya. Gadis itu tersengal-sengal karena didorong maju mundur oleh Pak Bejo, ia sangat berharap Pak Bejo kelelahan dan mengurungkan niat memperkosa dirinya.
“Teruuuus… terussss…” Pak Bejo merem melek keenakan.
Setelah beberapa saat lamanya keenakan menggesekkan penis di belahan pantat Anis, Pak Bejo membalik tubuh gadis itu sehingga wajah mereka saling berhadapan. Pak Bejo mencium bibir mungil Anissa sementara tangannya bergerilya meremasi buah dada sang dara jelita. Tubuh gemuk besar Pak Bejo menindih tubuh mungil Anis di bawah langit malam terang, udara dingin berhembus menerpa kedua tubuh telanjang yang bermandikan keringat.
Pak Bejo menarik puting payudara Anissa dengan gigi dan menggigitinya kecil-kecil, ia juga mencupang balon buah dada gadis itu hingga membekas merah. Ketika gadis itu lengah, Pak Bejo menempatkan kemaluannya di mulut vagina Anissa sebelum dara cantik itu sadar apa yang akan segera dilakukan oleh sang pria tua bejat.
“Jangan Pak! Jangaaaaaaan!!!” rengek Anissa mencoba menghalangi Pak Bejo mengambil miliknya yang sangat berharga dan tak tergantikan itu. Tapi Pak Bejo jauh lebih kuat dan nafsu birahinya sudah sampai ke ujung ubun, Anis tak berdaya dalam pelukan Pak Bejo. Rengekan mohon ampun dari Anis malah semakin membuat Pak Bejo bernafsu, ia menyiapkan penisnya untuk melakukan tugas yang paling menyenangkan, merenggut kegadisan Anissa.
Pak Bejo bertanya-tanya dalam hati, benarkah gadis ini masih perawan? Hanya ada satu jalan untuk membuktikannya. Pak Bejo mengangkat tubuh dan melesakkan kemaluannya ke dalam memek Anissa dengan sekuat tenaga. Karena kerasnya usaha Pak Bejo, akhirnya bobol juga pertahanan terakhir Anissa. Pria pertama yang berhasil mencicipi madu kenikmatan dari kegadisannya bukanlah Dodit yang diharapkan menjadi suaminya, melainkan seorang pria tua bejat bernama Bejo Suharso.
“Jangaaan!! Kumohon, Pak Bejo! Sudah! Sudaaaah!!” Anissa meronta dan memukuli Pak Bejo sekuat tenaga, tapi mantan preman itu jauh lebih kuat daripada sang gadis muda. Karena jengkel, Pak Bejo menampar gadis itu di pipi kanan dan kiri. Saat itulah Anissa berhasil ditundukkan.
Anissa mendengar lenguhan Pak Bejo yang mulai melesakkan penisnya pelan-pelan, “Duuuh… enaknya memek kamu, Non Anis. Rapet banget! Wah, beneran nih Non Anis masih perawan!”
Kemaluan Pak Bejo maju sedikit demi sedikit, Anissa memejamkan mata ketika merasakan ujung gundul penis pria tua itu mulai melesak masuk melewati bibir vaginanya. Anissa ingin menjerit tapi tenaganya sudah habis, batang kemaluan Pak Bejo masuk ke dalam liang rahim Anissa dengan lembut. Gadis jelita itu hanya bisa pasrah dan menangis sesunggukan tanpa daya.
“Jangan…” bisik Anissa memohon ampun untuk yang terakhir kali sebelum Pak Bejo mengambil miliknya yang paling berharga. Calon pengantin itu mengerang ketakutan dan kesakitan namun tak berdaya, ia tak bisa mempertahankan diri dan gagal menahan serangan pria tua menjijikkan yang menginginkan kesuciannya ini. Jika Pak Bejo berhasil mendapatkan keperawanannya, maka Anissa akan kehilangan Dodit. Anissa tahu dia akan menjadi gadis kotor yang tidak lagi pantas menjadi istri kekasihnya itu. Pernikahan mereka terancam berantakan.
“Ahhhhhhhhh!!” jerit Anissa setengah berteriak ketika seluruh batang kemaluan Pak Bejo berhasil menembus masuk ke dalam memeknya, selaput daranya berhasil disobek. Pak Bejo menikmati tiap detik kenikmatan memerawani Anissa.
“Wow, surprise! Non Anissa bener-bener masih perawan!” teriak Pak Bejo sambil tertawa puas, ia bahagia menjadi orang pertama yang memasuki liang kewanitaan Anissa dan menembus selaput daranya.
Merasakan kenikmatan luar biasa menjadi pembobol keperawanan Anissa yang sebentar lagi akan menikah itu, Pak Bejo menyetubuhinya tanpa ampun. Ia menusukkan kemaluannya ke dalam vagina Anissa yang terbaring tak berdaya di bawahnya. Gadis itu tak henti menggigil sambil bergetar dan menangis sesunggukan. Pak Bejo menatap mata Anissa lekat-lekat dan tertawa terbahak. “Nggak nyangka sama sekali, di jaman seperti sekarang masih ada cewek yang mempertahankan keperawanannya sebelum menikah. Tadinya saya pikir Non Anis sudah berkali-kali ditiduri Mas Dodit. Sayang sekali dia tidak berani melakukannya, tentunya sekarang Non Anis akan mengingat saya seumur hidup ya, cinta pertama memang tak akan terlupakan, ha ha ha.”
Anissa kembali menjerit-jerit karena tak rela dirinya diperawani pria sebejat Pak Bejo. Pria tua itu hanya tertawa terbahak melihat gadis itu mencoba meronta. Gerakannya malah justru membuat gairah birahi Pak Bejo melejit tak tertahan.
“Ahh… enakgh… enak sekali… ahhh memekmu top banget, Non Anis!” kata pria tua sambil merendahkan martabat gadis yang tengah diperkosanya dengan mengeluar masukkan penisnya sekuat tenaga.
“Ohhhh… ampuuuun! Ampuuuun, Pak! Sudaaaah! Cukuppp! Ahhhh! Ehhhmm…!!” rintihan suara Anissa bercampur antara rasa sakit dan nikmat, sangat menyenangkan di telinga Pak Bejo yang terus menggenjot kemaluannya.
“Gadis cantik seperti kamu memang harus diperlakukan seperti ini… unghhh… enak banget memek kamu, Non Anis… ungh… ungh… ungh…” Pak Bejo merem melek merasakan sempitnya kemaluan gadis yang ada di pelukannya.
Anissa menyeringai menahan sakit ketika penis Pak Bejo berulang-ulang menjejal di dalam liang rahimnya, air mata Anis menetes tak tertahan. Pak Bejo tak kunjung usai, ia menarik paha si cantik dan menumbukkan kemaluannya sampai ke ujung leher rahim, sangat menyakitkan bagi Anissa yang baru pertama kali ini bersetubuh dengan seorang lelaki. Belum cukup rasa sakit ditimbulkan oleh Pak Bejo, pria tua menjijikkan itu juga meremas-remas payudara Anissa dengan ganas.
“Aduuuhh… sakit! Sakit! Ampuuun…” rintih Anissa tanpa henti sementara Pak Bejo menyetubuhinya dengan berbagai macam gaya. Pria tua itu tidak puas hanya dengan posisi misionaris biasa, ia menarik Anissa dan menyetubuhi dari belakang dengan gaya doggie-style. Berkali-kali Anissa merengek minta ampun ketika Pak Bejo menjambak rambutnya hingga wajah gadis itu mendongak menatap ke atas. Karena waktunya sempit, Pak Bejo tidak bisa terlalu banyak melakukan eksperimen posisi, tapi dia merasa puas merasakan memek Anissa yang masih sangat rapat hingga penisnya terasa sangat enak di dalam memek gadis itu. Tidak hanya asyik melesakkan penisnya keluar masuk memek Anissa, Pak Bejo juga menggigiti pundak dan menciumi leher gadis itu sementara tangannya asyik meremas-remas buah dada si cantik.
“Aduuuh! Aduuuh! Aku tidak tahaaan lagiiii!!” erang Pak Bejo setengah berteriak. Sesaat kemudian Anissa merasakan ujung gundul penis Pak Bejo seperti membengkak dan berdenyut di dalam liang kewanitaannya. Tiba-tiba saja terpancar cairan hangat yang keluar dari ujung penis Pak Bejo, kemaluan Anissa dipenuhi oleh air mani pria tua bejat itu. Setelah hampir satu jam Pak Bejo menyetubuhi Anissa dengan kejam, diapun menyemprotkan air maninya di dalam liang rahim sang gadis manis yang sudah direnggut kesuciannya itu.
Bukannya takut dilaporkan pihak yang berwajib karena telah memperkosa calon istri orang, Pak Bejo malah berharap ia bisa menghamili Anis. Pak Bejo tetap mendiamkan penisnya berada di dalam memek Anis untuk beberapa saat lamanya, sementara gadis itu terdiam tak berdaya di bawah pelukan sang pria tua. Setelah beberapa menit mereka beristirahat, Pak Bejo melepaskan penisnya dari dalam vagina Anis. Pak Bejo menangkup selangkangan Anis dengan nakal dan terkekeh menghina.
“Memang paling enak acara belah duren.” Pak Bejo menggesekkan penisnya di dada ranum dan wajah cantik Anissa tanpa rasa dosa. “Dengarkan baik-baik, anak manis. Ada baiknya kejadian ini tidak kau sebarkan ke semua orang. Aku punya banyak kawan di luar sana, jadi seandainya kau lapor polisi atau membacot pada Mas Hendra, Mbak Alya atau Mas Dodit dan yang lainnya, siap-siap saja. Tidak hanya menyiksamu, aku juga akan meminta orang menghabisi Mas Doditmu tercinta itu! Paham?!”
Anissa mengangguk lemah tak berdaya.
Puas mempermalukan dan mengancam Anissa, dengan santai Pak Bejo membersihkan dirinya dengan tissue yang ia ambil dari saku kantong celana, ia melemparkan beberapa helai tissue pada Anissa yang masih sesunggukan dan meringkuk tak berdaya. Pak Bejo dengan senyum puas membersihkan penisnya yang belepotan air mani bercampur darah perawan Anissa. Ia puas sekali bisa mendapatkan seorang gadis yang cantik dan seksi apalagi masih perawan seperti Anissa, ia merasa jauh lebih muda setelah meneguk kenikmatan sejati seorang gadis perawan.
Beberapa saat kemudian, mereka kembali ke mobil yang diparkir di tepi jalan.
Sementara Pak Bejo merasa puas dan merokok di kursi depan, Anis menangis terisak-isak di kursi belakang. Tubuh gadis itu terasa berat dan lemas sampai-sampai ia tak mampu bergerak. Anissa tahu, pasti orang tua sinting ini akan mengulangi lagi perbuatannya kapanpun ia mau. Anissa tidak bisa melaporkannya ke pihak yang berwajib karena Pak Bejo adalah orang yang sangat kasar dan berani melakukan setiap ancamannya, ia takut Pak Bejo akan melukai dirinya, keluarga Mas Hendra atau bahkan Dodit. Anissa tidak mau itu terjadi, dia juga tidak ingin melapor ke polisi karena merasa malu sudah ternoda, seumur hidup Anissa ingin memberikan yang terbaik pada suaminya yang sah, ternyata, mendekati hari-hari pernikahannya, ia malah kehilangan kesuciannya karena diperkosa oleh seorang pria tua bajingan.
Hampir dua jam kemudian baru mereka pulang. Ketika berpindah dari belakang ke kursi depan, Anissa berjalan dengan sedikit timpang, tentunya karena selangkangannya terasa sangat sakit. Pak Bejo terkekeh menatap nyeri yang dialami korbannya. Ia sangat puas menjadi orang pertama yang bisa meraih kenikmatan vagina Anissa.
###
Anissa terbangun dengan badan kaku dan linu. Matahari menembus ke dalam kamar dengan sinar tipis yang menyeruak melalui sela-sela kain gorden jendela dan lubang angin di atasnya. Gadis muda itu menguap, dia kecapekan, seluruh tubuhnya terasa remuk. Ketika melirik ke arah jam dinding, Anis baru sadar kalau ternyata hari sudah siang.
Kaca besar yang berada di meja rias menyadarkan Anissa. Wajahnya sembab dan membekas biru, kelopak matanya sayu dan berkantung tebal. Peristiwa semalam mengagetkan Anissa seperti kilat menyambar, semalam ia diperkosa! Ia telah diperkosa! Ia bukan perawan lagi! Ia sudah diperkosa!
Anissa menggeleng, ia tidak mau menerima kenyataan ini… ia tidak mau… ini semua hanya mimpi, pasti hanya mimpi. Buru-buru gadis itu menyibakkan selimut dan memeriksa bagian selangkangannya. Ada rasa gatal yang hangat di bagian lekuk selangkangan yang terasa aneh, Anissa meneteskan air mata lagi, ia tidak mau menerima kenyataan yang pahit ini. Ia tidak mau menerimanya. Detik demi detik yang berlalu semalam kembali terulang dalam benak Anissa, akhirnya ia sadar sepenuhnya. Semalam, ia telah ditiduri Pak Bejo. Ia telah diperkosa oleh orang yang lebih pantas menjadi orang tuanya itu. Anissa tidak bisa mempertahankan kegadisannya karena direnggut seorang lelaki hina.
Dengan tubuh lemas lunglai, Anis berjalan tertatih menuju kamar mandi. Bagian selangkangannya terasa panas dan perih, ia duduk di toilet dan berusaha mengenyahkan semua kejadian semalam yang berulang di benaknya bagaikan film yang diputar berkali-kali. Gadis itu berusaha tabah dan menahan diri agar tidak menangis, tapi air matanya tetap menetes membasahi pipi.
Anissa duduk terdiam di toilet dengan pikiran yang melayang jauh. Entah apa yang sedang dilamunkan gadis malang itu.
Ia tidak ingin berjumpa dengan siapapun saat ini, tidak juga Dodit. Karena ia tahu, kisah penderitaannya belumlah usai, justru baru akan dimulai.
###
Bagaimana nasib mereka selanjutnya?
BAGIAN ENAM
TAMA
T

Liburan Birahi 5 : Get Me!

“Cantik,,,sangat cantik,,,” 
Mata Bu Sofie menyapu panorama dari ruang tak berbatas, matahari pagi memberi warna berkilauan pada ombak yang pagi itu sedikit lebih jinak. Wanita berambut ikal yang diikat keatas itu melepas sendalnya, berjalan menyambut ombak kecil yang dengan cepat menjilati jari-jari dan telapak kakinya.
“Aku ingin seperti ini selamanya,,,” gumam Bu Sofie pelan, merentang kedua tangan seolah ingin memeluk langit. bibir tersenyum bahagia, bahagia dengan kebebasan yang tengah dinikmatinya.
Lepas dari sorotan mata bengis para wanita sosialita, lepas dari segala macam barang branded puluhan juta. Tas versace, gaun dari desainer ternama, jam tangan hingga kalung dan cincin berlian yang selalu menjadi barometer kesuksesan para suami. Bu Sofie menggerak-gerakkan tangannya yang serasa begitu bebas tanpa mata berlian yang setiap hari menjepit erat aliran darah, yang terkadang membuat jari-jarinya kebas.
“Bebaaass,,,” gumamnya, tersenyum lepas, terbebas dari segala beban.
Bukan sekedar bebas dari rintih persaingan para srikandi borjuis, tapi juga bebas dari kritik tajam Pak Prabu yang sehari-hari tak kalah cerewet dengannya. Tak ada pula komentar miring dari suaminya saat mendapati pantat montoknya hanya dibalut kain pantai tipis, tanpa underwear. Bahkan beberapa kali tubuh montoknya dipeluk Dako dan Munaf dihadapan suaminya, tapi lelaki berkumis itu hanya tersenyum, seolah mengizinkan dirinya mencari bahagia ditempat itu. Bibir Bu Sofia tersenyum kecut, saat teringat tingkah suaminya yang pura-pura tidak melihat saat tubuh montoknya diseret Dako ke kaki sebuah tebing. 

“Pemuda yang nakal,” kepala Bu Sofie menggeleng-geleng, coba mengingat bagaimana lelaki muda itu menggumuli dirinya dengan begitu buas di atas pasir pantai.
Teringat pula bagaimana serunya persaingan antara dirinya dan Aida saat berebut mengendarai batang Adit subuh tadi. “Keponakan geloo,,dikira pingsan beneran, ga taunya malah main kuda-kudaan sama Aida,” umpat Bu Sofie sambil tertawa.
Parahnya lagi, beberapa saat lalu, secara terang-terangan dirinya menawarkan tubuh montoknya kepada Arga, “Uuugghhh,,,dasar betina gatel,,,ga punya maluuu,,” Bu Sofie memaki dirinya sendiri, sambil tertawa kecil. Kakinya menendang gumpala ombak kecil.
“Ibu baik-baik aja kan Bu?,,,”
 Tanya Mang Oyik yang heran melihat tingkah Bu Sofie yang tertawa sendiri.
“Ehh,,, iyaa,, baik,, Mang,,kenapa di sini lebih banyak batu karangnya dibanding pantai di depan cottage?,,”
 Bu Sofie berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah, malu dengan tingkahnya sendiri, bertanya pada Mang Oyik, namun lelaki berambut kriwel itu mengangkat kedua pundaknya tanda tak tau.

Mata belo (baca: mata bola pingpong nya Bung Iwan Fals) yang dihias bulu mata lentik itu beralih menuyusuri bibir pantai. Tiba-tiba pandangannya beralih pada ATV yang masih diduduki Mang Oyik. “Mang,, ajarin saya nyetir ATV dong,,, kaya nya seru kalo bisa ngebut di pantai sepi begini,,” pinta Bu Sofie.
“Lhaa,, terus nyiapin peralatan game nya gimana Bu?,,” Mang Oyik menjawab pertanyaan bu Sofie dengan mata yang tak lepas dari payudara besar Bu Sofie yang dipastikan tidak mengenakan bra. “Gilaa,, pentilnya aja gede banget,,” gumam Mang Oyik penuh birahi. 
“Kenapa Mang?,,,”
“Eenghh,, maksud saya,,, saya ga enak kalo mereka ke sini peralatan game belum siap,,,”
 Kali ini mata Mang Oyik lebih beruntung, angin pantai begitu lihai meniup rok lebar Bu Sofie, hingga menampilkan pantat yang begitu montok.
“Itu gampang Mang,,lagian mereka masih lama ke sini,,kita aja yang terlalu pagi,, Ayolaaah, ajarin sayaaa,,,” rengek Bu Sofie, begitu acuh dengan kenakalan angin yang memanjakan mata Mang Oyik.
 Mang Oyik meneguk ludah, saat Bu Sofia berbalik menghadapnya, memohon dengan gaya centil khas ABG, tak peduli dengan ulah angin yang berhasil menyingkap rok bagian depannya, hingga menampilkan gundukan vagina yang gemuk. Tangan Mang Oyik gemetar menyerahkan kunci, disambut tawa Bu Sofia yang sukses mengerjai lelaki berambut kriting itu. 
“Ayo naik,, biar saya bonceng,” seru Bu Sofia yang sudah duduk manis mengangkangi ATV.
Dan ternyata,,, memang tidak sulit bagi Bu Sofia untuk menjinakkan ATV di atas pasir pantai, ulah ngebut Bu Sofie membuat membuat Mang Oyik sedikit terganggu menikmati tubuh dan paha mulus di depannya.
“Jangan terlalu ngebut Bu,,, pasir pantai bikin roda jadi liar lhoo,,apalagi kalo mau naik tanjakan bukit itu,,” seru Mang Oyik menunjuk bukit pasir yang menjauh dari bibir pantai, mencari-cari alasan agar dapat berpegangan pada pinggang yang sedikit berlemak.
Bu Sofia justru tertawa, menggeber gas semakin kencang. Namun tiba-tiba laju ATV mulai menurun saat Mang Oyik mengelusi paha. ATV Menaiki bukit pasir yang landai namun cukup tinggi dengan gas tertatih, akibat ulah Mang Oyik yang berhasil mengganggu konsentrasi wanita itu, hingga akhirnya kendaraan beroda 4 itu turun dengan sendirinya dari bukit.
 “Mang,, kalo mamang takut jatuh, pegangan yang kenceng,,,” seru Bu Sofie, yang diamini mang Oyik, memindah telapak tangannya ke payudara besar Bu Sofia, dan meremasnya dengan kuat. 
“Pegangan seperti ini Bu?,,,” 
“Tidaaak,,, lebiiih kencaaang lagiii,,,” rintih Bu Sofie, menikmati kebrutalan tangan Mang Oyik. ATV terhenti ketika Mang Oyik berusaha menarik keluar sepasang payudara.
“Silahkan jalan lagi buu,,” bisik Mang Oyik, ditengah kekaguman, telapak tangannya yang kasar tak mampu sepenuhnya menangkup kedua daging milik Bu Sofie.
ATV berjalan dengan sangat lambat, bibir wanita itu terus mendesis, putingnya yang mengeras terasa sedikit pedih saat jari-jari Mang Oyik mencubit dan memelintir. Tubuh Bu Sofie semakin gemetar saat pantatnya merasakan menggesek batang yang sudah sangat keras.
“yang nempel di pantat saya ini apa Mang?,” 
“Cuma tongkat persneling koq Bu,,,” 
“Mana ada sih ATV pake persneling,hahahaa,,oowwwhsss,,,” Bu Sofie tertawa di sela rintihannya.
“hahahaa,, ya artinya ini tongkat persneling saya bu,, hahaha,,Pengen nyoba tongkat persneling saya?,,,”





Mang Oyik



Deg,,, Laju ATV direm mendadak, Bu Sofie memang sudah sering mencoba ketangguhan para pejantan muda yang menjadi bahan arisan teman-temannya, tentunya tanpa sepengetahuan suami-suami mereka, tapi Mang Oyik adalah manusia paling amburadul yang pernah menjamah tubuhnya. Matanya menyusur bibir pantai, menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada seorangpun selain mereka ditempat itu. Mengucap terimakasih pada bukit pasir yang tadi dinakinya, menutup akses pandangan dari arah cottage
“Boleehhh,,, biar saya coba,,” jawab Bu Sofie dengan jantung berdebar, coba merasakan batang keras yang terus menggesek-gesek sekitar pinggang dan pantatnya. 
Wanita itu berdiri, mengangkangi jok ATV, perlahan menurunkan celana dalamnya dengan mata waspada mengamati sekitar pantai. Melihat pantat montok mulus yang terbuka di depan wajahnya Mang Oyik langsung membenamkan wajahnya ke belahan pantat Bu Sofie.
 “Aaaakkkhhh,,, Maaaangssss,,,,” tubuh wanita terlonjak, tak menduga dengan serangan Mang Oyik, tangannya segera memegang stang menahan tubuhnya yang terhuyung kedepan.
 “Oowwwhhssss,,,Ganas baangeetss ni Orang,,, Aaaggghhhsss,,,” gumam wanita itu tak jelas, merasakan lidah panas Mang Oyik yang dengan cepat melakukan sapuan panjang di selangkangannya, menjilati bibir vaginanya dan terus menyapu hingga ke lubang anusnya.
Terus berulang-ulang, menyapu, menggelitik, sesekali menusuk lorong vagina dan anusnya, membuat tubuhnya merinding.
“Aaaaggghhh,,, gilaaaa,,, masukin maaaaang kalo beraniii,,,” rintih Bu Sofie semakin membuka lebar pahanya, dan benar saja, sesaat kemudian Mang Oyik menjawab tantangannya
Lidah panas itu berusaha menguak lubang anus Bu Sofie. Akibatnya wanita itu semakin kalang kabut dilanda birahi. Tak pernah dirinya diperlakukan seperti ini, selama ini pejantan muda yang dibokingnya kebanyakan dari kalangan mahasiswa, yang minim pengalaman dan terlalu menjaga sopan santun. Tapi kini, wanita itu dapat merasakan lidah panas yang berhasil menerobos liang kotor itu, menggelitik liar berusaha masuk semakin dalam, 
“Aaaaaggghhhh,, Maaaang,,,jilaaaatin dalam nyaaa jugaaaa Maaaangssshhh,,,” pantat besar Bu Sofie menekan wajah Mang Oyik.
Tak ingin mengecewakan tamunya, Mang Oyik tak lagi peduli dengan rasa pahit di lidah, daging tak bertulang itu menari, melengkung ke kiri ke kanan seolah mencari sesuatu di lorong anus Bu Sofie.
“Dasaaarrr,,, betinaaa binaaaallll,,,” rintihnya, mengakat pantatnya semakin tinggi, memberi akses sepenuhnya pada lidah Mang Oyik untuk bertualang. Bibirnya terus mendesis, merintih, menjerit histeris.
“Aaaaakkkkhhhhhh,,,,, pindaaaah depaaaaannn,,, sedooottt yang didepaaaan Maaaaang,,,,” jerit Bu Sofia tiba-tiba, menjambak rambut kriting Mang Oyik, mengangkangi wajah Mang Oyik, mengarahkan lidah yang masih terjulur itu kebagian depan. 
Tapi, belum puas dengan gerakan lidah Mang Oyik di vaginanya, pantat Bu Sofie bergerak semakin liar, menggesek-gesek bibir vaginanya yang penuh lendir ke wajah mang Oyik dengan kuat. Hingga akhirnya gelombang orgasme menyerang tubuhnya. 
“Aaaaggghhh,,, keluaaaaaarrrr,,,,”
 “Sedooot Maaang,,, minuuuum,,,sedoooot semuaaaa,,,” perintah Bu Sofie yang merintih penuh kenikmatan, menjejalkan bibir vaginanya ke mulut Mang Oyik yang terbuka.
Tapi bukan Mang Oyik namanya jika pasrah begitu saja menjadi objek pelampiasan seorang wanita. Karena bibir tebalnya tiba-tiba membekap seluruh pintu vagina Bu Sofie, dan melakukan sedotan kuat, hingga wanita itu terkencing-kencing. 

Didera orgasme panjang kaki montok itu gemetar, “Sudaaaah Maaaang,,,stooop,,,” namun bibir Mang Oyik terus menghisap, menyedot lorong vaginanya, memaksa semua cairan keluar dan beralih ke mulutnya.
“Uuuuggghhh,,,” 
Seeeerrr.... lagi-lagi Bu Sofie squirt, memuntahkan air seni yang dipaksa keluar. Tubuhnya roboh memeluk stang ATV, menungging membelakangi Mang Oyik yang tertawa puas dengan wajah basah oleh cairan vagina.
“Saat nya beraksi,,,” batin Mang Oyik, Tangan kirinya mengocoki batang yang sudah mengeras, sementara tangan kanannya mengusap-usap bibir vagina yang penuh dengan tetesan lendir.
“Oooowwwwhhhssss,,,”lenguh Bu Sofie, saat merasakan batang Mang Oyik yang dengan mudah menerobos vagina yang basah, tanpa menunggu dirinya siap, Mang Oyik langsung menggenjot dengan kasar.
Bu Sofie tertawa melihat ulah Mang Oyik yang begitu bernafsu, wajar saja, sangat jarang lelaki itu bisa merasakan barang semulus milik Bu Sofie. 
“Selamat menikmati,,” seru Bu Sofie dengan gaya yang sangat genit, menduduki batang Mang Oyik di atas ATV. 
Menggerakkan pinggulnya pelan. Wanita itu sadar, lorong vaginanya yang terbiasa dengan batang besar, terasa sedikit longgar saat berusaha mengempot batang Mang Oyik.
“Waaahhh,,, Mang Oyik, ada barang bagus dipake sendiri nih,,,” seru seseorang dari arah belakang. Bu Sofie yang terlalu asik dengan Mang Oyik tak menyadari seorang pemuda menghampiri mereka. Bu Sofie berusaha meloncat turun dari atas tubuh Mang Oyik, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya sambil tertawa. akhirnya wanita itu hanya bisa berusaha menutupi selangkangannya dengan rok yang terlalu pendek.
“Tenang Bu, dia si Kontet teman saya koq, penjaga cottage sebelah, ga usah takut, Kontet ini kalo ga diizinin ga bakalan ikut nyodok koq,” terang Mang Oyik, yang langsung dijawab Kontet dengan plototan mata.
“Gila lu Mang, barang bagus gini masa gue cuma disuruh nonton, aaahh,,, tai lu Mang, bini gue kemarin lu obrak-abrik gue santai aja, sekarang elu ada barang bagus dipake sendiri, liat aja ntar bini lu gue pake siang malam jangan protes lu,,,” 
“Aaahh,, berisik Lu Tet, bikin orang ga khusu aja,” Mang Oyik melempar sendal ke arah Kontet.
Bu Sofie tak bisa menahan tawanya, meski tampangnya lebih sangar dan punya body yang jauh lebih besar dari Mang Oyik, ternyata lelaki itu cerewetnya minta ampun.
“Bu,, gimana?,,, boleh ikut gabung ga?,,,”
“Eeenghh,, iya deehh,, eemmh,,terserah deh maksud sayaa,,” wajah Bu Sofie panas seketika, bibirnya telah memperislahkan dua manusia amburadul itu untuk menikmati tubuhnya, tubuh istri dari seorang direktur cabang perusahaan besar di negeri maritim ini.

Tapi ulah Kontet yang tertawa girang menampilkan gigi yang sebagian ompong itu, membuat Bu Sofie tak mampu lagi menahan tawanya. Dan akhirnya hanya bisa merutuki nasibnya yang harus menjadi pemuas nafsu dua kura-kura pantai selatan.
“Tapi bilangin Mang, kalo nusuk punya saya ini mulut harus diam, ga boleh cerewet,,Hihihihi,,,”
Namun tawa Bu Sofie terhenti saat Kontet mengeluarkan batangnya. Batang yang lebih besar dari milik suaminya yang sudah termasuk kategori big size. Berselimut kulit yang coklat kehitaman, membuat tampilannya semakin sangar.
“Kenapa Bu,, gede banget ya,,,hehehee,,, makanya saya ga pernah ngizinin dia ngentotin bini saya, pasti ancur meqi Marni kalo disodok tu batang,,,hehehee,,,”
Jantung Bu Sofie bergemuruh mendengar paparan dari Mang Oyik yang begitu vulgar, khas orang pinggiran. Tapi batang itu memang sangat besar. Pinggul besar Bu Sofie kembali bergerak, berusaha sekuat mungkin menjepit batang Mang Oyik agar lelaki itu cepat selesai. Sementara Kontet berjalan ke depan ATV, seolah ingin memamerkan batang gorilanya kepada Bu Sofie yang tak berkedip memandang dengan bibir mendesis birahi. Tak sabar menunggu giliran.
“Bu,,, kelamaan kalo nungguin Mang Oyik kelar,,langsung masukin double dong Bu,,,”
“Gila kamuu,, bisa hancur beneran punya sayaa,,, Sini deehhh,,Aaawwwhh,, pelan Mangss,,”
Bu Sofie kembali menungging, agar mulutnya dapat menjangkau batang besar itu.
 “Dasar kau Sofiee,, ga pernah bisa sabar kalo liat batang besar,” batinnya tertawa girang bercampur ngeri.
“Ooowwwhhh,,,yaaa,,, jilaaat buuu,,,yaaa,,,basaaahiin dulu batangnyaaa,, jilat memutar buuu,, oowwhhh,,,”
 “yaaa sekarang masukin kemulut ibu,,, ooowwwhhhsss,,, gilaaa,, mulut ibuuu hangaaat bangeeettt,,masukiiin semua dong Buuu,,ayoo buuu semuaaa,,”
 “AAAAWWWW,,, SAKIT BUUUU,,,”
Kontet menjerit seketika, batang besarnya digigit oleh Bu Sofie.
“Makanya diam,,, tinggal nikmatin aja repot bener sih,,, ga tau apa kalo ane masih Nobi,, kalo bikin cernas otaknya masih sering ngadat.”
(Naahhhh,, Lhooo,,, tepos kan ,,,lanjut ngaceng lagi yuuu,,,)
“Makanya diam,,, tinggal nikmatin aja repot bener sih,,, ga tau apa kalo ni batang gede banget,, ga bisa masuk semua tauu,,,”
“Tapi Bu, kan ga usah pake digi,,,”
“Diam!!!,,”
 Kontet langsung menutup rapat mulutnya.
“Whuahahahaa,, emang bener Lu Tet, sampe ngentot aja mulut lu ga bisa diam,,,” Mang Oyik sontak tertawa. disambut tawa Bu Sofie yang ga sanggup melihat wajah Kontet yang seketika pucat, mendengar bentakannya.





Kehadiran Kontet membuat Bu Sofie bisa lebih rileks, seakan lupa dengan status sosialnya.
“Waduuuhh,,, koq malah ngecil sih ni batang,” Bu Sofie tiba-tiba panik saat mendapati batang Kontet yang keras seperti kayu mulai loyo.
“Sini dehh,, ibu masukin semuuaaa,, Eeemmmpphhh,,,, uuummpphhh,,,”
 Bu Sofie berusaha menjejalkan batang gemuk itu kemulutnya, membekap dengan lidahnya. Namun batang itu hanya mampu masuk setengah.
“Uuugggmmpphhh,, Ooommppphh,,,” Bu Sofie gelagapan, saat batang kontet yang hitam kembali membesar di dalam mulutnya. Tapi mulut wanita itu enggan untuk melepaskan.
Ini adalah persetubuhan paling gila dari yang pernah dialaminya. Tangan Bu Sofie mencengkram pantat Kontet, memberi perintah agar batang itu bergerak di dalam mulutnya.
“Ooommmpphhh,,, uuggmmmppp,,,” jari lentiknya menekan pantat Kontet lebih kuat, hingga batang besar itu hampir masuk ke kerongkongannya, menutup saluran nafasnya.”
“Ooogghhhh,,,” mulut Bu Sofie tersedak, melepaskan batang besar, matanya berair akibat tersedak, tapi gilanya bibir sensualnya itu justru tersenyum. 
“Gimanaa Tet,,,nikmat mana sama meqi binimu,,”
“Juancuuuk,, mulut Ibu ganas banget,,nikmat banget Bu,,,hampir aja saya muncrat di mulut ibuuu,” telinga Bu Sofie terasa panas saat mendengar Kontet hampir saja memenuhi mulutnya dengan sperma, batangnya saja sudah bau, bagaimana spermanya.
“Buu,, sebelum mulut ibu menampung sperma kita-kita,, saya cium dulu dong Buu,,” Mang Oyik yang merasa diacuhkan memalingkan wajah Bu Sofie, lalu dengan cepat melumat ganas.
“Eeemmpphhh,,, Mmaamgghhh,, emmpphh,,” Bu Sofie gelagapan, mulutnya dihisap Mang Oyik, lidahnya membelit, menarik masuk lidah wanita cantik itu ke dalam mulut yang bau tembakau.
Tak henti-hentinya Mang Oyik menyedot dan meneguk ludah Bu Sofie yang terkumpul. Sementara batangnya kembali bergerak menghajar kemaluan wanita itu. Belum lagi Kontet yang begitu ganas menyusu di payudara besarnya.
“Bolehkan? kalo saya nyemprot di mulut ibu?,,” tanya Mang Oyik, dengan nafas memburu. Pantatnya semakin cepat bergerak.
“mulut sayaa?,, Yaaa,, saya rasa itu lebih baik, saya sedang subuurrr,” ucap Bu Sofie terengah-engah, entah apa maksudnya, padahal subuh tadi keponakannya Adit berkali-kali memenuhi rahimnya dengan benih yang sangat subur. Tapi yang pasti, mulut Mang Oyik yang bau itu hampir saja menghantarnya pada orgasme yang liar.
“Buu,, isep punya saya lagi buuu,,,” pinta Kontet dengan suara memelas, sesaat Bu Sofie menatap wajah Kontet yang penuh harap. Haapp...
 Kembali batang besar itu memenuhi mulut Bu Sofie. 

“Eeemmpphh,, Oooommggghh,, Ooowwhhggg,,,”
“Ooowwhhhsss,, Buuu enaaaak Buuu,,,”
Tangan Bu Sofie kembali mencengkram pantat kekar Kontet, memandu agar batang besar itu bergerak lebih cepat di dalam mulutnya, begitu kompak dengan kedua tangan kontet yang memegangi kepala Bu Sofie, seakan benar-benar tengah menyenggamai mulut wanita cantik itu.
 “Oooommmgggghh,,, Aaaaagghhmmm,,,”
 Mata Bu Sofie kembali berair, berkali-kali batang besar itu menyodok tenggorokannya dengan kasar. Tapi wanita enggan melepaskan, bahkan lidahnya semakin liar menggelitik batang besar Kontet. 
“Buuu,,, sayaaa keluaar duluaaannn,,, Aggghhhh,,,” tiba-tiba Mang Oyik mendengus liar, menghambur sperma di lorong kemaluan Bu Sofie.
Wanita itu berusaha berdiri, melepaskan batang Mang Oyik, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya, menekan kuat pantatnya ke bawah, membuat Batang Mang Oyik semakin jauh tenggelam. Mati-matian Bu Sofie berusaha melepaskan batang yang terus berkedut menghambur benih, tapi sangat sulit, mulutnyapun masih dipenuhi oleh Batang besar. Bahkan gerakan batang itu semakin kasar. Bu Sofie menatap wajah Kontet yang habang ijo mengejar kenikmatan tertinggi.
 “Uuugghhh,, Siaaal,,” hati Bu Sofie mengumpat melihat wajah Kontet yang menunjukkan bagaimana besarnya kenikmatan yang diberikan oleh mulut seorang wanita sosialitas kelas atas.
“Ooommmggghhh,,, uuuggmmhhhh,,,,” tangan Bu Sofie meremas erat pantat Kontet, pinggulnya besar wanita itu kembali bergerak, berharap batang Mang Oyik masih dapat melaksanakan tugasnya.

Terlanjur basah, dirinyapun tak ingin rugi, harus mendaptkan orgasme seperti yang tengah dikejar Kontet, dengan mulut menggeram, penuh dengan jejalan batang besar, mata wanita menatap Kontet memberi sinyal. Inilah saat yang tepat.
“Oooowwwhhhsss,, Buuu,,,Aaaagghhhh,,,”
 “Gilaaa,, nikmat bangeeeet,,,” Kontet histeris menghambur sperma, yang sigap disambut mulut Bu Sofie, berkali-kali mulutnya meneguk sperma Kontet yang memancar, seiring lorong vaginanya yang juga menghambur cairan orgasme ditengah sumpalan batang Mang Oyik.
“Ooommpphh,, puiihh,,puaahh,, puihhh,, asin banget sperma mu Tet,,,”
“Haayyaaaahh,, kalo asin kenapa ditelan Buu,, heheheee,,”
“Terpaksa tau,,”
 Bu Sofie mencoba berdalih, meski mulutnya sudah terbiasa dengan beberapa cita rasa sperma.
“Buu,,,” Kontet kembali merengek, meminta bibir mungil Bu Sofie membersihkan batangnya.
“Aaahhh,, ngelunjak Lu Tet,, gue kan juga mau disepong ama Bu Sofie,,,” protes Mang Oyik yang merasa tersisih. 
“Iyaa,,iyaa,, sini gantian,,,” wanita itu melepaskan batang Mang Oyik dari vaginanya. Lalu turun dari ATV, tanpa tendeng aling langsung melahap batang yang masih mengeras, dan itu membuatnya sangat heran.
 BREEMMM...BREEEMMMM... BREEEEMMMMM....tiba-tiba terdengar suara ATV di kejauhan. Bu Sofie terkaget, itu pasti rombongan suaminya. dan mereka pasti mencari dirinya yang tiba lebih dulu. Sebenarnya Bu Sofie bisa saja langsung melepaskan batang Mang Oyik, membenahi pakaiannya lalu menghampiri mereka. Tapi matanya menatap nanar batang Kontet yang besar dan masih mengeras. Yaa,, dirinya masih ingin merasakan batang yang lebih besar dari milik suaminya itu memasuki tubuhnya.

“Aaahh,, persetanlah,, ntar gampang cari-cari alasan,” batin Bu Sofie menghentak.
“Tet,, cepet tiduran,,” BU Sofie mendorong tubuh besar Kontet kepasir, lalu dengan sigap menggenggam batang besar pemuda itu, dan mengarahkan keliang kemaluannya.
“Oooowwhhhhsss,, Gilaaa,, emang besar bangeeeettsss,,”
 “Aaagghhh,,, Tai Lu,, jangan diaaam,, cepet masukiin batang Luu,,”
 Bentak Bu Sofie panik,kata-katanya terdengar vulgar. Tanpa pikir panjang Kontet menghentak dengan kuat, bahkan terlalu kuat, hingga batang besarnya menggelosor masuk menghentak hingga ke lorong rahim.
“Aaagghhhh,,, begooo,,,sakiiitt,,kegedeaaann,,”
“Tapi bisa masuk koq Bu,,,” jawab Kontet cengengesan, antara takut dan nikmat.
“Yaaa,, masuukk,,Aaahhhss,, sampe mentoookss,,” Bu Sofie coba meresapi kenikmatan di lorong vaginanya.
“Maaang,,,mau Apaa?,,,jangaaan disituuu,,”
 “Aaagghhh,, gilaaa,,,masuuukk,,jangaaann,,sakiitt begooo,,,Aaagghhh,, dikit lagiii,,,”
 Bu Sofie kalang kabut, kedua lubangnya dipenuhi batang.
“Buu Sofieee,,, Buuu,,,”
 “Sayaaaang,,, yu huuuu,,,”
 “Buuuu,,, bu Sofie dimana,,,,”
 “Mang Oyiiiik,,, Woooyy,,, Maaaang,,,”
 Terdengar teriakan-teriakan samar memanggil namanya. Tapi sudah terlambat untuk menyudahi permainan. Kini dua buah batang pejantan telah memenuhi kedua lorongnya.
“Ayoo Tett,, Hajaaarrr,,” seru Mang Oyik. Memegangi pantat Bu Sofie yang begitu indah, seperti berbentuk amor yang sangat besar, dengan dua panah besar menembusi bagian tengahnya. Assseeeeemm,, pantat besar kaya gini yang dari dulu gue cari-cari,”
“Hehehee,, iyaa Mang,,kapan lagi bisa ngerasain barang kelas atas yang bisa dipake join depan belakang kaya gini,,,” jawab Kontet,mulai bergerak liar, batang besarnya bergerak cepat memaksa sperma Mang Oyik keluar.
“Ooowwwhhhss,,, Gilaaa,,kaliaaan,,ayooo hajaaarr punya Ibuuu,,,” rintih Bu Sofie yang kerepotan menahan tubuhnya, menjaga posisi agar kedua batang itu dapat bergerak cepat dan leluasa menikmati sempit kedua liang kemaluannya.
“Oooowwhhhsss,,, seperti inikah nikmatnya di gangbang, seperti kata Bu Ningrum,, Aaahhhsss,,,” Bu Sofie teringat cerita temannya yang terbiasa digangbang oleh suami dan anak kandungnya.
“Aaarrrgghhhssss,,papii,,, yang cepeeeet,, Sandyyy,,hajar memek Ibuuuu muuu ,,,” tiba-tiba mulut Bu Sofie meracau, membayangkan yang tengah menyetubuhinya adalah suaminya dan anaknya Sandy Prabu, yang tengah kuliah di Australia. Menyodorkan payudara besarnya ke mulut Kontet yang segera melahap rakus.
“Aaaaggghh,,, teruusss soddoook yang kuaaaat Saaandyyy,, masukin memek ibuuu yang dalaaaam Naaak,,”
 Tubuh wanita itu mulai gemetar bersiap menyambut orgasme, bertepatan dengan matanya yang menangkap sosok suaminya berdiri di atas bukit pasir, menatap tak percaya.

“Papiii,,, Maaf Piii,, mamiii,,keluaaarrrrhhhh,,, Aaaarrrgggghhh,,,”
 Mata Pak Prabu melotot, mulutnya ternganga melihat istrinya dihimpit dua lelaki dengan kejantanan bersemayam di lorong vagina dan anusnya. Sangat persis saat dirinya menunggangi Aryanti bersama Dako, Tapi kenapa istrinya justru menyebut namanya dan anaknya Sandy saat menyambut orgasme. Terlihat jelas bagaimana tubuh montok itu bergetar, pantatnya menekan batang Kontet hingga ke muara rahimnya. Hingga akhirnyaaa,, 
“Uuunnghhh,,,Arrggghhh,, masuuuk semuaaaa,,,” 
Pak Prabu terbelalak saat Istrinya menghentak keras, sangat keras. Hingga batang yang besar dan panjangnya melebihi miliknya itu tenggelam sepenuhnya kedalam kemaluan istrinya. Mungkinkah batang itu menerobos pintu rahim istrinya yang sudah melahirkan 3 orang anak. 
“Buuuu,,, sayaaaa ngecrooot di memek ibuuuuu,,” teriak Kontet yang tak lagi mampu bertahan, jepitan vagina wanita itu tiba-tiba begitu kuat mencengkram seluruh penisnya. Tak pernah ada wanita yang sanggup melumat seluruh batangnya, dan apa yang dilakukan Bu Sofie bener-bener membuat batangnya begitu nikmat.
“Gilaaa kau Teeet,,, cabuuuut,,, cepet cabuuuut,,,” Wanita itu panik, semprotan lahar hangat Kontet dengan cepat memenuhi rahimnya.
“Sayaaa jugaaa keluaaar Buuu,,,” teriak Mang Oyik, menekan kuat batangnya kedalam anus Bu Sofie, hingga menggagalkan usaha wanita itu melepaskan batang Kontet yang terus menghambur cairan kental.
“Ooowwwwghhhhh,,, gilaaa kaliaaaannn,,, aku keluaaar lageeehhhh,,,” lagi-lagi tubuh montok itu menggelinjang, saat merasakan kedua lorongnya terasa begitu penuh.
Akhirnya Bu Sofie jatuh lemas dalam pelukan Kontet, menatap mata suaminya yang berubah seperti orang linglung. “Ooggghh,,ooghh,,” sesekali bibir tipisnya melenguh saat salah satu penis dalam tubuhnya menggeliat ke kiri dan ke kanan.
“Mereka tidak ada disini,,,” teriak Pak Prabu parau. Menuruni bukit, meninggalkan istrinya yang masih terengah-engah kelelahan diantara dua pejantan yang begitu enggan melepaskan batangnya. “Fifty-fifty,,,” gumam lelaki berkumis itu,suaranya begitu lirih. 
##############################

Prepare
Sintya
Kontet







Kehadiran Kontet membuat Bu Sofie bisa lebih rileks, seakan lupa dengan status sosialnya.
“Waduuuhh,,, koq malah ngecil sih ni batang,” Bu Sofie tiba-tiba panik saat mendapati batang Kontet yang keras seperti kayu mulai loyo.
“Sini dehh,, ibu masukin semuuaaa,, Eeemmmpphhh,,,, uuummpphhh,,,”
 Bu Sofie berusaha menjejalkan batang gemuk itu kemulutnya, membekap dengan lidahnya. Namun batang itu hanya mampu masuk setengah.
“Uuugggmmpphhh,, Ooommppphh,,,” Bu Sofie gelagapan, saat batang kontet yang hitam kembali membesar di dalam mulutnya. Tapi mulut wanita itu enggan untuk melepaskan.
Ini adalah persetubuhan paling gila dari yang pernah dialaminya. Tangan Bu Sofie mencengkram pantat Kontet, memberi perintah agar batang itu bergerak di dalam mulutnya.
“Ooommmpphhh,,, uuggmmmppp,,,” jari lentiknya menekan pantat Kontet lebih kuat, hingga batang besar itu hampir masuk ke kerongkongannya, menutup saluran nafasnya.”
“Ooogghhhh,,,” mulut Bu Sofie tersedak, melepaskan batang besar, matanya berair akibat tersedak, tapi gilanya bibir sensualnya itu justru tersenyum. 
“Gimanaa Tet,,,nikmat mana sama meqi binimu,,”
“Juancuuuk,, mulut Ibu ganas banget,,nikmat banget Bu,,,hampir aja saya muncrat di mulut ibuuu,” telinga Bu Sofie terasa panas saat mendengar Kontet hampir saja memenuhi mulutnya dengan sperma, batangnya saja sudah bau, bagaimana spermanya.
“Buu,, sebelum mulut ibu menampung sperma kita-kita,, saya cium dulu dong Buu,,” Mang Oyik yang merasa diacuhkan memalingkan wajah Bu Sofie, lalu dengan cepat melumat ganas.
“Eeemmpphhh,,, Mmaamgghhh,, emmpphh,,” Bu Sofie gelagapan, mulutnya dihisap Mang Oyik, lidahnya membelit, menarik masuk lidah wanita cantik itu ke dalam mulut yang bau tembakau.
Tak henti-hentinya Mang Oyik menyedot dan meneguk ludah Bu Sofie yang terkumpul. Sementara batangnya kembali bergerak menghajar kemaluan wanita itu. Belum lagi Kontet yang begitu ganas menyusu di payudara besarnya.
“Bolehkan? kalo saya nyemprot di mulut ibu?,,” tanya Mang Oyik, dengan nafas memburu. Pantatnya semakin cepat bergerak.
“mulut sayaa?,, Yaaa,, saya rasa itu lebih baik, saya sedang subuurrr,” ucap Bu Sofie terengah-engah, entah apa maksudnya, padahal subuh tadi keponakannya Adit berkali-kali memenuhi rahimnya dengan benih yang sangat subur. Tapi yang pasti, mulut Mang Oyik yang bau itu hampir saja menghantarnya pada orgasme yang liar.
“Buu,, isep punya saya lagi buuu,,,” pinta Kontet dengan suara memelas, sesaat Bu Sofie menatap wajah Kontet yang penuh harap. Haapp...
 Kembali batang besar itu memenuhi mulut Bu Sofie. 

“Eeemmpphh,, Oooommggghh,, Ooowwhhggg,,,”
“Ooowwhhhsss,, Buuu enaaaak Buuu,,,”
Tangan Bu Sofie kembali mencengkram pantat kekar Kontet, memandu agar batang besar itu bergerak lebih cepat di dalam mulutnya, begitu kompak dengan kedua tangan kontet yang memegangi kepala Bu Sofie, seakan benar-benar tengah menyenggamai mulut wanita cantik itu.
 “Oooommmgggghh,,, Aaaaagghhmmm,,,”
 Mata Bu Sofie kembali berair, berkali-kali batang besar itu menyodok tenggorokannya dengan kasar. Tapi wanita enggan melepaskan, bahkan lidahnya semakin liar menggelitik batang besar Kontet. 
“Buuu,,, sayaaa keluaar duluaaannn,,, Aggghhhh,,,” tiba-tiba Mang Oyik mendengus liar, menghambur sperma di lorong kemaluan Bu Sofie.
Wanita itu berusaha berdiri, melepaskan batang Mang Oyik, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya, menekan kuat pantatnya ke bawah, membuat Batang Mang Oyik semakin jauh tenggelam. Mati-matian Bu Sofie berusaha melepaskan batang yang terus berkedut menghambur benih, tapi sangat sulit, mulutnyapun masih dipenuhi oleh Batang besar. Bahkan gerakan batang itu semakin kasar. Bu Sofie menatap wajah Kontet yang habang ijo mengejar kenikmatan tertinggi.
 “Uuugghhh,, Siaaal,,” hati Bu Sofie mengumpat melihat wajah Kontet yang menunjukkan bagaimana besarnya kenikmatan yang diberikan oleh mulut seorang wanita sosialitas kelas atas.
“Ooommmggghhh,,, uuuggmmhhhh,,,,” tangan Bu Sofie meremas erat pantat Kontet, pinggulnya besar wanita itu kembali bergerak, berharap batang Mang Oyik masih dapat melaksanakan tugasnya.

Terlanjur basah, dirinyapun tak ingin rugi, harus mendaptkan orgasme seperti yang tengah dikejar Kontet, dengan mulut menggeram, penuh dengan jejalan batang besar, mata wanita menatap Kontet memberi sinyal. Inilah saat yang tepat.
“Oooowwwhhhsss,, Buuu,,,Aaaagghhhh,,,”
 “Gilaaa,, nikmat bangeeeet,,,” Kontet histeris menghambur sperma, yang sigap disambut mulut Bu Sofie, berkali-kali mulutnya meneguk sperma Kontet yang memancar, seiring lorong vaginanya yang juga menghambur cairan orgasme ditengah sumpalan batang Mang Oyik.
“Ooommpphh,, puiihh,,puaahh,, puihhh,, asin banget sperma mu Tet,,,”
“Haayyaaaahh,, kalo asin kenapa ditelan Buu,, heheheee,,”
“Terpaksa tau,,”
 Bu Sofie mencoba berdalih, meski mulutnya sudah terbiasa dengan beberapa cita rasa sperma.
“Buu,,,” Kontet kembali merengek, meminta bibir mungil Bu Sofie membersihkan batangnya.
“Aaahhh,, ngelunjak Lu Tet,, gue kan juga mau disepong ama Bu Sofie,,,” protes Mang Oyik yang merasa tersisih. 
“Iyaa,,iyaa,, sini gantian,,,” wanita itu melepaskan batang Mang Oyik dari vaginanya. Lalu turun dari ATV, tanpa tendeng aling langsung melahap batang yang masih mengeras, dan itu membuatnya sangat heran.
 BREEMMM...BREEEMMMM... BREEEEMMMMM....tiba-tiba terdengar suara ATV di kejauhan. Bu Sofie terkaget, itu pasti rombongan suaminya. dan mereka pasti mencari dirinya yang tiba lebih dulu. Sebenarnya Bu Sofie bisa saja langsung melepaskan batang Mang Oyik, membenahi pakaiannya lalu menghampiri mereka. Tapi matanya menatap nanar batang Kontet yang besar dan masih mengeras. Yaa,, dirinya masih ingin merasakan batang yang lebih besar dari milik suaminya itu memasuki tubuhnya.

“Aaahh,, persetanlah,, ntar gampang cari-cari alasan,” batin Bu Sofie menghentak.
“Tet,, cepet tiduran,,” BU Sofie mendorong tubuh besar Kontet kepasir, lalu dengan sigap menggenggam batang besar pemuda itu, dan mengarahkan keliang kemaluannya.
“Oooowwhhhhsss,, Gilaaa,, emang besar bangeeeettsss,,”
 “Aaagghhh,,, Tai Lu,, jangan diaaam,, cepet masukiin batang Luu,,”
 Bentak Bu Sofie panik,kata-katanya terdengar vulgar. Tanpa pikir panjang Kontet menghentak dengan kuat, bahkan terlalu kuat, hingga batang besarnya menggelosor masuk menghentak hingga ke lorong rahim.
“Aaagghhhh,,, begooo,,,sakiiitt,,kegedeaaann,,”
“Tapi bisa masuk koq Bu,,,” jawab Kontet cengengesan, antara takut dan nikmat.
“Yaaa,, masuukk,,Aaahhhss,, sampe mentoookss,,” Bu Sofie coba meresapi kenikmatan di lorong vaginanya.
“Maaang,,,mau Apaa?,,,jangaaan disituuu,,”
 “Aaagghhh,, gilaaa,,,masuuukk,,jangaaann,,sakiitt begooo,,,Aaagghhh,, dikit lagiii,,,”
 Bu Sofie kalang kabut, kedua lubangnya dipenuhi batang.
“Buu Sofieee,,, Buuu,,,”
 “Sayaaaang,,, yu huuuu,,,”
 “Buuuu,,, bu Sofie dimana,,,,”
 “Mang Oyiiiik,,, Woooyy,,, Maaaang,,,”
 Terdengar teriakan-teriakan samar memanggil namanya. Tapi sudah terlambat untuk menyudahi permainan. Kini dua buah batang pejantan telah memenuhi kedua lorongnya.
“Ayoo Tett,, Hajaaarrr,,” seru Mang Oyik. Memegangi pantat Bu Sofie yang begitu indah, seperti berbentuk amor yang sangat besar, dengan dua panah besar menembusi bagian tengahnya. Assseeeeemm,, pantat besar kaya gini yang dari dulu gue cari-cari,”
“Hehehee,, iyaa Mang,,kapan lagi bisa ngerasain barang kelas atas yang bisa dipake join depan belakang kaya gini,,,” jawab Kontet,mulai bergerak liar, batang besarnya bergerak cepat memaksa sperma Mang Oyik keluar.
“Ooowwwhhhss,,, Gilaaa,,kaliaaan,,ayooo hajaaarr punya Ibuuu,,,” rintih Bu Sofie yang kerepotan menahan tubuhnya, menjaga posisi agar kedua batang itu dapat bergerak cepat dan leluasa menikmati sempit kedua liang kemaluannya.
“Oooowwhhhsss,,, seperti inikah nikmatnya di gangbang, seperti kata Bu Ningrum,, Aaahhhsss,,,” Bu Sofie teringat cerita temannya yang terbiasa digangbang oleh suami dan anak kandungnya.
“Aaarrrgghhhssss,,papii,,, yang cepeeeet,, Sandyyy,,hajar memek Ibuuuu muuu ,,,” tiba-tiba mulut Bu Sofie meracau, membayangkan yang tengah menyetubuhinya adalah suaminya dan anaknya Sandy Prabu, yang tengah kuliah di Australia. Menyodorkan payudara besarnya ke mulut Kontet yang segera melahap rakus.
“Aaaaggghh,,, teruusss soddoook yang kuaaaat Saaandyyy,, masukin memek ibuuu yang dalaaaam Naaak,,”
 Tubuh wanita itu mulai gemetar bersiap menyambut orgasme, bertepatan dengan matanya yang menangkap sosok suaminya berdiri di atas bukit pasir, menatap tak percaya.

“Papiii,,, Maaf Piii,, mamiii,,keluaaarrrrhhhh,,, Aaaarrrgggghhh,,,”
 Mata Pak Prabu melotot, mulutnya ternganga melihat istrinya dihimpit dua lelaki dengan kejantanan bersemayam di lorong vagina dan anusnya. Sangat persis saat dirinya menunggangi Aryanti bersama Dako, Tapi kenapa istrinya justru menyebut namanya dan anaknya Sandy saat menyambut orgasme. Terlihat jelas bagaimana tubuh montok itu bergetar, pantatnya menekan batang Kontet hingga ke muara rahimnya. Hingga akhirnyaaa,, 
“Uuunnghhh,,,Arrggghhh,, masuuuk semuaaaa,,,” 
Pak Prabu terbelalak saat Istrinya menghentak keras, sangat keras. Hingga batang yang besar dan panjangnya melebihi miliknya itu tenggelam sepenuhnya kedalam kemaluan istrinya. Mungkinkah batang itu menerobos pintu rahim istrinya yang sudah melahirkan 3 orang anak. 
“Buuuu,,, sayaaaa ngecrooot di memek ibuuuuu,,” teriak Kontet yang tak lagi mampu bertahan, jepitan vagina wanita itu tiba-tiba begitu kuat mencengkram seluruh penisnya. Tak pernah ada wanita yang sanggup melumat seluruh batangnya, dan apa yang dilakukan Bu Sofie bener-bener membuat batangnya begitu nikmat.
“Gilaaa kau Teeet,,, cabuuuut,,, cepet cabuuuut,,,” Wanita itu panik, semprotan lahar hangat Kontet dengan cepat memenuhi rahimnya.
“Sayaaa jugaaa keluaaar Buuu,,,” teriak Mang Oyik, menekan kuat batangnya kedalam anus Bu Sofie, hingga menggagalkan usaha wanita itu melepaskan batang Kontet yang terus menghambur cairan kental.
“Ooowwwwghhhhh,,, gilaaa kaliaaaannn,,, aku keluaaar lageeehhhh,,,” lagi-lagi tubuh montok itu menggelinjang, saat merasakan kedua lorongnya terasa begitu penuh.
Akhirnya Bu Sofie jatuh lemas dalam pelukan Kontet, menatap mata suaminya yang berubah seperti orang linglung. “Ooggghh,,ooghh,,” sesekali bibir tipisnya melenguh saat salah satu penis dalam tubuhnya menggeliat ke kiri dan ke kanan.
“Mereka tidak ada disini,,,” teriak Pak Prabu parau. Menuruni bukit, meninggalkan istrinya yang masih terengah-engah kelelahan diantara dua pejantan yang begitu enggan melepaskan batangnya. “Fifty-fifty,,,” gumam lelaki berkumis itu,suaranya begitu lirih. 

Di saat yang sama, tepatnya beberapa menit sebelumnya. Di tepi kolam renang.
“Dako,, sudah kau kumpulkan semua milik mereka?,,,” tanya Pak Prabu tertawa cengengesan, memasukkan beberapa potong bra milik Sintya dan Bu Sofie kedalam kerdus besar yang dipegang Dako.
“Beres Paak, Semua udah ngumpul disini, dipastikan tak ada satupun yang tersisa,, Hahahahaaa,,,”
“Terus punya Aryanti mana?,,,”
“Tuhh,, dipegang sama Adit,,” Dako memonyongkan bibirnya menunjuk Adit yang berdiri bersandar ke tembok, matanya terpejam begitu khusu menciumi bra berwarna pink dan cream.
 “Asseeem,,, terus punya Zuraida, istrimu mana?,,,”
 “Tadi, diambil sama Munaf,,,” Mata Dako celingak-celinguk mencari Munaf
 “Juancuk,,, taik kau Naf,, awas aja kalo sampe bra istriku basah ama coli mu,,,” rutuk Dako, ketika mendapati Munaf menggosok-gosok bra warna ungu, ke selangkangan celananya, sambil tertawa.
 “Cepet banget sih kalian nyerobot hak atasan,,,” umpat Pak Prabu kesal.
“Tenang Pak, bra Aryanti yang sudah dipake dan belum dicuci ada di bagian bawah kerdus,,,hehehehee,,,” celetuk Dako, membuat wajah Pak Prabu berbinar. Dengan cepat tangannya mengais tumpukan bra dalam kerdus.
“Yang ini?,,,” Pak Prabu menarik tali bra warna hitam dengan bahan yang sangat lembut, hampir saja membenamkan wajahnya ke dalam mangkok bra, tapi untunglah matanya masih jeli menangkap gumpalan sperma yang masih basah di kain itu.
“Dakooo,,, taik kaaauu,,, siapa yang udah make bra ini buat coli?,,,”
 “Hahahaa,,sorry Paak, habisnya ga tahan kalo ingat tadi malam, tapi itu bener punya Aryanti koq,,” teriak Dako yang sudah lebih dulu menghindar menjauh. Disambut tawa Munaf dan Adit. Lalu masuk ke ruang tengah cottage.
“Waahh,,Dari mana saja kalian, cepatlah makan, kita mau ngadain game paling panas dari semua game yang ada,,,hahahaa,,” sambut Munaf, saat Arga dan Zuraida memasuki ruang tengah cottage, di samping Munaf tampak Aida yang pagi itu terlihat begitu cantik.
Tak jauh dari mereka, Andini begitu mesra memeluk Adit yang tengah ngobrol dengan Pak Prabu. wajahnya masih terlihat kelelahan akibat permainan tadi malam. Tak berbeda dengan Aida, Andini juga mengenakan kaos ketat dan rok pendek dengan lipitan yang lebar, seolah menjadi seragam wajib bagi para wanita selama liburan ini. Tapi Arga tidak mendapati Aryanti, kemana istrinya? Sedang apa?,,, tanya itu lagi-lagi menyeruak.
“Arga,, Aku duluan ya,, perutku udah lapeeerrr,,,” ucap Zuraida seraya melambaikan tangan. Arga mengacungkan jempol tanda setuju.
“Gaa,, kalo gitu kami juga berangkat sekalian,,,” celetuk Munaf, menggandeng istrinya, Aida, wanita itu melempar senyum penuh makna kepada Arga.
Pak Prabu menghampiri Arga, lalu menepuk pundaknya,,“Mukeee gileee,, kayanya udah sukses nih eksekusi dokter cantik,” tanpa menunggu jawaban dari Arga yang sedikit kelabakan ditembak seperti itu, Pak Prabu berlalu sambil tersenyum.

“Aryanti,,,” gumam Arga, lalu bergegas menaiki tangga. Didalam kamar Aryanti baru saja selesai mandi, mengenakan kaos putih, dengan tulisan ‘Touch Me’ tepat dibagian payudara nya yang membusung. Begitu serasi dengan rok warna merah menyala yang begitu pendek.
“Haaiii Sayaaaang,,” sapa Aryanti sambil menyisir rambutnya yang masih basah.
“Cantik,,, kau memang cantik,,,” ucap Arga mendekat, lalu memeluk dari belakang. Membuat istrinya tersenyum. Wajah wanita itu begitu segar, seakan pertarungan ganas tadi malam adalah hal yang biasa bagi tubuh indahnya yang terbiasa mengikuti aerobik.
 “Apakah kau sudah sarapan?,,,”
 “Belum,” jawab Arga, tangannya menyusuri pinggang ramping yang bersinergi dengan pinggul dan pantat yang montok berisi. “Apa kau ingin menemaniku sarapan?,”
“Sebenarnya aku sangat ingin menemanimu makan, tapi aku harus membawa barang-barang itu ke tempat game, mungkin Dako yang akan mengantarku,” jawab Aryanti dengan wajah menyesal.
 “Yaa,, kurasa tak mengapa,,,” jawab Arga berusaha rileks saat telapak tangannya tiba di  selangkangan wanita yang mengikat janji setia untuk hidup bersamanya.
Tatapan mata sepasang suami istri bertemu di cermin, Aryanti tersenyum, namun seketika berubah murung saat suaminya mengusap lembut gundukan vaginanya.
“Cepatlah mandi sayang,,, kasian teman-teman mu menunggu terlalu lama,”
 Hampir saja Arga menurunkan kain tipis di selangkangan Aryanti. Menarik nafas panjang, membaui rambut Aryanti, mengecup lembut rambut istrinya. Aryanti berjalan ke samping kasur, menunduk mengambil pakaian kotor yang ada di lantai, saat itulah jantung Arga tersentak, rok Aryanti terlalu pendek, siapapun dapat melihat pantatnya yang montok bila sedang menungging seperti itu. Jantung Arga semakin berdetak kencang, pakaian kotor yang ada di tangan Aryanti tidak lain adalah kaos dan leggins yang dipakainya tadi malam.
“Kenapa celana mu robek sayang?” 
“Owwhhh ini,,, ini ulah teman-temanmu saat bermain game tadi malam,” jawab Aryanti dengan mimik salah tingkah.
“Game?,,,” Arga berpura-pura tak tau dengan apa yang dialami istrinya tadi malam.
“Yaaa,, hanya permainan yang sedikit nakal, yang diusulkan oleh sahabatmu Dako,,,”
“Hanya permainan?,,,” tanya Arga dengan suara lembut tapi begitu tajam.
Wajah Aryanti berubah pucat seketika, dirinya tidak pernah mampu berbohong saat Arga bertanya padanya dengan sebuah senyum yang menyejukkan. Seketika itu juga Aryanti memeluk tubuh Arga, 
“Maaf sayaaang,,,” sesal Aryanti dengan suara berat, “aku terlalu terbawa permainan,” matanya yang indah mulai sembab, penyesalan mengalir tak terbendung.
Sangat sulit bagi Arga untuk meneruskan percakapan itu, yang akan membuat hatinya sakit saat harus mengingat kembali kejadian tadi malam, toh apa yang dilakukannya tak jauh berbeda dengan Aryanti. Lagipula, istrinya sudah mengakui kesalahannya. 
“Sudahalah,,, bukan kah itu hanya sebuah permainan?,,,” Arga tersenyum sambil menatap mata Aryanti. Tapi,,,
 “Sayaaang,, apa kamu,, eenghh,, tidak memakai bra?,,,” tanya Arga ragu-ragu saat merasakan gumpalan empuk yang menyentuh dadanya tidak mengenakan pelindung bra.
 “Oohh iya,, bra ku dan semua bra para wanita disita oleh Pak Prabu, karena kami kalah taruhan saat sarapan tadi pagi,,,”

“Taruhan?,,,”
“Yaaa,, bos mu itu menantang kami para wanita untuk menebak, batang siapa yang sanggup tetap tertidur bila Lik Marni memperlihatkan payudaranya yang kencang itu,,” Aryanti bercerita penuh semangat.
“Ohhh,, sayaaang,,, seharusnya kau ada di ruang makan saat itu, karena Lik Marni akhirnya benar-benar memperlihatkan dagingnya yang bulat besar dan kencang itu, kurasa batangmu pun pasti akan dengan cepat mengeras bila melihatnya. Hasilnyaa,,,semua batang milik teman-temanmu itu mengeras semua, hahahahaa,,,sesuai tebakan kami,,, tapi tidak dengan batang Pak Prabu,,”
“Ohh yaa,,,” Arga meneguk liurnya, apa yang digambarkan Aryanti sama persis dengan apa yang dinikmatinya dari tubuh istri penjaga cottage itu.
“Bagaimana kalian tau, bukankah mereka mengenakan celana,,,”
“Yaaa,, karena penasaran, dan untuk memastikan siapa yang memenangkan pertaruhan, kami mengecek batang mereka satu persatu,,”
“Ohh,, apakah kamu juga ikut mengecek batang mereka satu persatu?,,”
“Yaaa,, karena para wanita melakukannya, kurasa tidak mengapa jika aku turut memastikan,” jawab Aryanti, sambil menggelayut manja, tangannya merogoh ke dalam celana Arga mengelus lembut batang yang sudah mengeras.
“Tapi lucunya,,, batang Pak Prabu yang tetap tertidur setelah disentuh para wanita itu, justru mengeras saat kusentuh,,, dan itu membuat semua yang ada di ruang makan tertawa, jadi aku terus meremasnya hingga batang itu menegang sepenuhnya, tapi aku melakukannya dari luar celana, jadi,, kurasa itu tak masalah,, bukan begitu sayang?,,,”
“Eehhh,, iya,, selama kau tidak menyentuhnya langsung, tapi,,,”
tok,,tok,,tok,,
 “Sayaaaang,, apa kau sudah siap?,,,”
Seseorang mengetuk pintu, dan pemilik suara itu lain adalah Dako. Pintu terkuak sebelum sempat Arga dan Aryanti menjawab.
“Tidak apa-apa kan, bila Dako yang mengantarku? Nanti kau susullah bersama Zuraida dan Sintya, sepertinya dia juga belum selesai bersiap-siap,”
“Okee,, berhati-hatilah,, jangan ngebut walau pake ATV,” Arga berusaha tidak mempermasalahkan panggilan sayang yang diucapkan Dako kepada istrinya. 
“Sob,,, tolong bocengin istriku ya,,,” seru Dako sambil mengedipkan matanya, lalu menggamit pinggang Aryanti yang membawa kerdus berisi bola, menuruni tangga.
“Aryantii,,, Apa kau masih bisa membawa beberapa kain ini?” seru Sintya dari arah ruang makan, membawa segumpalan kain bali, “Pak Prabu memintaku untuk membawa kain ini,tapi sepertinya aku akan terlambat,”
“Waaahh,,,sudah penuh Sin, taruh aja di kamarku, nanti biar Arga yang bawa,” jawab Aryanti sambil memperlihatkan isi kotak.
“Owwhh,, okee,, biar kuantar kekamarmu,,” jawab Sintya yang melihat sosok Arga yang masih di atas, berdiri di pinggiran tangga. Lalu melambai kepada Aryanti yang kemudian menghilang di pintu keluar.
##############################
Sintya menaiki tangga, tersenyum penuh makna, manatap Arga dengan kerlingan nakal.
“Apa kau ke kamarku hanya untuk mengantar kain itu?,,,” goda Arga, matanya menatap tonjolan mungil pada kaos ketat Sintya yang membulat padat.
Saat tiba di hadapan Arga, wanita cantik itu menepis poni yang menutupi mata indahnya sambil membusungkan dada semakin ke depan.
“Menurutmu?,,, apalagi yang kubawa selain barang-barang ini?,,” Sintya mengerling mata menunjuk kain-kain yang ada di kedua tangannya. Tapi itu tak ubahnya seperti menunjuk kedua payudara yang membusung. Lalu berlenggok genit menuju kamar, sengaja menggoyangkan pantatnya sedikit berlebihan untuk menggoda Arga.
“Okeee,,bawalah barang-barang ini ke kamarku,,,” seru Arga yang menubruk tubuh Sintya dari belakang. Tangannya segera meremas payudara yang hanya ditutupi kaos tipis.
“Uuuugghhh,,, kurasa kau salah,,, karena barang ini milik Pak Prabu, Bos ku di kantor,,” rintih Sitya yang menahan geli ketika payudaranya diremas dengan kuat, memainkan puting yang begitu cepat mengeras.
“Ohh,, yaa?,,, kurasa Pak Prabu tak akan keberatan jika barang spesial ini dihibahkan untuk pimpinan cabang yang baru,,”
Blaam,,,Arga segera menutup pintu dengan kakinya, ketika kedua sudah berada di dalam. Lalu menyeret tubuh Sintya ke ranjang.
“Boleh aku mencobanya?,,,” tanya Arga, memandangi payudara yang kini terpapar bebas di depan matanya, tubuhnya beringsut menaiki, menindih tubuh Sintya yang menggeliat manja.
“Sudah kubilang, itu punya Bos ku di kantor,, jika kau adalah bos baruku, maka kau bebas untuk mencicipinya,,,” wajah Sintya memerah, menunggu bibir Arga yang berada beberapa senti dari putingnya.
“Ooowwwhhh,,, Emmmppphhh,,,”
 “Yaaa,, yaaang kanaaan jugaaa,,,, aaaggghhh,,”
 “Boosss,,, gimanaaa,,, apa aku masih layak jadi sekretarismu nanti,,” tangan Sintya mengelus wajah Arga yang masih sibuk mengenyoti dua puting yang sudah mengeras.
“Apa kau masih membawa alat tester kelamin para lelaki?” tanya Arga, membuat Sintya bingung, lalu tertawa terbahak saat teringat kejadian di gazebo, saat mereka bercanda dalam birahi, tentang barang siapa yang lebih besar, apakah milik Arga ataukah milik Pak Prabu.
“Hahahaa,,Yaa,, kurasa aku membawanya,, cobalah cek, apakah alat itu masih ada di bawah sana?” Sintya menunjuk selangkangannya dengan menggerakkan wajahnya.

Arga tertawa girang, “kurasa kita harus menyelesaikan tugas kita di gazebo, mengukur punya siapa yang lebih besar,” tangan Arga menarik tepian celana panjang dari bahan katun yang membekap tubuh bagian bawah Sintya.
“Yaaa,, benar katamu,,kita harus menyelesaikannya,,” dengus Sintya, mengangkat pantat sekalnya memudahkan usaha Arga.
Tapi tiba-tiba terdengar suara derap langkah mendekat dari luar kamar
 “Argaaaa,,,”
 “Gaaa,,, Argaaaa,,,”
 Zuraida memanggil dari depan pintu, sontak keduanya meloncat bangun, membenahi pakaian yang mulai berantakan.
“Yaa,, Ada apa,, engghhh,, apa kau sudah sarapan?,,, aku,, aku belum mandi,,” Arga gelagapan saat pintu terbuka, sementara Sintya baru saja berhasil memasukkan payudaranya yang besar kembali ke dalam kaos.
“Hohohohooo,,, ternyata kau nakal juga yaa,,” seru Zuraida sambil berkecak pinggang, bola matanya melotot menyelidik wajah Arga yang pucat, layaknya maling tertangkap tangan. 
“Huuhh,, ku kira kau memang berbeda dengan mereka,, ternyata,,,” wajah Zuraida yang kaget berubah menggoda Arga, tertawa genit, lalu berjalan menghampiri Sintya yang masih di atas kasur.
“Tunggu Zee,,, kami hanyaaa,, emmhhh,, maksudku,,,”
Tapi Wanita anggun itu tampak cuek, mengacuhkan Arga yang mati-matian mencari alasan, menghampiri Sintya lalu membisikkan sesuatu ke telinganya.
 “Iiihh,, mba Zuraida apaan sih,,,” wajah Sintya tersipu malu, entah apa yang dibisikkan Zuraida ke telinganya.
Zuraida balik menghampiri Arga, berdiri tepat di depan lelaki yang terlihat canggung itu.
“Sayaaang,, Pak Prabu, Munaf, Bu Sofie, Aida, bahkan suamiku dan istrimu, Sepertinya mereka benar-benar menikmati permainan ini, lalu kenapa kita harus menahan diri,” ucap Zuraida. 
Tangan lentiknya perlahan meraih selangkangan Arga, lalu tertawa genit, saat mendapati batang Arga yang keras mulai lunglai karena kaget.
“Kau punya waktu beberapa menit, sampai aku selesai mandi, tapi ingat,,, berusahalah untuk tidak memasukkan barang ini kedalam tubuh Sintya, karena aku bisa cemburu,,” ucap Zuraida dengan suara bergetar, tangannya mencengkram erat batang Arga yang dengan cepat kembali keras.
“Weelll,, aku mandi dulu ya sayang, manfaatkan waktumu dengan baik,,, Sintya, ingat kata-kataku tadi ya,,” seru Zuraida melepaskan batang Arga, mengedip genit ke arah Sintya. Lalu melangkah keluar dan menutup pintu.

Tinggal Arga dan Sintya yang saling pandang.
“Apa yang dikatakan Zuraida tadi?,” tanya Arga, duduk ditepi ranjang.
“Adda aja,,,” Sintya tertawa genit, berusaha menurunkan celananya yang ketat hingga ke lutut, memamerkan gundukan vagina yang begitu indah, tersembunyi penuh misteri di balik kain segitiga berenda yang tipis.
“Soo,,, apa kau masih ingin alat ini mengukur batangmu itu,” tanya Sintya, jarinya mengusap-usap kain tepat di bibir vagina, membuat kain itu mulai basah.
 “Aaaawwww,,, Argaaa,,,” Sintya terpekik, Arga membenamkan wajahnya ke selangkangannya, lalu mengusapi kain pelindung dengan hidung dan bibirnya.
“Gaaa,, ingaaat kata Zuraida, waktu kita hanya sebentaaar,,” Sintya berusaha melepaskan celana dalamnya, lalu membuka lebar pahanya.
Arga yang tengah melepas celana, harus meneguk ludahnya, barang itu statusnya memang milik Pak Prabu, tapi bos nya itu sangat jarang menggunakan, hanya pada saat berpergian keluar daerah bersama Sintya.
“Maaf Sin,, aku ga bisa memasukkan punyaku,,, tapi,,, kurasa bibir mu ini cukup mahir untuk mengukur seberapa besar batangku ini,,,” Arga memegangi batang besarnya yang sudah mengeras sempurna.
Mau tak mau Sintya harus mengakui keunggulan batang Arga dari milik Pak Prabu, tanpa menyentuhnya pun semua wanita pasti sudah tau. 
“Sini Gaaa,, biar bibirku yang memastikan,,” Sintya membuka lebar mulutnya, tanpa basa-basi wanita itu ingin segera melumat seluruh batang Arga ke dalam mulutnya.
 “Eeemmmhhh,,, Ghheedhheee bhhaaangheeed,,,” Sintya memutar-mutar wajahnya, membuat batang Arga serasa dipelintir. Menariknya keluar memandangi dengan takjub, lalu kembali memasukkan sambil menggerakkan kepalanya maju mundur.
 Arga tertawa bangga. “hehehee,,,bagaimana? punya siapa yang lebih besar,,,”
 Wanita itu memandangi Arga dengan tatapan birahi, “Masukkanlah ke dalam tubuhku,,, hingga aku benar-benar bisa mengukurnya,,,” Sitya mengangkat pinggulnya, seolah memamerkan kenikmatan yang siap diberikan oleh kemaluannya
Sintya menggeliat, tubuhnya sudah tak tahan untuk merasakan kejantanan Arga, apalagi saat teringat kejadi di gazebo, saat batang itu memenuhi lorong vaginanya dengan sempurna. Mata Arga memandangi vagina yang terus dielus-elus oleh Sintya, membuat permukaannya begitu basah. Tapi Arga menggelengkan kepala dengan sangat berat. “Aku ga bisaaa, Sin,,” pesan Zuraida terombang-ambing di pikirannya.
“Gaa,, Pleasee,,,” Sintya merengek, semakin tinggi mengakat vaginanya, memamerkan pada Arga yang masih berlutut di samping kepalanya. Menguak kedua pintu vagina, hingga mata Arga dapat melihat lorong yang begitu sempit.
“Aaagghhh,, Siaaal,,, Zeee,,, maaaf sayaaang,,aku ga tahaaaan pengen nusuuuk lubang Sintyaaa,,,” Arga menggeram, menindih tubuh montok Sintya, mengarahkan batangnya ke pintu vagina, dan dalam tiga hentakan batang besar itu berhasil masuk sepenuhnya.

Tanpa sepengetahuan Arga, mata indah milik Zuraida mengamati dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Tersenyum lembut sambil menggeleng-gelengkan kepala. 
“Gaa,,Usahamu untuk bertahan boleh juga,,” gumamnya pelan, lalu berbalik menuju kamar dengan birahi yang ikut tersulut.
“Gaaa,,, Oooowwwhhh,,, penuh banget Gaaa,,,”
 “Mba Zuraidaaa,,,sudaaah masuk semua Mbaaa,,,”
 “Oooowwwhh,,,”
Arga terkaget, menghentikan gerakannya, “Apa maksud mu Sin,,,”
“Mba Zuraida membisikiku,, menantang, apakah aku bisa menelan semua batangmu,,,”
“Owwhhh yaaa?,,,jadi memang ini yang diinginkannya?,,lalu apalagi,,” Arga menjadi bingung dengan Zuraida, dirinya dilarang tapi justru menantang Sintya untuk menggodanya. Tapi masa bodoh lah bila itu adalah ujian untuk dirinya, karena vagina Sintya sangat mahir memanjakan batangnya di dalam sana. Pinggulnya kembali bergerak menghentak dengan ganas.
“Mba Zuraida juga pengen Pak Arga nyemprot di dalam sebelum dia selesaai maandiiii,,, Aaahhhh,, yaaa,,,Oooowwwhhh,,,”
“Owwwhh,,,tapi apa kau sanggup membuat aku keluar secepat itu? Arrggghhh,,,”
“Aaahhhssss,,, bisaaa,, haruuusss bisaaa,,, Sintyaaa pengeeen disemproot punyaaa bapaaaak,,,” paha montok itu menjepit pinggul Arga, kakinya membelit kaki Arga dan menekan pinggulnya keatas. Membuat batang Arga masuk semakin dalam dan terjepit begitu erat.
“Gilaaa,, ada jugaaa ternyata tehnik seperti ini,,, Uuugghhh,, tapi ini belum cukup Sin,,,”
Sintya tertawa sambil terengah-engah di sela sodokan Arga yang semakin keras. Lalu mendorong Arga hingga duduk bersimpuh di atas kedua kaki, dan menaikinya, tanpa menunggu Arga siap, Sintya yang kini dalam posisi dipangku segera menggerakkan pantatnya dengan liar.
 “Oooowwwhhh,,, Paaaak,,, bagaimanaaa,,, Aaagghhhh,,,”
 Membekap wajah Arga di antara kedua payudara, pinggul montok itu kini bergerak menghentak dengan kasar dengan lorong vagina yang menjepit erat.
 “Paaaak,,, cepeeet keluaaarin Paaaak,,, Sintya udaaah ga kuaaaaat,,” 
“Ooowwwhhh,,, batang mu gedeee bangeeet Paaak,,,”
 Gerakan liar wanita cantik berponi itu membuat Arga kelabakan, batangnya dengan cepat keluar masuk. 
“Uuugghh,, gila kamu Sin,,, Aaaghhh,, barangmu ini haruss menjadi milikkuuu Aaarrgghh,,,”
 “Please semprotin meeeemek aaahh,,,Sintyaaaa,,”
 “Pleaseeee,,, Sintyaaa keluaaaarrrr,,,”
 “Aaarrrgggghhh,,,”
 “Akuuu semprooot memeeeeeek mu Siiin,,, Aaaarrrgghhhh,,,”
 Kedua tubuh manusia berlainan jenis itu berkelojotan, saling melumat bibir, bertukar ludah, seiring cairan kelamin mereka yang menyatu dalam vagina Sintya.
 “Oowwhh,, nikmat banget punyamu Sin,,,hehehee” ucap Arga, menjatuhkan tubuh Sintya ke kasur, dan menindihnya. 
“Punya bapak tuh yang gila,, nusuknya dalem banget, sampe mentok,,hihihi,,,”
 “Paak,, Apa bener bapak mau ngambil saya dari Pak Prabu,,,” tanya Sintya, tatapannya begitu serius, membuat Arga bingung.
“Eeeenghhh,, maksud ku,,”
 “Hehehe,, tenang aja pak,, Sintya Cuma bercanda koq,,hehehe,,”
 “Tapi kalo kapan-kapan bapak mau nyoba alatnya Sintya lagi, boleh koq,” Wanita itu tersenyum, menyembunyikan wajahnya ke dada bidang Arga. Memeluk erat, dalam desir hati yang berbeda.


“Waahh,,, cepet banget,,, tau-tau udah makan disini,,,” Sapa Zuraida saat mendapati Arga dan Sintya sudah berada di ruang tamu. “Tapi kamu sudah mandi kan Ga?,,”
“Ya sudahlah,, kamu aja yang terlalu lama mandinya,,” jawab lelaki itu sambil memandangi tubuh Zuraida yang dibalut kaos putih yang ketat. lebih ketat dari biasanya.
“Gimana tadi?,,,” bisik Zuraida, duduk di sisi Sintya.
“Aku menang,,Mba kalah,,,” jawab Sintya malu-malu.
Zuraida langsung melotot ke arah Arga, yang tiba-tiba keselek dipandangi wanita berwajah cantik itu. penutup kepalanya diikat keleher seakan sengaja memamerkan sepasang gundukan payudara yang membulat padat.
“Aku ke kamar sebentar, ngambil kacamata, pasti panas banget nanti,,” pamit Sintya, menuju kamar.
“Sempurnaaa,,” ucap Arga pelan. Matanya tak sengaja menangkap tonjolan mungil, puting Zuraida tercetak jelas di kaos putihnya yang ketat. Bulatan payudara yang tidak ditopang oleh bra itu tetap membusung tegak, bergerak begitu indah mengikuti gerakan tubuh sang wanita. Sontak wanita itu tersipu malu, menundukkan wajahnya.
 “Argaa,,, apakah aku masih terlihat cantik?,,” Hati Zuraida bergemuruh, ingin mendapatkan pengakuan dari lelaki yang dulu begitu dikaguminya.
“Cantik, bahkan sekarang kau bertambah lebih montok,,” Arga berdiri, mendekati bangku Zuraida. “Tapi bagiku, kau lebih dari sekedar cantik dan seksi, kau masih yang terindah,,”
“hohohoo,,, tidak,,tidaaak, jangan menggodaku lagi,,,” Zuraida bangkit, berusaha mengelak dari Arga yang ingin merengkuh pinggangnya. “Kau sudah gagal tadi,, u are a looser,, hahaaha,,,” berjalan menuju keluar.
“Aaahhh Siaaaal,,,” Arga memang sudah menduga jika Zuraida tadi tengah mengujinya.
“Zeee,,, Sayaaaang,,,” Arga menggenggam tangan Zuraida, menahan wanita itu. Menatap dengan penuh harap. 
Setidaknya...
Biarkan di waktu yang tersisa ini aku memilikimu...
Merengkuh hatimu yang begitu jauh...
Meski sesaat, itu sangat berarti bagiku...
Aku ingin dirimu...

Lagi-lagi Zuraida harus menyerah pada tatapan teduh itu. Berjalan mendekat, masuk dalam pelukan sang lelaki.
“Arga,,, meski untuk sesaat, liburan ini juga sangat berarti bagiku,,, berusahalah untuk mendapatkan ku,, mendapatkan tubuhku,,,” ucap wanita yang hatinya tengah goyah itu.
Ada hasrat untuk menyerahkan tubuhnya dalam keperkasaan sang pejantan, tapi tidak dalam birahi liar. Wanita itu menginginkan sang pejantan menikmati tubuhnya dalam ritual hasrat yang sengaja dicipta, mencinta dan dicinta.
“Mbaaa,, Hehehee,, sorry,, lagi-lagi aku ngeganggu, Cepet Yuk,,, udah ditunggu sama yang lain,” seru Sintya, tepat saat Arga mengecup lembut Zuraida, yang menyambut dengan bibir terbuka.

Bersambung....
By: Mojo Jos






Prepare