Senin, 07 Oktober 2013

Tubuhku... Milikmu... (Part 1)







Eksibisionisme atau eksibisionis (sebutan bagi pelakunya) itu adalah perilaku kelainan seksual dimana seseorang doyan/hobi/gemar/demen/suka untuk memamerkan organ pribadi kepada lawan jenis dengan tujuan mendapatkan kepuasaan pribadi.

Apa sih organ pribadi yang biasa dipamerkan? Biasanya, jika eksibisionis tersebut seorang pria, dia akan memamerkan penisnya, walau tak munutup kemungkinan jika ia juga bakal memamerkan organ tubuh lainnya. Dan jika eksibisionis nya seorang wanita, dia akan memamerkan payudara, pantat, kaki, celana dalam dan vaginanya.

Okelah, siapa pun mungkin memiliki sifat suka pamer seperti ini. Tapi bagaimana jadinya jika sifat suka memamerkan ini sedikit lebih parah? Seperti suka memamerkan pasangannya kepada orang lain?  Atau ingin melihat orang lain manatap pasangannya ketika pasangannya sedang bertelanjang badan?

Mungkin ini hanyalah sekedar pertanyaan yang sangat simple. Namun bukan berarti, dari pertanyaan simple, jawabannya juga bakal sesimple itu.

“Makasih ya Mi... kamu udah bisa ngabulin semua permintaan anehku ini…” ujar Rudi, mantan pacarku dulu.

Dengan peluh yang masih bercucuran, Rudi kemudian mencabut batang penisnya keluar dari lubang pantatku.

“PLOP”. 



Suara cabutan batang penisnya dari lubang anusku yang kemudian disertai dengan gumpalan lendir panas berwarna putih keruh, langsung turut keluar dan mengalir ke arah paha dalamku.

YUP. Lubang pantatku.

Sebenarnya, sebelum acara persetubuhan anal pagi ini, Rudi sudah berulang kali meminta padaku untuk dapat melakukan seks anal. Namun, walau aku sudah sering melakukan seks anal, aku tak langsung mengabulkan permintaan anehnya itu.

Aku hanya ingin tahu, sejauh mana pengorbanan yang bakal ia lakukan demi mendapatkan persetujuanku supaya bisa bermain anal.  Dan, ternyata ia benar-benar mampu berkorban lebih. Terbukti dari adanya kalung yang melingkar manis dengan inisial “MIA” di leherku.

Limbung, lemas, tak bertenaga. Rudi yang walau memiliki badan ekstra besar, tak mampu juga mempertahankan posisi doggynya. Dia jatuh terlentang tak berdaya di samping tubuhku yang masih dalam posisi nungging. Dengan mata sayu, dan senyum mengembang di wajah, ia hanya bisa terdiam sambil terus membayangkan kenikmatan yang baru saja ia rasakan dariku.

Seperti orang yang baru terkena tenung, sihir, hipnortis, atau entah apapun itu namanya. Ia hanya menatap diam kelangit-langit kamar hotel ini.

Aku beranjak dari posisi nunggingku, berjalan kearah meja kecil di samping tempat tidurku dan mengambil beberapa lembar tissue. Kubersihkan vagina dan lubang anusku dari sperma hangatnya yang masih saja mengalir keluar.

“Maenmu kali ini gak seperti biasanya say… seperti kesetanan…” kataku sambil melempar gumpalan-gumpalan tissue bekas yang basah oleh sperma itu kearahnya.
“ENAAAAAK…” jawab Rudi singkat sambil masih menatap langit-langit kamar hotel.
“Makasieee…”

Setelah vagina dan anusku terbebas dari segala macam lendir, kulangkahkan kaki jenjangku ke arah dapur. Dan dengan masih dalam keadaan telanjang bulat, aku berjalan kearah kulkas lalu mengambil sekotak susu kegemaranku.

Tak lama, kubuka korden dan pintu balkon, lalu kulangkahkan kakiku berjalan keteras kembali ke arah balkon. Hembusan angin sejuk langsung menerpa wajah dan tubuh telanjangku, seolah membebaskan penat di dada.

Kutarik kursi balkon mendekat kearah pagar, dan langsung kuhempaskan tubuhku diatasnya. Kulihat jam yang masih melingkar di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 09.30 pagi.

“Yah… terpaksa membolos sekolah lagi nih ceritanya… dan sepertinya, ini bakal jadi hari yang melelahkan…” ucapku dalam hati sambil menyeruput cairan manis berwarna coklat dari kemasan kotak yang aku tadi.

***

“Sayang… aku pengen deh ngelihat kamu dipake orang laen…” ujarny santai.

DEG…

Mendengar kalimat mantan pacarku itu, jantungku serasa berhenti.
“Maksud kamu…..?” tanyaku heran.
“Iya… aku pengen ngeliat kamu dientotin ama cowok laen…”
“Apaan sih…? Kok kamu mintanya aneh-aneh gitu…?”
“Nggak tahu Mia… darimana datangnya ide aneh seperti itu…. Yang jelas, setiap kali ada cowok yang melirik kearahmu dengan pandangan nafsu, kontolku mendadak mengeras Mia…”
“Lalu…?”
“Ya gitu Mia… aku jadi penasaran, gimana sensasinya ketika melihat kamu sedang dientot ama cowok laen…”
“Gila kamu say… Kamu bener-bener gila…”

***

Hari demi hari telah berlalu. Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan.

“Janji ya…? Kalo Mia turutin semua permintaan anehmu, Mia dapet semua yang Mia mau…?” tanyaku sambil menggelayut manja di dekapan Rudi.
 “Suer Mia… kamu bisa percaya ama aku…”

Sebenarnya, aku sama sekali tak pernah memimpikan hal seperti ini, namun karena rasa penasaran yang setiap kali Rudi mengajukan ide melihatku disetubuhi orang lain, entah kenapa ada perasaan aneh yang juga sangat menggebu, hingga  pada akhirnya aku berpikir “Apa salahnya sih buat mencoba hal baru… selama tak ada yang saling dirugikan…”

Terlebih lagi setelah aku pikir-pikir, kapan lagi aku bisa bersetubuh dengan orang asing di depan pasanganku.

Dan singkat cerita, kami berdua setuju untuk mencoba petualangan aneh ini .

***
Di suatu weekend yang cukup cerah, Rudi mengajakku menginap di sebuah hotel di luar kota. Kami berdua sengaja memilih cottage, karena disana memiliki privasi yang cukup tinggi dan jauh dari orang yang kami kenal. Selain itu, alasan kenapa kami lebih memilih hotel, adalah supaya Rudi dapat mengeksplor keinginan anehnya itu padaku lebih jauh lagi.

Setelah beberapa kali mensurvey lokasi, kami berdua memilih sebuah hotel yang memiliki parkir mobil di dalam area hotel. Lebih tepatnya, di halaman kamar, tempat kami tidur.

Kami memilih kamar hotel yang memiliki jendela super besar yang menghadap tepat ke arah parkiran kendaraan. Tujuan kami memilih kamar dengan jendela lebar, adalah supaya kami bisa dengan bebas melihat siapa saja orang yang ada halaman parkir ataupun orang yang ada di kamar seberang.

Setelah kami selesai melakukan checkin, kami segera saja melakukan rencana yang telah Rudi persiapkan semenjak beberapa waktu lalu.

Begitu kami selesai meletakkan barang bawaan di dalam lemari, Rudi buru-buru menarik tirai hingga terbuka lebar, dan sambil menyeringai dia membuka tas bawaannya dan mengeluarkan sebuah lingerie transparan lalu memberikannya padaku
“Sayang… aku punya sebuah hadiah yang bisa membuatmu tampak lebih sexy…. Coba pakai donk …”
"Hahaha… Astaga…." Aku tertawa, "Baju tidur ini sepertinya tak akan mampu menutup seluruh aurat tubuhku… Transparan banget sayang....”
“Khan memang itu tujuannya Mia... memamerkan tubuhmu kepada orang lain...” senyum Rudi sambil sesekali menaik-naikkan alis tebalnya
“Sumpah... hal ini kok sepertinya makin ga bener ini…hahaha "
"Dan yang pasti... akan menjadi kejadian yang amat sangat seksi," tawa Rudi sambil sesekali melongok kearah luar jendela untuk melihat apakah ada orang sekitar kamar kami.

Memang sih, baju tidur pilihan Rudi membuat tubuhku terlihat sangat seksi, dan meskipun aku berkata jika apa yang kami akan lakukan saat itu adalah hal yang kurang benar, aku sama sekali tidak memiliki keraguan sama sekali. Bahkan sekilas, ada niatan dalam hati untuk semakin melangkah dalam kegilaan bersama Rudi lebih jauh lagi.

“Ayo buruan dipake kadoku donk sayang….” Pinta Rudi ga sabaran.
“Tunggu bentar ya…” jawabku sambil membawa baju tidur transparan itu ke kamar mandi.
“Hei… kamu mau kemana Mia…?”
“Lah.. tadi kamu minta mia pake baju ini…”
“Buat apa ke kamar mandi…? Lebih seru kalo kamu ganti disini aja…” tambah Rudi sambil kembali membuka tirai penutup jendela kamar kami lebar-lebar.
“Haaaa….. ganti baju disini… dengan korden terbuka gitu….?”

Memang sih, Rudi sudah sering melihatku telanjang di depan matanya, tapi khan saat ini, aku berdiri tepat di samping jendela besar yang juga menghadap ke parkiran. Area umum yang jika aku ganti baju disini, orang dari luar kamar bisa melihat tubuhku dengan jelas.

“Yup… khan memang itu tujuan kita kesini…? Aku pengen  memamerkan kemolekan tubuhmu… hehehe” tawa Rudi licik.
“Hhhhhhh….. tapi inget loh janjinya….” Jawabku mengiyakan permintaan aneh mantan pacarku itu.

Takut, khawatir sekaligus penasaran. Tanganku mendadak gemetar ketika mulai melepaskan pakaian yang melekat ditubuhku.

Merinding, itu kesan pertama ketika aku membuka blouse yang kukenakan saat itu. Aku tak mengira, dinginnya hembusan AC ditambah sensasi striptease di dekat jendela kamar membuat bulu kudukku mendadak berdiri. Jantungku pun merasakan was-was, karena setiap kali ada suara yang terdengar, denyutnya semakin cepat, mengantar setiap getaran aneh yang ada di setiap mili darahku ke sekujur tubuh.

“KREK...” tiba-tiba terdengar suara dari arah luar kamar. Dengan buru-buru aku menengok lalu  mencari darimana arah suara itu berasal.

“Ga ada orang kok sayang...” suara Rudi menenangkanku.
“Hal ini bisa membuatku gila... jantungku benar-benar berdebar kencang...” kataku ke Rudi.
“Tapi kamu seneng khan kalo ada orang yang bisa lihat ketelanjanganmu... Hayo jujur....”

Aku sama sekali tak menjawab pertanyaan mantan pacarku itu, yang bisa kulakukan hanyalah tersenyum malu sambil beberapa kali menganggukkan kepalaku.

Selanjutnya kuturunkan ritsleting rokku dan membiarkannya jatuh ke lantai. Kali ini, apa yang aku kenakan saat itu hanyalah tingga bra dan celana dalam.

Aku menatap jendela yang terbuka lebar dan melihat keluar di seluruh area parkir di luar. "Oh Sayang," desahku sensual ke Rudi, "aku pikir… aku bakal mati karena malu kali tiba-tiba ada seseorang yang lewat depan jendela ini…”
"Hehehe… kenapa harus malu…? Toh kamu punya badan yang bagus khan…?” rayunya. “Ayo… sekarang buruan lepas bra dan celana dalam kamu…”

Untuk kesekian kalinya, aku kembali menatap kearah jendela kamar kami. Walau aku berharap tak ada seorangpun yang mendekat, tapi entah kenapa aku menginginkan ada mata yang melotot menatap ketelanjanganku.

Kulepas kait bra yang ada di belakang punggungku dan kembali aku biarkan mangkok bra yang menampung gumpalan daging didepan dadaku jatuh kebawah. Dan seiring dengan lepasnya bra dari tubuhku, payudaraku seolah langsung ikut loncat, terjun bebas menggelantung dan memamerkan putting coklat mudaku dengan riangnya. Lagi-lagi, merinding itu aku rasakan. Namun bedanya, kali ini yang berdiri tak hanya bulu kudukku, melainkan putting payudaraku yang sudah mengeras dan menjulang tinggi.

“Sayang… tahu nggak? Apa yang membuatku selalu tergila-gila denganmu?”
“Apa…?”
“Tetek besarmu itu loh…. Tetek itu yang selalu membuatku bangga bisa memiliki dirimu seutuhnya… dan karena tetek itu pula, aku pengen membuat banyak lelaki iri padaku….”

Walau kalimat yang baru saja Rudi ucapkan sudah terlalu sering aku dengar, tapi entah kenapa, aku selalu melayang dibuatnya.

“Sekarang… ayo tinggal satu pakaian lagi… lepas celana dalammu…” Seru Rudi.

“Saatnya pertunjukkan utama…” batinku sambil kembali melihat kea rah jendela, khawatir jika saat itu benar-benar ada orang yang melihat kea rah kamar kami.

Kupilin tepi celana dalamku dan segera kuturunkan lepas. Lagi-lagi, udara dingin AC langsung menyerbu bongkahan pantat bulatku dan langsung membuatku merinding.

"Bagus sekali tubuhmu sayang…" desah Rudi sambil memeluk tubuhku dari belakang.
“Sekarang kamu pakai ya baju tidur ini….”

Satu hal yang aku suka dari mantanku ini adalah, ia selalu memakaikan segala macam pakaianku seperti seorang ayah memakaikan baju kepada anak perempuan kecilnya. Pertama ia menyerahkan lubang lengan dress sebelah kanan ke tangan kananku, dan begitu tangan kananku sudah masuk, ia membantuku memasukkan lubang lengan dress sebelah kiri ke tangan kiriku.

Begitupun dengan ketika memasangkan celana dalamku. Ia berjongkok di depan lututku supaya aku bisa berpegangan pada bahunya. Kemudian, Rudi memintaku mengangkat kaki kanan dan kiriku secara bergantian supaya ia dapat memakaikan celana dalamku di selangkangan.

Benar-benar seperti seorang ayah.

Namun ketika Rudi sedang keasyikan memakaikan celana transparan itu pada pada tubuhku, Ia mendadak heran akan sesuatu yang terjadi pada vaginaku.

“Mia… kok memek kamu udah basah…?”

Aku kaget dan buru-buru aku meraba bibir vaginaku.

“Kamu pasti sange ya…. Hayooo… ngaku….” Goda Rudi sambil mengusap-usap celah kemaluanku dengan jari tengahnya.
“Ahhh… enggak kok…. “bohongku.

Entah apa yang terjadi pada diriku saat itu. Sensasi telanjang dan berganti baju di pinggir jendela, membuatku terangsang. Sangat terangsang. Walau hanya membayangkan adanya seseorang yang tak kukenal melihat ke arah tubuh telanjangku sudah dapat membuat lendir vaginaku membanjir keluar.

“Seeeeppp... … baju tidur seksinya sudah dipakaikan, sekarang saatnya pameran ya sayang… hehehe” ucap Rudi dengan nada seperti anak kecil yang sedang bermain dengan mainan kesayangannya. “Kamu terlihat seperti bidadari yang mau tidur…” tambahnya.

Sejenak, aku beranjak ke kamar mandi dan kutatap tubuh semampai yang ada di depan cermin. Sejenak pula aku bersyukur atas karunia Yang Maha Kuasa, yang telah memberiku tubuh indah penakluk hati lelaki ini. :D

Baju tidur yang kukenakan saat ini terlihat begitu pendek, bahkan terlalu pendek. Karena dari sekilas penilaianku, bawahan baju tidur ini hanya menggantung beberapa cm dibawah pangkal kakiku. Berwarna hitam transparan dengan motif renda-renda yang hanya menutup area payudara dan vagina.

Tapi, biar bagaimana pun, dengan baju tidur ini memang membuat tubuhku terlihat begitu sexy.

Tak henti-hentinya, Rudi mengintip keluar jendela, "Aku harap, ada orang yang lewat kamar ini dan melihat kearahmu… aku benar-benar pengen melihat reaksi mereka ketika melihat tubuh semi telanjangmu… hehehe… "

“Aku pengen semua orang tahu, jika saat ini aku memiliki seorang bidadari sebagai wanita pendampingku…” bisiknya lirih sambil mengusap rambut belakangku dan beberapa kali melumat bibir tipisku.

“Kita bakal bersenang-senang kali ini sayang…” ucapnya girang.

Penasaran, khawatir dan takut, semua membaur menjadi satu. Aku tidak tahu harus berkata apa, meskipun rencana ini sudah kami pikirkan dengan matang, ada saja perasaan aneh yang timbul dalam hatiku.

Yup. Mungkin sama seperti pemikiran gadis lain jika mengalami situasi seperti ini, aku tidak ingin terlihat seperti pelacur.

“Ajrit… hal ini akan jadi kejadian yang sangat seru... Sangat seru...!" Rudi berseru beberapa kali.

Saat hari mulai gelap, Rudi dengan sengaja menyalakan lampu tidur yang ada di meja samping tempat tidur. Dengan adanya cahaya dari lampu tidur, kamar tidur kami dapat terlihat lebih mencolok daripada cuaca luar yang lebih gelap.

Dan seiring dengan mulai tenggelamnya matahari, hotel tempat kami menginap pun mulai ramai. Beberapa mobil datang selama setengah jam berikutnya, tapi kami langsung kecewa ketika menyadari tak ada satupun orang melihat kea rah jendela kamar kami dan melihat tubuh semi telanjangku yang terbaring di atas tempat tidur.

Sekilas, Rudi merasa cukup frustrasi karena kesempatan untuk diriku terlihat semakin tipis dengan berlalunya hari. Terlebih ketika ada seorang lelaki yang melewati kamar kami namun tak sedikitpun menengok kedalam kamar.

"Sialan!" Umpat Rudi sambil melongok keluar jendela dan mengintip orang tersebut hingga menghilang di sudut jalan.
"Dia pasti lewat sini lagi beberapa menit kemudian…” ucapnya optimis.

Sejenak, ia berpikir keras sambil melihat kearah tempat tidur.
“Sepertinya tempat tidur ini kurang dekat dengan jendela…”  seru Rudi lagi . Dan dengan semangat, ia mendorong tempat tidur kearah kanan, hingga mendekat ke jendela

“Sayang… aku capek…” keluhku.
Sudah hampir satu jam aku memposisikan tubuhku berbaring seperti ini.
“Bentar lagi ya cantik… aku janji deh, kepengenanmu bakal aku kabulin…” rayu Rudi padaku sambil mengecup keningku.

Coba kamu tiduran miring, dengan muka menghadap kearah jendela sambil pura-pura membaca majalah ini…” pinta Rudi lagi. “Hanya orang buta yang nggak melihat bidadari cantik di dalam kamar ini"
“Oiya… satu lagi….coba kendurin deh, tali dada yang ada di depan baju tidurmu sayang… tunjukin sedikit tetek besarmu…hehehe…”

Dengan perasaan bosan dan sedikit ogah-ogahan, aku segera mengendorkan tali baju tidurku dan membuat sebagian daging payudaraku menyembul keluar.  Kuposisikan tubuhku sevulgar mungkin.
Tangan kananku menyangga kepala, dan tangan kiriku yang bebas berulangkali membalik halaman majalah.
“Pamerin juga sedikit CELANA DALAMmu Mia… naekin bawahan baju tidurmu sedikit, sekalian paha mulusmu bisa terlihat dengan jelas… …” tambah Rudi lagi.

Dan setelah aku berada dalam posisi yang ia inginkan, Rudi segera melongok keluar jendela dan mengintip situasi diluar kamar.

"Dia datang," teriak Rudi penuh semangat,

Dengan gerakan secepat kilat, Rudi segera bersembunyi ke sudut kamar dan mengawasi diriku yang sedang berpura-pura membaca majalah dengan setengah payudara menyembul keluar

Mengetahui jika tubuh seksiku bakal dilihat oleh orang yang tidak aku kenal, mendadak membuat detak jantungku berdetak lebih cepat. Dan mendengar suara langkah kakinya yang perlahan semakin dekat, membuat tubuhku bergetar karena sensasi.

Saat itu, mukaku pasti semerah kepiting rebus saking malunya.

Dan benar, walau aku tak dapat melihat kearah jendela secara langsung , dari sudut mataku, aku dapat melihat jika orang yang mendekat itu sejenak memperlambat langkahnya ketika melewati jendela kamarku yang terang. Bahkan, untuk beberapa saat, orang itu berhenti didepan jendela kamarku.

Namun karena aku yang merasa sedikit risih akan ketelanjangan payudaraku, akupun merasa sedikit malu, dan akhirnya membenarkan posisi baju tidurku sehingga payudaraku kembali tertutup. Dan begitu baju tidurku menyembunyikan payudaraku, orang itu buru-buru melangkah pergi dan menjauh dari jendela. Mungkin dia khawatir akan tertangkap basah olehku karena mengintip.

“Hebat sayang…. Hebat banget…."  Girang Rudi sambil menghambur kearahku. Berulang kali ia mengecup wajahku, menandakan jika saat itu dia begitu senang.
"Dia pasti terkesima melihat keseksian tetek besarmu…” ujar Rudi lagi.

Buru-buru, ia melongok kearah jendela dan mencari tahu lagi situasi diluar kamar.
“Sayang…. Pemuda itu berhenti dan kembali lagi… aku yakin kali ini dia bakal melihat dirimu lebih lama lagi… Kali ini, sembulkan lagi dong satu putting tetekmu… aku pengen lihat reaksinya seperti apa…”

Dan benar, tak beberapa lama kemudian, 
cowok yang baru saja menatap payudaraku dari luar jendela itu kembali berjalan kedepan kamarku. Berdiri tepat di depan jendela besar yang menampilkan setengah ketelanjanganku dari dalam kamar.

Ingin sekali aku melihat ke depan  untuk dapat melihat raut wajah 
cowok yang sedang mupeng di hadapanku itu, meskipun aku tahu bahwa jika aku lakukan, rasa malu akan langsung memenuhi dadaku.

Sekitar satu atau dua menit, 
cowok itu berdiri dan melihat setengah ketelanjanganku lebih dekat. Aku yang merasa sangat kikuk, hanya bisa menghela nafas panjang dan pura-pura  membaca halaman demi halaman majalah yang ada di hadapanku. Namun ditengah rasa kikuk yang menyelimuti dadaku, perlahan, muncul rasa iseng dari dalam diriku.
“Aku ingin melihat reaksi cowok asing ini jika aku perlihatkan ketelanjanganku lagi…” batinku.

Segera saja, dengan tangan kiriku yang masih bebas, aku pura-pura menggaruk pantatku dengan tujuan menaikkan bawahan baju tidurku.  Sehingga 
cowok asing ini dapat melihat lebih jelas lagi CELANA DALAM dan kaki jenjangku.

Namun, di tengah aksi liarku ini, mendadak ada sinar terang yang menerangi tempat cowok asing itu berdiri, lalu tak lama ada suara mobil yang mendekat kearah parkiran yang ada di dekat kamarku. Sekejap, 
cowok asing itu sudah menghilang dari hadapanku, dan sekarang aku hanya menatap jendela kosong dengan latar belakang halaman parker yang mulai gelap.

Rudi meledak kegirangan dari tempat persembunyiannya. Nampaknya ia benar-benar senang dengan apa yang telah terjadi barusan.

"Sialan gara-gara ada orang datang, cowok itu jadi kabur…. “
“Tapi semua itu sungguh mendebarkan…. Kamu benar-benar artis alami Mia…”
“ Dia akan kembali untuk bisa melihatmu lebih lagi Mia… aku tahu itu…." Ucap Rudi sambil beberapa kali ia mengintip ke luar jendela.

"Sayang, aku yakin dia akan kembali lagi dan melihat segala sesuatu yang ada ditubuhmu… perlihatkan keseksianmu lebih banyak lagi…” Ucap Rudi sambil kembali melonggarkan semua tali yang ada di baju tidurku. Ia melayout penampilanku demi mendapat sensasi kenikmatan yang ia inginkan. “Harus lebih terlihat telanjang alami… Hehehe…”

"Aku yakin cowok itu bakal kembali lagi, dan ketika ia kembali, perlihatkan semua keseksianmu Mia…" kata Rudi sambil melangkah kea rah pintu "Aku akan pura-pura keluar dan bersembunyi di balik mobil… Aku pengen tahu apa yang akan terjadi…" tambahnya lagi.

Rudi pun keluar dan menutup pintu di belakangnya.

Seketika, jantungku terasa begitu berdebar-debar dan aku merasa sangat seksi serta menginginkan pameran ini lebih jauh lagi. Aku ingin 
cowok itu melihat tubuhku dalam keadaan telanjang total.

Ditengah pemikiran anehku, tiba-tiba handphone yang sedari tadi aku letakkan di meja samping tempat tidurku berdering. Itu Rudi

“Haloo…?” kataku membuka percakapan.
“Mia aku udah di belakang mobil…. kita ngobrol disini aja ya… buruan kamu pake earphone biar actingmu lebih alami…. "

Segera saja kupasang kedua earphone putihku di telinga kanan dan kiriku, lalu aku kembali merebahkan badan, seperti semula.

“Udah…” jawabku singkat.
“Mia…. dia datang lagi…. Dan tahu nggak?”
“Kenapa?”
“Sekarang dia hanya mengenakan celana pendek ….”
“Emangnya kenapa…?”
“Nggak tahu juga sih maksud dia apaan… hahaha…” Jelas Rudi sambil tertawa terbahak-bahak.

"Dia mendekat kea rah jendela kamar kita Mia…" Ucap Rudi lagi, “Dan Mia… dia udah berada di depan jendela kamar….”

Rupanya, ini tujuan Rudi menelponku. Suapaya aku juga bisa mengetahui apa yang sedang terjadi diluar kamarku. Kami terus melakukan percakapan di telepon, saling bisik dan menceritakan apa yang terjadi.

Jika dipikir-pikir, apa yang kami lakukan saat itu memang seperti orang gila. Rudi, yang memiliki sebuah hasrat aneh untuk memamerkan ketelanjangan tubuh wanita yang ia sayangi kepada orang lain. Dan anehnya, aku,  yang saat itu adalah kekasih Rudi, mau saja membantu Rudi melampiaskan hasrat anehnya itu.

"Cowok itu ngapain sayang…?” Bisikku lirih.
”Dia masih berada di depan kamar Mia… Eh Mia… coba melebarkan pahamu buat dia Sayang," saran Rudi.

Segera saja kulakukan apa yang Rudi inginkan sambil terus mendeskripsi dari setiap gerakan yang 
cowok asing itu lakukan diluar kamarku.

Sebenarnya, walau tak di deskripsikan oleh Rudi, dari ekor mataku aku dapat sekilas melihat apa yang sedang terjadi, akan tetapi, guna memperoleh kesan pameran aurat yang natural, aku tetap berusaha focus dengan akting yang kulakukan ini.

“Gila Miiiiii…… Gila…..” mendadak Rudi berbisik dengan nada seru.
“Kenapa sayang…???” tanyaku antusias.
"Dia ngeluarin kontolnya dari bawah celana….” Ucap Rudi “Sepertinya dia mau onani sambil ngintipin kamu…”

DEGDEG…DEGDEG…DEGDEG…

Mendadak, begitu mendengar ulasan Rudi secara langsung, dadaku seperti kembali mau meledak.

Bagaimana bisa, 
cowok ini mengeluarkan batang kejantanannya di depan jendela kamarku. Ia sepertinya tak tahan dengan nafsu yang ada di otaknya. Dan sepertinya, ia sengaja kembali ke kamarnya dan mengganti kostumnya dengan celana pendek dengan tujuan seperti ini,  beronani di depan tempat umum. Di koridor hotel, tempat yang dengan mudah terlihat oleh orang lain.

“Cowo asing ini beronani sambil membayangkan tubuh seksiku. :D” tiba-tiba aku tersenyum simpul, sambil sedikit melirik ke arah cowok asing ini dengan ekor mataku.

“Wooow…. “

Kembali aku merasa dadaku seolah ingin meledak.

“Batang penisnya 
cowok asing yang sedang beronani di depan jendela kamarku itu ternyata besar juga…”

Seketika itu juga, mukaku terasa memanas dan nafas hangatku berhembus semakin cepat. Putingku mencuat dan  vaginaku membasah. Aneh, walau saat itu tubuhku sama sekali belum dirangsang oleh benda apapun, tapi karena ulasan detail Rudi mengenai apa yang 
cowok  asing itu lakukan di luar kamarku, aku menjadi benar-benar terangsang. Terlebih dari penglihatan di ekor mataku, yang secara samar terlihat betapa besarnya barang yang ia miliki, semakin membuat vaginaku berdenyut hebat.

“Penis 
cowok itu sepertinya jauh lebih besar daripada penis Rudi…Gimana ya rasanya disodok-sodok dengan titit sebesar itu…?” Ucapku dalam hati.

Walau hanya melihat sekilas, penis itu terlihat begitu kekar, dengan urat-urat yang bertonjolan di sekujur batang panjangnya. Ingin rasanya aku melihat secara terang-terangan ke arah cowok asing itu, dan memperhatikan dengan seksama apa yang sedang ia lakukan di hadapanku itu. Ingin rasanya aku membantunya mengocok batang penis panjang miliknya dengan tanganku. Dan ingin rasanya aku ajak dia masuk kedalam kamarku dan menyetubuhi vagina garalku dengan brutal.

"Wooooww... Miiiii…." Girang Rudi tiba-tiba.


"Kenapa sayang...?" bisikku sambil terus berpura-pura membaca majalah yang ada dihadapanku sambil terus memamerkan kemolekkan tubuhku.


"Tau nggak....?" Tanya Rudi lagi
"Kenapa...?"
"Gara-gara melihat tubuh seksimu, cowok asing itu mengeluarkan kontolnya....Gara-gara melihat paha mulusmu, cowok asing itu onani.... Dan gara-gara melihat tetek montokmu, cowok asing muncratin pejuhnya di jendela kamar kita….”

Tubuhku... Milikmu... (Part 2)






Penantian kami untuk memamerkan keseksian tubuhku beberapa jam berikutnya, terasa sangat mengecewakan karena tak terjadi apa-apa sama sekali. Aku masih mengenakan gaun tidur seksi, dan Rudi masih berulangkali mengintip-intip dari jendela dengan tirai setengah terbuka .

Sejenak, kami mulai putus asa menantikan kegembiraan lagi dimalam itu, karena tak ada siapapun yang lewat di depan jendela kamar kami.

Namun ketika ada sebuah mobil yang tiba-tiba masuk ke dalam area parkiran hotel dan parkir di dekat kamar kami, rasa senang seolah tiba-tiba ikut muncul dan menarik ujung-ujung bibir kami menjadi sebuah senyum mesum yang cukup aneh.

“Ada orang datang Mi... Dan sepertinya dia datang sendirian...” Ujar Rudi dengan nada riang yang kemudian lari mendekat ke arah pintu depan kamar hotel sambil terus mengawasi pemuda yang baru datang itu.
“Miii... orang yang dateng barusan tuh cowok yang tadi siang onani didepan kamar kita.... Dia masuk kamar dengan meninggalkan pintu mobilnya terbuka… pasti diabakal kembali untuk mengambil sesuatu..." kata Rudi lagi.

Seperti seorang singa yang melihat rusa gemuk, Rudi pun langsung memutar otak guna mendapatkan perhatian pemuda itu tadi. Dan, tak beberapa lama kemudian, Rudi mendapatkan sebuah ide cemerlang.

"Mia... Aku akan pergi ke mobil dan berpura-pura untuk mengambil barang... lalu aku akan memanggilmu untuk menanyakan sesuatu...” Ucapnya lirih kearahku sambil terus mengawasi kondisi diluar kamar.

“Dan ketika aku memanggilmu, kamu segera melangkah keluar... aku yakin diapasti akan melihat keseksian tubuhmu dibalik baju tidur transparan itu..." tambahnya sambil tersenyum.  

Tanpa menunggu responku sama sekali, begitu selesai menjelaskan rencana mesumnya, Rudi langsung keluar kamar dan menuju ke arah mobilnya sambil membiarkan pintu kamar kami sedikit terbuka.

Dengan perlahan aku berjingkat  turun dari atas tempat tidur, dan mengintip keluaruntuk melihat sosok cowok yang baru saja checkin di hotel ini. Entah kenapa aku tiba-tiba ingin mengetahui bagaimana rupa cowok calon korban kami.

“Ooowww... namanya Helmy... Hmmm... Ganteng juga...” batinku sambil terus memantau sosok cowok yang sedang keluar masuk dari mobil ke kamarnya itu.

Sayup-sayup, aku mendengar percakapan Rudi dengan Helmy. Aku mendengar mereka saling kenal dan bertukar sapa, hingga tiba-tiba Rudi memanggilku dengan nada yang cukup lantang.

“Lenny... barangnya ga ada di dashboard... tadi kamu narohnya dimana...?"

“Lenny? Siapa pula Lenny itu? Nama aku khan Mia. Atau, apakah itu kode dari Rudi?” sekilas aku bingung akan ke-kreatif-an cowok satu itu.
“Lenny sayang….?” Panggil Rudi lagi.

Sepertinya itu benar-benar kode dari Rudi supaya memintaku keluar dari kamar dan memperlihatkan kemolekkan tubuhku.

Dengan berpakaian yang masih sangat minim, aku menarik napas panjang dan melangkahkan kaki jenjangku keluar dari pintu kamar hotel ke halaman kamar hotel yang dingin itu.

"Tadi aku taruh situ sayang.... Coba deh cari lagi...jawabku sekenanya sambil menunjuk kearah dashboard mobil, karena memang aku tak tahu apa yang dimaksud oleh Rudi dari pertanyaannya.

Sengaja aku lontarkan jawaban dengan nada suara manja dan genit supaya cukup menarik perhatian Helmy. Dan benar saja, begitu mendengar ke suaraku. Cowok asing itu langsung menengok ke arahku berdiri.

Walau hari telah malam dan suasana disekitar area parkir hotel itu sudah gelap, tapi aku yakin, terangnya cahaya lampu kamar tidur yang  menyinariku dari belakang, mampu memperlihatkan siluet kemontokan lekuk tubuh seksiku.

Helmy seketika berdiri tertegun sambil menatap kearahku dengan mata tak berkedip. Tak diragukan lagi, ia mengagumi tubuh setengah telanjang denganbalutan pakaian seksi semi transparan milikku ini.

"Nggak ada Lenny.... kondomnya nggak ada disini... “ Jelas Rudi. Aku pergi dulu deh... mau beli ke mini market terdekat...tambahnya lagi.

Setelah yakin jika rencananya dapat terdengar jelas oleh Helmy, Rudi langsung balik lagi ke arah kamar hotel dan berpura-pura mengambil kunci mobil yang aku tahu jelas, kunci itu masih berada di kantong celananya.

Rudi terlihat begitu bersemangat. Tubuhnya bahkan terasa bergetar begitu memeluk dan mengecup pipiku ketika ia hendak pergi sebentar ke minimarket.

“Ini bakal menjadi malam yang menggairahkan...” girangnya “Mungkin dengan kepergianku ini, cowok itu bakal menggodamu lebih jauh lagi.... Yup... semoga dia menggodamu....”

Setelah mengetahui kepergian Rudi, dadaku mendadak berdebar begitu kencang. Entah karena takut karena sendirian di hotel, atau karena menantikan kejadian seru yang mungkin akan kualami beberapa saat lagi.

Dan benar, kejadian seru itu segera mulai tanpa perlu menunggu waktu yangterlalu lama. Karena setelah kepergian Rudi, tak sampai satu menit kemudian, aku mendengar ada suara ketukan ringan di pintu depan.

“TOK...TOK...TOK...”

Aku langsung shock ketika mendengarnya. "Oh Tuhan," pikirku dalam hati dengan sedikit panik, "Apa yang harus kulakukan...?" 

“Siapa ya orang yang mengetuk pintu itu....?”
“Mau ngapain ya orang yang mengetuk pintu itu...?”
“Kalau misalnya orang yang mengetuk pintu itu memiliki niatan jahat, aku harus minta tolong ke siapa ya...?”

Dalam waktu yang relatif singkat itu, puluhan pertanyaan dan pikiran negatif, mendadak muncul di otakku. Namun entah kenapa, ada dorongan dalam hati yang menyuruhku untuk menyambut sosok yang sedang mengetuk pintu itu, entah siapapun dia.

Hal mesum ini terjadi begitu cepat, bahkan terlalu cepat. Karena aku sama sekali tak memiliki persiapan apapun untuk menghadapinya.

TOK...TOK...TOK... “Mbak Lenny..... “ TOK...TOK...TOK...

Dari suara panggilannya, aku langsung tahu jika orang yang sedang berada di balik pintu kamar tidurku adalah Helmy, sosok lelaki yang baru saja mendengar percakapan singkatku dan Rudi. Sosok yang juga sore tadi beronani didepan jendela kamarku. Sosok yang memuaskan nafsu bejat penisnya dengan menatap tubuh seksiku.  Sosok yang baru beberapa saat lalu, menumpahkan lendir kejantanannya tepat di hadapanku dan mantan pacarku.

CKLEK...
Kubuka pintu kamar tidurku dan kukeluarkan kepalaku.

“Ya... ada apa ya...?” tanyaku pelan.

Untuk beberapa saat, Helmy terlihat sedikit terperangah ketika melihatku yang menyambut ketukan pintunya. Ia seolah melihat sosok idaman yang sudah lama ia impikan. Sama sekali tak berkedip dengan mulut menganga.

Mas... ada apa ya...?” tanyaku lagi.

Helmy sepertinya tahu benar jika saati ini Rudi sedang pergi, dan sepertinya ia tidak memiliki keraguan untuk mengambil resiko dalam kesempatan sekecil apapun.

Seperti seorang pencoleng professional, Mata Helmy berulang kali melihat tubuhku dari atas ke bawah dengan senyum mesum di wajahnya. Senyum yang sekilas membuatku merasa jengah karenanya. Sesekali, mata tajamnya juga menjelajah semua penjuru kamar yang aku tempati, memastikan jika saat itu hanya ada aku seorang diri.

“Ada apa ya mas….?” Tanyaku untuk kesekian kalinya.
“Sepertinya kamu butuh ini ya mbak….?” Jawab Helmy singkat.

DEG….

Tiba-tiba, sosok lelaki yang ada di hadapanku, melakukan hal yang sama sekali tak pernah aku bayangkan.

Ia menyodorkan satu pack kondom ke arahku sambil tersenyum simpul.

Aku tergagap, sama sekali tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Hingga beberapa saat kemudian aku mampu sedikit tersadar akan lamunan senyum manisnya dan berkata "Makasih ya mas… tapi cowokku udah beli ke minimarket terdekat kok… " 

"Ya aku tahu," ucap Helmy dengan mata yang tak pernah lepas menatap gumpalan daging payudara setengah terbukaku yang terpampang jelas di depan wajahnya. 

Walau awal sikapnya terlihat begitu mesum, tapi begitu pada akhirnya ia menatap langsung ke mataku, entah kenapa tiba-tiba aku merasa malu dan menghindari tatapannya.

"Kamu seksi sekali mbak… " ucapnya lirih sambil terus menatap kedua mataku.
Aku mendongak ke wajahnya sambil berkata malu "Makasih mas..." 

Dengan sigap Helmy tiba-tiba maju selangkah, mendekat kearahku berdiri. Hingga jarak antara kami hanya sejauh jengkalan tangan.

Melihat sikapnya yang begitu berani, aku hanya bisa menundukkan wajahku, menatap kaki dan lantai tempat lelaki berani itu berdiri.

Dari kakinya saja, aku tahu jika Helmy adalah seorang pekerja keras. Benetuk kakinya terlihat kokoh, dengan tonjolan urat di punggung telapaknya. Betisnya benar-benar bulat dan penuh dengan rambut. Lututnya bersiku dan pahanya gempal. Tubuh Helmy benar-benar terlihat seperti organ tubuh seorang atlit. Kuat.

Namun ada satu hal yang membuatku entah kenapa diam saja menerima perlakuan mesumnya itu.  Aku penasaran akan benda yang ada dibalik celana kolor yang ia kenakan saat itu.

Celana kolor dengan tonjolan daging berurat yang ada dibaliknya. Celana kolor yang tak mampu menyembunyikan kegagahan seorang pria dewasa. Celana kolor yang sebentar lagi, mungkin, akan aku lepaskan guna menikmati kejantanan batang kelelakiannya.

"Kalo aku punya cewe secantik kamu, ga bakalan aku tinggalin kamu sendirian disini… “ ucap Helmy percaya diri. Diraihnya tanganku yang selama ini berada didepan tubuhku dan dibawa mendekat kearah bibirnya . Lalu dengan sikap bak seorang gentlemen, dikecupnya punggung tangan dan jemari tanganku berulang-ulang.

“Mbak Lenny… Kamu memang seorang bidadari… yang amat amat amat sangat disayangkan untuk disia-siakan….” Bisiknya lirih, sambil kemudian, dengan berani, tangan Helmy menyentuh ujung daguku, membawa wajahku supaya melihat kearahnya.

Lalu terakhir, tanpa berkata sepatah katapun, tangan berani itu turun kearah belahan payudaraku dan menyelipkan pack kondom yang barusan saja ditawarkannya pemiliknya ke belahan payudaraku.

Hingga akhirnya, ia kembali ke dalam kamar tidurnya.

Aku berdiri di depan pintu kamarku yang masih terbuka. Merasa gemetar, gembira, gugup, terhina, sekaligus senang, dengan apa yang terjadi barusan.

Seorang lelaki yang tak aku kenal, dengan berani menawarkan sepack kondom ketika pacarku sedang tak ada di dalam kamar, dan dengan tenangnya ia menyelipkan pack kondom itu diantara belahan daging payudaraku. Dan anehnya, aku sama sekali tak melarang ataupun marah sedikitpun padanya.

***

Tak beberapa lama, Dan ketika Rudi kembali, aku langsung menceritakan apa yang terjadi beberapa saat lalu. Saat dimana aku kedatangan seorang lelaki ketika Rudi sedang berpura-pura meninggalkanku untuk membeli kondom.

Alih-alih merasa cemburu, Rudi malah bertingkah sebaliknya. Ia begitu senang dan sangat tertarik akan cerita yang aku sampaikan kepadanya.

“Kamu pasti ngebuat si Helmy mabok kepayang sayang…” teriak Rudi sambil tak henti-hentinya menciumi wajahku.

“Udah khan sayang… kamu sekarang bakal ngabulin kepenganku…?”  tanyaku manja. Kerentangkan kedua tanganku dan kurangkul belakang lehernya.
“Hmmm… iya sih…. Cumaaaannnn…..”
“Cuman apaan ya…?” tanyaku was-was.
“Jangan marah dulu ya….”
“Apaasih…?”
“Janji dulu kamu nggak bakal marah….”
“Iya… mia ga bakal marah… Cuman apaan?”
“Aku pengen ngliat kamu ngentotin dia….”

***

“Hmmm… anu mas… sorry ya kalo  gw ngeganggu… “ Kata Rudy sambil tersenyum puas.
“Ada apa ya…?”  Ucap Helmy sambil menghisap sebatang rokok.
“Anu… gw cuman mau bilang thanks ya buat bantuannya tadi, cuman….”
“Cuman apa ya….?”
“Mas masih punya stock kondom lagi nggak? Soalnya tadi aku udah muter-muter cari di supermarket terdekat ga nemu satupun, nggak tau kenapa, mereka semua bilang sedang kehabisan stock…
“Aneh banget….? Mungkin sedang musim kawin kali mas… hahaha…” canda Helmy sambil kembali menghisap rokoknya.
“Iya… aneh… cuman masalahnya, sekarang aku sedang butuh banget mas…”
“hmmm…. Lenny itu cewe kamu khan? Cewe resmi kamu khan?”
“Lenny…? Tanya Rudi sedikit bingung..
“Iya… cewe seksi yang ada di kamar kamu….” Jelas Helmy
“Ohhh… iya…” akhirnya Rudi sadar. “Memangnya kenapa ya mas?”
“Kalo aku jadi kamu ya mas…. Sorry ya… “
“Sorry kenapa…?”
“Sorry ya… Kalo aku jadi kamu mas… Aku nggak akan pedulikan kondom sama sekali mas… Aku bakal entotin dia dan ngebuang semua pejuhku didalem memek dia… hahahaha….” Helmy tertawa keras.
“Iya sih… cuman aku takut kalo ngebuang pejuh di dalem memek Lenny, dia bakal hamil…” Bela Rudi lagi.
“Trus kenapa…? Toh dia cewe resmi kamu khan…?”
“Iya sihh… tapi  kira-kira… mas punya stock kondom lagi nggak…?”
“Yah… sorry…itu stock aku yang terakhir… cuman kalo mas masih pengen… mas bisa pergi ke supermarket di depan SPBU…”
“Depan SPBU yang jauh itu? “
“Yup… Kalo mau enak? Usaha mas… hahahaha…”
“Oke deh… aku bakal kesana…. Cuman kalo aku pergi agak lama’an, aku bisa minta tolong mas buat jagain Leny ya…”
“Tenang aja mas…  Tenang aja… “

***

"SEMPURNA…" Pekik Rudi padaku begitu kembali dari kamar Helmy

“Sempurna gimana sayang…?” Tanyaku meminta kejelasan dari Rudi.
"Iya… barusan aku menjelaskan ke Helmy jika aku akan pergi beberapa saat…” Ucapnya seru. “Dan aku meminta tolong kepadanya supaya menjagamu sebisanya…”
“Ohhh… jadi kamu beneran berniat mengumpankan diriku supaya bisa dientotin lelaki lainya…?” ucapku pelan.
“Ayolah sayang… ini khan cuman permainan… sekali-sekali laahh…”
“Sekali-sekali…? Tapi khan aku nggak kenal dekat ama dia sayang…” aku beralasan.

Entah kenapa, kali itu aku merasa ada perasaan yang sedikit aneh dengan apa yang akan kami lakukan sebentar lagi. Aku diharuskan bercinta dengan orang yang aku tak kenal sama sekali.

“Memangnya dulu aku harus kenal dekat denganmu dulu sebelum pada akhirnya aku bisa menikmati keseksian tubuhmu…?”
“Hmmmm….. nggak juga sih….”
“Lalu apa bedanya sekarang ama dulu….”

“…………..” aku tak mampu menjawab pertanyaan Rudi barusan. Karena memang, aku sama sekali tak menunggu waktu yang terlalu lama untuk bercinta ketika pertama kali mengenal dirinya.

“Oke… jadi rencananya seperti ini…” kata Rudi dengan raut wajah serius. Mirip seperti seorang Jenderal yang sedang memberikan taktik  perang.

"Aku akan berpura-pura pergi membeli kondom ke supermarket… tapi sebetulnya enggak…” dengan serius Rudi memberikan pengarahannya padaku.”Aku hanya akan berjalan beberapa belas meter dari hotel dan kemudian kembali untuk menyelinap lalu bersembunyi di balik mobil-mobil yang ada diparkiran depan kamar..." tambah Rudi lagi.

“Kamu hanya perlu sedikit berias diri, membuka dress sedikit untuk memperlihatkan keseksian tubuhmu lagi….” Jelas Rudi sambil mengecup keningku dan berjalan kearah pintu hotel. “Kamu nggak akan pernah tahu, jika bisa saja ketika kalian sedang asyik-asyiknya bercinta, aku sudah ada disini dan ikut serta dalam acara seksi ini….”

“Kita bisa saja bakal melakukan threesome… Helmy ngentotin memek kamu… dan aku bakal ngebobol bo’ol kamu… hehehehe….” tutup Rudi sambil menyeringai dan menutup pintu yang ada dibelakangnya.

Semenit kemudian aku mendengar mobil rudi menjauh pergi.

Dan untuk beberapa saat, hotel tempatku menginap terasa begitu sunyi.

***



TOK…TOK…TOK…

Hanya beberapa menit kemudian saya mendengar lagi ketukan lembut di pintu kamar hotelku.

Helmy jelas-jelas tidak membuang waktu sedikitpun, dia pasti telah mendengar keberangkatan Rudi dan langsung datang kekamarku. Dia pasti sangat bernafsu padaku.
"Oh Tuhan, apa yang akan terjadi sekarang," pikirku dalam hati.

Aku merasa bimbang, bingung dan tak tahu harus melakukan apa

saking bingungnya, aku sampai susah untuk bernafas, dadaku berdetak begitu kencang, dan nafasku menderu-deru.

TOK… TOK…TOK… “Mbak Lenny….?”

Mendengar ketukan dan sapaan dipintu kamar hotelku, aku hanya bisa berdiri terdiam sambil menatap tajam kearah kenop pintu hotel. Dan perlahan tapi pasti, aku bisa memastikan jika kenop itu berputar perlahan.

"Mbaak…Leen…Nny…Halooow…?” Sapa Helmy lirih dari balik pintu kamar hotelku.
“Mbaaak…  apa kamu didalam sana?" Aku mendengarmya lagi, memanggil lembut namaku..

Kenop pintu sudah hampir berputar 1/2nya dan bisa aku pastikan, beberapa mili lagi pintu itu pasti sudah bisa terbuka.


CKLEEK….

Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan, pintu kamar hotelku sudah bisa dimasuki orang lain.

Aku bingung antara harus menelepon Rudi atau hanya tetap mematung diam di tempatku berdiri.

Saya memilih yang terakhir.

Hanya pasrah, menantikan apa yang akan dilakukan Helmy kepadaku.

Indahnya Di Setubuhi Bapak Mertua

Nama aku Indah dan berumur 18 tahun. Sudah 1 tahun aku bernikah dengan seorang lelaki yang bernama Anang . Aku masih tidak dikurniakan dengan cahaya mata. Suamiku Anang  ialah seorang ahli perniagaan. Dia sering outstation. Aku sering di rumah keseorangan. Bapa mertuaku sering mengunjungi rumahku. Kebiasaannya dia datang semasa suamiku di rumah.
Pada suatu petang Bapa mertuaku berkunjung semasa Anang pergi outstation. Bapa saja nak tengok kaulah Nab jawab bapa mertuaku ku. Selepas makan bapa mertuakuku berehat di hall. Sewaktu itu bapa mertuaku memakai kain sarong saja. Sambil berbual bual terselak kain bapa mertuaku aku. Aku ternampak anu bapa mertuaku ku. Bapa mertuaku buat tak tau saja. Anu bapa mertuaku nampaknya berada di dalam keadaan yang sungguh tegang. Itulah yang membuat ku tak dapat nak control nafsu. Lebih lebih lagi aku baru saja bersih dari darah bulan dan tak sempat didatangi oleh suami ku. Sungguh mendidih darah ku pada waktu itu.
Aku rasa anu bapa mertuaku tu jadi tegang sebab dia asyik perhatikan pakaian ku. Aku hanya mengenakan pakaian gown malam tanpa apa apa pun di dalam, maklumlah cuaca begitu panas. Saiz buah dadaku yang berukuran 36D sudah pasti telah mencuit hati bapa mertuaku. Patutlah semasa aku menghidangkan makanan, bapa mertuaku asyik merenungi lurah di gown ku.
Dengan tidak dapat menahan nafsu, aku terus menuju ke bilikku dan meninggalkan bapa mertuaku di hall untuk menonton berita jam lapan. Desakan nafsu ku yang meluap luap itu telah telah menyebabkan aku kelam kabut mengejar tilam untuk segera melayan denyutan kelentit ku. Setiba di dalam bilik, aku pun terus humbankan badan di katil dan aku selak gaun tidor ku hingga ke paras dada. Kesemua bahagian di bawah paras dada ku terdedah tanpa seurat benang.
Aku mengangkang seluas yang mungkin dan mulalah bermain dengan biji kelintit ku. Alangkah bahagianya kalau Anang mempunyai konek begitu besar seperti bapa mertuaku ku. Aku terus leka dibuai hayalan yang sebegitu rupa. Rupa rupanya pintu bilik ku tadi bukan saja tidak ku kunci malahan ianya ternganga luas. Tanpa ku sedari, bapa mertuaku aku telah mengekori jejak perjalanan ku ke dalam bilik. Ketika aku sedang leka melayani denyutan nafsu, dia dengan jelasnya dapat mengintai segala tingkah laku aku. 15 minit kemudian, aku terdengar suara bapa mertuaku ku memanggil manggil nama ku. Laungan tersebut telah menyekat kemaraan nafsu ku. Pantas aku mengalihkan pandangan ke arah pintu bilek. Berderau darah ku melihatkan bapa mertuaku ku sedang berdiri di situ. Sebatang tubuh lelaki tua yang berkulit hitam legam sedang bertelanjang bulat di situ.
Tangan kanannya sedang kemas mengenggam anunya yang sudah keras terpacak. Aku amat pasti bahawa lelaki itu ialah bapa mertuaku aku sendiri. Aku berkeadaan serba terkejut. Aku jadi kaku dan buntu dengan tanganku masih lagi melekat pada menjari kelentit ku. Pantas dia bertindak untuk meraih kesempatan terhadap kebinggungan ku itu. Dia terus menerpa dan mencelapak kangkangku yang sudah sedia terbuka luas.
Mulutnya pula telah berjaya menyusukan puting tetek ku. Tangan ku yang tadinya melindungi kangkang ku, kini segera beralih ke arah tetek ku untuk menyekat perbuatannya itu. Sebaik saja itu berlaku, anu bapa mertuaku aku pun mudahlah menyelinapkan zina ke dalam tubuh ku. Tangan ku cuba untuk menyekat kemaraan anunya. Namun tangan bapa mertuaku ku segera memantau pergerakkan tangan ku.
Akhirnya terpaksalah aku berbaring mengangkang sebegitu saja tanpa sebarang upaya untuk mempamirkan tentangan. Melihatkan keadaan ku yang sudah pasrah, maka dia pun mulalah menghenjut ku dengan rakus. Dari gelagat keganasannya itu, jelaslah bahawa selama ini dia memang geram terhadap kangkang aku. Bebanan dendam nafsunya bagaikan sulaan yang giat menghukumi tapak zuriat ku yang subur itu. Akal ku cuba agar tidak memperindahkan kesedapan anu bapa mertuaku aku tu. Namun nafsu ku sukar untuk menafikan keinginan terhadap anu bapa mertuaku ku.
Kehadirannya di dalam perut ku amat ketara ku rasakan. Malahan kesan penangan yang sebegitulah yang selama ini ku berahikan. Semakin lama semakin pasrah aku zahir dan batin. Seluruh jiwa raga ku mulai kecundang terhadap tuntutan zina yang maha sedap itu. Tanpa segan silu mulutku tak putus putus merengetkan bahasa nafsu. Pengakuan tentang kehebatan anu bapa mertuaku aku tu sentiasa meniti di bibirku. Hitungan dosa dan penyesalan telah ku humban jauh dari pertimbangan ku.
Bapa mertuaku aku pula sejak dari awal awal tadi begitu tekun membajak telaga bunting ku. Kesuburan ladang zuriat aku digemburi dengan sebaik mungkin. Jelaslah bahawa suami ku sendiri gagal menandingi kemampuan bapa mertuaku aku. Mungkin sebab itulah dia gagal menghamilkan aku. Setelah cukup rata membajak, maka bapa mertuaku aku pun mulalah menyemburkan benih zuriatnya ke dalam perut aku. Terbeliak biji mataku mengharungi kesedapan setiap pancutan yang dilakukannya.
Kepanasan cecair benih bapa mertuaku aku tu ku sambut dengan ledakan nafsu ku sendiri. Mengelupur seluruh tubuh ku untuk menikmati tadahan benih benih zuriat yang cukup banyak tersemai di dalam rahim ku. Selepas itu kami sama sama terdampar keletihan setelah mengharungi kepuasan bersama. Bertelanjang bulat kami tidur berpelukan hingga ke pagi. Tengahhari esoknya sekali lagi bapa mertuaku ku menyemai benih yang mampu membuncitkan perut aku.
Kali ini dia menghenjut aku bagi tempoh yang lebih lama dari semalam. Malahan cecair benihnya juga adalah lebih lebat lagi. Hampir seminit aku terpaksa menadah perahan nafsunya. Ketika itulah juga talipon berdering. Aku tau ianya adalah panggilan dari suami ku. Namun kesedapan yang sedang ku nikmati itu telah mendesak aku supaya terus memerah saki baki air benih bapa mertuaku aku tu. Setelah pasti segalanya sudah kering, maka barulah aku bertindak untuk mencapai gagang talipon. Dengan bertelanjang bulat aku berkejar ke ruang tamu. Itu pun setelah lebih seminit ianya berdering. bapa mertuaku aku juga turut mengekori dari belakang dan dengan juga tanpa seurat benang.
Aku berdiri sambil berbual dengan suami ku. Ketika itu jugalah air mani bapa mertuaku aku mula meleleh membasahi peha ku. Lopak air mani yang terkumpul pada pangkal peha ku pula adalah lebih ketara. Saki baki kehangatannya juga masih lagi terasa. Baunya pula cukup kuat hinggakan aku yang sedang berdiri pun boleh menghidunya. Suami ku memberitahu bahawa dia akan terus ke Sarawak dan akan berada di sana selama sebulan setengah. Bapa mertuaku aku bukan main meleret senyumannya apabila dengarkan kabar tersebut.
Aku pula jadi serba salah kerana selama tempoh itu kelak aku akan bakal ditiduri oleh seorang lelaki tua yang hitam legam lagi tidak kacak. Memang pun selama tempoh tersebut bapa mertuaku aku tu telah kerjakan aku dengan secukup cukupnya. Malahan aku terbelenggu di bawah kongkongannya. Dia benar benar marah apabila aku meminta izin untuk ke klinik bagi mendapatkan pil pencegah kehamilan. Aku tergamam kerana bapa mertuaku aku memang berhasrat untuk membiarkan aku menanggung bunting melalui penzinaan kami itu.
Mulai saat itu, bapa mertuaku aku tidak lagi membenarkan aku keluar rumah. Kesangsiannya memang tepat. Jika berpeluang memang pasti aku akan ke klinik bagi tujuan yang bertentangan dengan kehendaknya. Untuk memastikan hajat aku tidak tercapai, bapa mertuaku aku telah merampas kesemua pakaian aku dan menyimpannya di dalam tempat yang terkunci rapi.
Ianya termasuklah kasut, setokin dan tuala. Oleh kerana tidak lagi memiliki sebarang pakaian, maka terpaksalah aku berbogel sehari suntuk. Bila selalu tubuh muda aku terpamir, maka selalulah anu tua nya tu keras menegang. Memang tak sempat kering bulu kangkang ku, kerapnya dia menyemai benih budak ke dalam perut aku.
Walaupun aku tidak rela menagggung akibatnya, namun aku mulai menagihi cetusan nikmat yang maha hebat itu. Akhirnya genap sebulan berlalu, dan bapa mertuaku aku tersenyum gembira sambil mengosok gosok perut ku. Beberapa bulan kemudian aku mulai muntah muntah. Tak lama selepas itu kesan membuncit di perut ku semakin ketara. Budak yang membesar di dalam perut ku itu adalah bukti penghasilan zina yang amat jelas.
Dari masa ke masa, terutama ketika suami ku kerja oustation, pasti bapa mertuaku ku datang menemani tidur ku. Semakin buncit perut aku, semakin bernafsu dia terhadap aku. Rupa rupanya dia memang jenis yang cenderung mendatangi wanita bunting. Memang masa tu aku kena penangan yang lebih teruk lagi dari sebelumnya. Kangkang aku pun sampai terasa sengal dan melecup dibuatnya.
Namun semakin teruk semakin gila kocakan nafsu ku sendiri. Sedang dia rancak menhenjut aku, dia sempat berjanji untuk berusaha memastikan aku bunting lagi selepas bersalin nanti. Masa tengah sedap tu aku bagaikan kerbau ditarik hidung saja. Aku mengangguk angguk kepala sebagai tanda menyetujuinya. Setelah agak lama merasai penangan yang sebegitu hebat, tentulah aku gagal puas dengan aksi suami ku sendiri.
Hanya kehadiran bapa mertuaku ku saja yang mampu menjanjikan kepuasan mutlak. Terutama jika ku di dalam keadaan berbadan dua. burit aku kini dipenuh benih nya. lubang burit ku kini luas namum bapak mertua tidak puas merodoknya. ni no ht aku xxx xxxxx (nombor betul aku) aku ingin bermain tiga batang pelir sekali, di jubur, burit dan mulut sekali.
Nama aku Indah dan berumur 18 tahun. Sudah 1 tahun aku bernikah dengan seorang lelaki yang bernama Anang. Aku masih tidak dikurniakan dengan cahaya mata. Suamiku Anang  ialah seorang ahli perniagaan. Dia sering outstation. Aku sering di rumah keseorangan. Bapa mertuaku sering mengunjungi rumahku. Kebiasaannya dia datang semasa suamiku di rumah.
Pada suatu petang Bapa mertuaku berkunjung semasa Anang  pergi outstation. Bapa saja nak tengok kaulah Nab jawab bapa mertuaku ku. Selepas makan bapa mertuakuku berehat di hall. Sewaktu itu bapa mertuaku memakai kain sarong saja. Sambil berbual bual terselak kain bapa mertuaku aku. Aku ternampak anu bapa mertuaku ku. Bapa mertuaku buat tak tau saja. Anu bapa mertuaku nampaknya berada di dalam keadaan yang sungguh tegang. Itulah yang membuat ku tak dapat nak control nafsu. Lebih lebih lagi aku baru saja bersih dari darah bulan dan tak sempat didatangi oleh suami ku. Sungguh mendidih darah ku pada waktu itu.
Aku rasa anu bapa mertuaku tu jadi tegang sebab dia asyik perhatikan pakaian ku. Aku hanya mengenakan pakaian gown malam tanpa apa apa pun di dalam, maklumlah cuaca begitu panas. Saiz buah dadaku yang berukuran 36D sudah pasti telah mencuit hati bapa mertuaku. Patutlah semasa aku menghidangkan makanan, bapa mertuaku asyik merenungi lurah di gown ku.
Dengan tidak dapat menahan nafsu, aku terus menuju ke bilikku dan meninggalkan bapa mertuaku di hall untuk menonton berita jam lapan. Desakan nafsu ku yang meluap luap itu telah telah menyebabkan aku kelam kabut mengejar tilam untuk segera melayan denyutan kelentit ku. Setiba di dalam bilik, aku pun terus humbankan badan di katil dan aku selak gaun tidor ku hingga ke paras dada. Kesemua bahagian di bawah paras dada ku terdedah tanpa seurat benang. 
Aku mengangkang seluas yang mungkin dan mulalah bermain dengan biji kelintit ku. Alangkah bahagianya kalau Anang mempunyai konek begitu besar seperti bapa mertuaku ku. Aku terus leka dibuai hayalan yang sebegitu rupa. Rupa rupanya pintu bilik ku tadi bukan saja tidak ku kunci malahan ianya ternganga luas. Tanpa ku sedari, bapa mertuaku aku telah mengekori jejak perjalanan ku ke dalam bilik. Ketika aku sedang leka melayani denyutan nafsu, dia dengan jelasnya dapat mengintai segala tingkah laku aku. 15 minit kemudian, aku terdengar suara bapa mertuaku ku memanggil manggil nama ku. Laungan tersebut telah menyekat kemaraan nafsu ku. Pantas aku mengalihkan pandangan ke arah pintu bilek. Berderau darah ku melihatkan bapa mertuaku ku sedang berdiri di situ. Sebatang tubuh lelaki tua yang berkulit hitam legam sedang bertelanjang bulat di situ.
Tangan kanannya sedang kemas mengenggam anunya yang sudah keras terpacak. Aku amat pasti bahawa lelaki itu ialah bapa mertuaku aku sendiri. Aku berkeadaan serba terkejut. Aku jadi kaku dan buntu dengan tanganku masih lagi melekat pada menjari kelentit ku. Pantas dia bertindak untuk meraih kesempatan terhadap kebinggungan ku itu. Dia terus menerpa dan mencelapak kangkangku yang sudah sedia terbuka luas.
Mulutnya pula telah berjaya menyusukan puting tetek ku. Tangan ku yang tadinya melindungi kangkang ku, kini segera beralih ke arah tetek ku untuk menyekat perbuatannya itu. Sebaik saja itu berlaku, anu bapa mertuaku aku pun mudahlah menyelinapkan zina ke dalam tubuh ku. Tangan ku cuba untuk menyekat kemaraan anunya. Namun tangan bapa mertuaku ku segera memantau pergerakkan tangan ku.
Akhirnya terpaksalah aku berbaring mengangkang sebegitu saja tanpa sebarang upaya untuk mempamirkan tentangan. Melihatkan keadaan ku yang sudah pasrah, maka dia pun mulalah menghenjut ku dengan rakus. Dari gelagat keganasannya itu, jelaslah bahawa selama ini dia memang geram terhadap kangkang aku. Bebanan dendam nafsunya bagaikan sulaan yang giat menghukumi tapak zuriat ku yang subur itu. Akal ku cuba agar tidak memperindahkan kesedapan anu bapa mertuaku aku tu. Namun nafsu ku sukar untuk menafikan keinginan terhadap anu bapa mertuaku ku.
Kehadirannya di dalam perut ku amat ketara ku rasakan. Malahan kesan penangan yang sebegitulah yang selama ini ku berahikan. Semakin lama semakin pasrah aku zahir dan batin. Seluruh jiwa raga ku mulai kecundang terhadap tuntutan zina yang maha sedap itu. Tanpa segan silu mulutku tak putus putus merengetkan bahasa nafsu. Pengakuan tentang kehebatan anu bapa mertuaku aku tu sentiasa meniti di bibirku. Hitungan dosa dan penyesalan telah ku humban jauh dari pertimbangan ku.
Bapa mertuaku aku pula sejak dari awal awal tadi begitu tekun membajak telaga bunting ku. Kesuburan ladang zuriat aku digemburi dengan sebaik mungkin. Jelaslah bahawa suami ku sendiri gagal menandingi kemampuan bapa mertuaku aku. Mungkin sebab itulah dia gagal menghamilkan aku. Setelah cukup rata membajak, maka bapa mertuaku aku pun mulalah menyemburkan benih zuriatnya ke dalam perut aku. Terbeliak biji mataku mengharungi kesedapan setiap pancutan yang dilakukannya.
Kepanasan cecair benih bapa mertuaku aku tu ku sambut dengan ledakan nafsu ku sendiri. Mengelupur seluruh tubuh ku untuk menikmati tadahan benih benih zuriat yang cukup banyak tersemai di dalam rahim ku. Selepas itu kami sama sama terdampar keletihan setelah mengharungi kepuasan bersama. Bertelanjang bulat kami tidur berpelukan hingga ke pagi. Tengahhari esoknya sekali lagi bapa mertuaku ku menyemai benih yang mampu membuncitkan perut aku.
Kali ini dia menghenjut aku bagi tempoh yang lebih lama dari semalam. Malahan cecair benihnya juga adalah lebih lebat lagi. Hampir seminit aku terpaksa menadah perahan nafsunya. Ketika itulah juga talipon berdering. Aku tau ianya adalah panggilan dari suami ku. Namun kesedapan yang sedang ku nikmati itu telah mendesak aku supaya terus memerah saki baki air benih bapa mertuaku aku tu. Setelah pasti segalanya sudah kering, maka barulah aku bertindak untuk mencapai gagang talipon. Dengan bertelanjang bulat aku berkejar ke ruang tamu. Itu pun setelah lebih seminit ianya berdering. bapa mertuaku aku juga turut mengekori dari belakang dan dengan juga tanpa seurat benang.
Aku berdiri sambil berbual dengan suami ku. Ketika itu jugalah air mani bapa mertuaku aku mula meleleh membasahi peha ku. Lopak air mani yang terkumpul pada pangkal peha ku pula adalah lebih ketara. Saki baki kehangatannya juga masih lagi terasa. Baunya pula cukup kuat hinggakan aku yang sedang berdiri pun boleh menghidunya. Suami ku memberitahu bahawa dia akan terus ke Sarawak dan akan berada di sana selama sebulan setengah. Bapa mertuaku aku bukan main meleret senyumannya apabila dengarkan kabar tersebut.
Aku pula jadi serba salah kerana selama tempoh itu kelak aku akan bakal ditiduri oleh seorang lelaki tua yang hitam legam lagi tidak kacak. Memang pun selama tempoh tersebut bapa mertuaku aku tu telah kerjakan aku dengan secukup cukupnya. Malahan aku terbelenggu di bawah kongkongannya. Dia benar benar marah apabila aku meminta izin untuk ke klinik bagi mendapatkan pil pencegah kehamilan. Aku tergamam kerana bapa mertuaku aku memang berhasrat untuk membiarkan aku menanggung bunting melalui penzinaan kami itu.
Mulai saat itu, bapa mertuaku aku tidak lagi membenarkan aku keluar rumah. Kesangsiannya memang tepat. Jika berpeluang memang pasti aku akan ke klinik bagi tujuan yang bertentangan dengan kehendaknya. Untuk memastikan hajat aku tidak tercapai, bapa mertuaku aku telah merampas kesemua pakaian aku dan menyimpannya di dalam tempat yang terkunci rapi.
Ianya termasuklah kasut, setokin dan tuala. Oleh kerana tidak lagi memiliki sebarang pakaian, maka terpaksalah aku berbogel sehari suntuk. Bila selalu tubuh muda aku terpamir, maka selalulah anu tua nya tu keras menegang. Memang tak sempat kering bulu kangkang ku, kerapnya dia menyemai benih budak ke dalam perut aku.
Walaupun aku tidak rela menagggung akibatnya, namun aku mulai menagihi cetusan nikmat yang maha hebat itu. Akhirnya genap sebulan berlalu, dan bapa mertuaku aku tersenyum gembira sambil mengosok gosok perut ku. Beberapa bulan kemudian aku mulai muntah muntah. Tak lama selepas itu kesan membuncit di perut ku semakin ketara. Budak yang membesar di dalam perut ku itu adalah bukti penghasilan zina yang amat jelas.
Dari masa ke masa, terutama ketika suami ku kerja oustation, pasti bapa mertuaku ku datang menemani tidur ku. Semakin buncit perut aku, semakin bernafsu dia terhadap aku. Rupa rupanya dia memang jenis yang cenderung mendatangi wanita bunting. Memang masa tu aku kena penangan yang lebih teruk lagi dari sebelumnya. Kangkang aku pun sampai terasa sengal dan melecup dibuatnya.
Namun semakin teruk semakin gila kocakan nafsu ku sendiri. Sedang dia rancak menhenjut aku, dia sempat berjanji untuk berusaha memastikan aku bunting lagi selepas bersalin nanti. Masa tengah sedap tu aku bagaikan kerbau ditarik hidung saja. Aku mengangguk angguk kepala sebagai tanda menyetujuinya. Setelah agak lama merasai penangan yang sebegitu hebat, tentulah aku gagal puas dengan aksi suami ku sendiri.
Hanya kehadiran bapa mertuaku ku saja yang mampu menjanjikan kepuasan mutlak. Terutama jika ku di dalam keadaan berbadan dua. burit aku kini dipenuh benih nya. lubang burit ku kini luas namum bapak mertua tidak puas merodoknya. ni no ht aku xxx xxxxx (nombor betul aku) aku ingin bermain tiga batang pelir sekali, di jubur, burit dan mulut sekali.