Sesudah lebih 5 tahun perkawinan belum juga punya anak, Burhan
menyalahkan istrinya. Dia bilang bahwa Ayu, istrinya, mandul. Begitulah
pada umumnya para suami.
Tanpa melihat kemungkinan yang cacad adalah dirinya dia menjatuhkan
vonis pada istrinya.
Bahkan akhirnya orang tua Burhanpun mulai ikut campur. Mereka bilang
kalau perkawinan tidak memberikan keturunan sebaiknya para suami istri
lebih memikirkan masa depannya. Ningsih tahu yang dimaksud mertuanya.
Dia harus rela apabila suatu saat suaminya mencari perempuan lain
sebagai penggantinya demi keturunan.
Tentu saja ini sangat menyakitkan hatinya. Apalagi nampaknya suaminya
lebih mendengarkan omongan orang tuanya dari pada berunding mencari
jalan keluar dengan dirinya sebagai istrinya.
Memang Burhan merupakan 'anak mama' yang sedikit-sedikit mengadu pada
mamanya apabila dia menemuai masalah dalam rumah tangganya. Itulah
kelemahan utama Burhan.
Namun sesungguhnya Burhan benar-benar mencintai istrinya. Baginya Ayu adalah belahan jiwanya.
Dia selalu ingat bagaimana dulu semasa sekolah selalu mencari perhatian
untuk menarik hati Ayu. Dia tahu persis bahwa Ayu adalah gadis yang
paling diperebutkan para pemuda di kota kecilnya Ngawi.
Sebagai pemain basket andalan sekolahnya Ayu yang berperawakan jangkung
dengan kulitnya yang kuning langsat sungguh menjadi bintang kota Ngawi.
Bukan hanya para pemuda seusianya, para gurupun banyak yang jatuh hati
padanya.
Begitulah, sesudah berobat ke sana sini tak memberikan hasil nyata, pada
suatu hari Burhan pulang membawa informasi bahwa ada dukun yang kondang
di Tasik yang bisa menyembuhkan kemandulan seseorang. Katanya telah
ratusan orang tertolong olehnya dan bisa mendapatkan anak. Dengan penuh
antusias Burhan mengajak istrinya untuk mencoba minta pertolongan Mbah
Blabar sang dukun itu.
Sesungguhnya Ayu tak pernah percaya dukun-dukun macam itu. Namun untuk
menyenangkan suaminya dia tidak menolak keinginannya. Yaa..
Hitung-hitung jalan-jalan ke luar kotalah.
Pada hari yang ditetapkan dengan mobilnya mereka meluncur dari rumahnya
yang di Jakarta menuju ke desa Blabar, Tasikmalaya.
Rupanya mbah Dukun itu dipanggil sebagai mbah Blabar karena tinggalnya
di desa Blabar. Rencananya mereka akan menginap di Tasik barang 2 atau 3
hari.
Sekitar jam 5 sore mereka telah sampai ke alamat yang dituju. Saat
memasuki pekarangan Mbah Blabar nampak para pasien sudah cukup banyak
yang antre menunggu giliran.
Sesudah mendaftar dengan cara yang sederhana Burhan menerima nomer urut
16. Melihat antrean yang cukup panjang diperkirakan nomer itu baru akan
dipanggil nanti sekitar jam 9 malam.
Desa Blabar berada di pinggiran kota Tasikmalaya. Mbah Blabar cukup
dikenal oleh orang Tasik.
Para tetangganya memanfaatkan popularitas Mbah Blabar dengan membuka
warung dan bahkan juga penginapan. Sementara menunggu hingga tiba
gilirannya Burhan dan Ayu istirahat, mandi, makan dan minum di salah
satu penginapan sekaligus warung yang tersedia.
Dari omongan para pasien dan tetangga, Burhan mendengar bahwa Mbah
Blabar adalah dukun yang sakti yang tidak perlu diragukan mujarabnya.
Boleh dikata setiap orang yang beroleh pertolongan dari Mbah Blabar tak
ada yang kecewa.
Burhan semakin mantab dan senang mendengar itu semua. Dan dia berusaha agar istrinya percaya dan tak usah khawatir.
Akan halnya Ayu, sejak awal dia tak akan percaya dengan itu semua.
Dia anggap hanyalah omong kosong. Namun sikapnya tidak ditampakkan pada
Burhan suaminya. Dan dia nampak selalu senang dan cerah karena baginya
perjalanan dan nginep di luar kota ini dia pandang sebagai rekreasi.
Sesudah istirahat, makan, minum dan mandi Ayu memerlukan sedikit dandan
sebelum ketemu Mbah Dukun.
Kini istri Burhan ini telah menampakkan keayuannya. Dengan usianya yang
menginjak 28 tahun membuat kecantikan Ayu semakin memiliki daya pikat
seksual bagi siapapun lelaki yang memandanginya.
Dengan pakaiannya yang tak terlampau berlebihan membuat Ayu semakin cantik dan mempesona.
Dan itu bisa dirasakan saat pasangan ini memasuki kembali pekarangan
Mbah Blabar. Para pasien nampak memandang terpesona keayuan Ayu. Mereka
pasti berpikir bahwa Ayu yang datang dari Jakarta ini mungkin mau minta
'susuk awet ayu' dari Mbah Dukun.
Beberapa menit sebelum jam 9 petugas memanggil no. Urut 16. Burhan
berdiri dan menggandeng istrinya.
Dengan diantar oleh asistennya mereka menghadap langsung ke Mbah Blabar.
Begitu memasuki ruangan hidung mereka diterpa aroma dupa. Dalam
keremangan asap dupa di tengah ruangan itu yang beralaskan tikar dan
karpet nampak duduk bersila seorang tua yang berpakaian sepuh serba
kehitaman.
Di depannya nampak anglo dupa yang berkepul. Juga tersaji kembang
setaman yang direndam dalam baskom. Beberapa pernik-pernik lain,
nampaknya jimat-jimat, memenuhi tikar pandan yang tergelar didepannya.
Dengan berjalan merunduk penuh takzim Burhan dan Ayu dituntun si
asisten mendekat ke depan Mbah Blabar dan dipersilakan duduk menanti.
Rupanya Mbah Blabar dengan matanya yang tertutup sedang semadi. Di
pangkuannya nampak ada sebilah keris bersarung. Tangannya memegang
gagang keris itu sambil mulutnya berkomat-kamit.
Masih dalam keadaan mata tertutup Mbah Blabar mengeluarkan omongan. Dia
bertanya,
"Selamat datang cucu-cucuku. Aku tahu kalian sedang dalam kesusahan. Apa
yang akan kamu minta dariku," dengan gaya kakek-kakek ngomong gemetar.
Burhan melirik kepada istrinya, matanya seakan menyuruh istrinya bicara.
Namun Ayu menolak sehingga Burhanlah yang menjawab pertanyaan Mbah
Blabar.
"Begini Mbah, saya sama istri saya mau minta pertolongan. Kami ingin
punya anak. Sesudah 5 tahun lebih kami menikah belum juga dikaruniai
momongan. Kami ingin sekali punya momongan, mbah,"
Sementara suaminya ngomong Ayu memperhatikan dengan seksama sosok Mbah
Blabar. Oohh..
Ternyata yang namanya Mbah Blabar ini bukan orang tua sesungguhnya.
Memang dia berkumis dan berjanggut layaknya mbah-mbah, namun jelas
nampak raut mukanya yang mulus tanpa kerut menunjukkan usia Mbah Dukun
ini belum lebih dari 40 tahun. Dan lebih-lebih lagi, walaupun secara
keseluruhan nampak angker namun raut wajah Mbah Blabar ini sangat bersih
dan tampan. Ayu membayangkan seandainya dukun ini mencukur kumis dan
jambangnya serta mengganti pakaiannya dengan stelan jas dan dasi pasti
tak akan kalah dengan tampilan angota MPR/DPR di Senayan itu.
Mendengar omongan Burhan seketika mata Mbah Blabar cerah terbuka.
"Ah, ada makanan datang," kata hati Mbah Blabar, "Orang pengin punya
anak, aku akan kasih anak. Pasti," begitu yakin dan girang hatinya.
Dia melihati pasangan suami istri itu. Dia perhatikan Burhan dan sesaat
kemudian pindah pandangannya pada Ayu.
Selanjutnya Mbah Blabar mencurahkan perhatiannya pada Ayu. Dia kaget
banget. Betapa ayu tamunya kali ini. Kulitnya yang kuning, anak
rambutnya yang sangat alami jatuh di dahinya, bibirnya yang ranum dan
lebih-lebih lagi buah dada Ayu yang nampak getas menggunung. Semuanya
itu membuat Mbah Blabar hampir lupa diri. Tanpa ragu dia nyeletuk,
"Oohh.. Kamu bocah ayyuu.. Kepingin punya anak yaa..? Gampang.. Mbah
bisa langsung berikan.
Namun syaratnya berat. Apakah kamu sanggup memenuhi sarat itu, heehh??"
suaranya semakin bergetar.
"Apapun saratnya Mbah, kami akan penuhi asalkan memang kami bisa punya
anak," Burhan yang gembira mendengar ucapan Mbah Blabar sudah langsung
mengiyakan sarat yang diminta Mbah Blabar tanpa berunding dulu dengan
Ayu.
Kini Mbah Blabar beralih pandangannya ke Burhan suaminya..
"Benar den? Aden rela memberikan syarat-syarat itu?', tanyanya ragu.
Mata Mbah Blabar memandang tajam menusuk mata Burhan. Dengan sedikit
gugup Burhan balik bertanya,
"Apapun yang mbah minta mudah-mudahan kami bisa penuhi"
"Bagaimana Neng? Neng rela memberikan syarat itu?" kini mata Mbah Blabar
kembali menatapi Ayu.
Sepintas nampak pandangan Mbah Dukun ini menyapu cepat keseluruhan sosok
Ayu. Kali ini dia sempat terpaku pada bentuk betis dan tumit Ayu yang..
Uuhh.. Indah banget sseehh..
Apabila dicermati orang akan melihat pandangan Mbah Blabar itu lebih
merupakan pandangan lelaki yang terpesona pada ke-ayuan seorang
perempuan. Mbah Blabar memang sedang terpesona istri Burhan ini. Nampak
matanya membara penuh hasrat birahi. Dan pandangannya itu tertangkap
sekilas oleh mata Ayu.
Pandangan mata Mbah Blabar itu menggetarkan hatinya. Mata Mbah Blabar
itu terasa sangat membara. Dia sering mengalami pandangan macam itu.
Pandangan yang biasanya dilepaskan oleh lelaki yang sedang tergoda
hasrat seksualnya.
"Terserah Mas Burhanlah," Ayu asal jawab sambil melirik ke Burhan
suaminya.
Kemudian Mbah Blabar minta pada Burhan dan Ayu untuk menunggu sejenak.
Dia perlu melakukan meditasi untuk bisa memenuhi harapan dan permintaan
pasangan suami istri ini. Diambilnya bungkusan dupa dan dibesarkan api
anglonya. Dia tebarkan dupa itu hingga asapnya berkepul memenuhi ruangan
sempitnya. Mulutnya terus berkomat kamit tanpa jelas omongannya.
Tangannya setiap kali mengangkat kerisnya tinggi tinggi.
Waktu semadi Mbah Blabar terasa sangat lama bagi Burhan. Dia melihat
jam tangannya. Mbah Blabar bersemadi telah hampir 15 menit. Sementara
Ayu yang juga mengawasi ulah Mbah Blabar. Dia semakin heran dan kagum.
Dia yakin banget dengan apa yang dilakukannya. Dia sangat kagum dengan
corak lelaki macam itu. Bukannya lelaki macam Burhan yang tak punya
pendirian dan mudah dipengaruhi orang lain termasuk orang tuanya.
Akhirnya asap dupa itu habis dan menghilang bersamaan selesainya semadi
Mbah Blabar. Nampak Burhan sudah tak sabar mendengarkan syarat apa yang
harus dia penuhi agar istrinya bisa melahirkan anak.
"Begini cucu-cucuku. Barusan Mbah sudah diberi petunjuk tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi agar cucuku cepat punya momongan. Coba
cucuku dengerin bersama," Mbah dukun mencoban membetulkan duduknya dan
meminta agar Burhan dan Ayu mendekat. Mbah Blabar akan menyampaikan
permintaannya dengan berbisik.
"Menurut petunjuk yang Mbah terima tadi, cucuku yang ayu ini telah
dibuat oleh seseorang dengan tujuan agar tidak mempunyai anak.
Mungkin ada seseorang yang pernah dikecewakan yang ingin balas dendam.
Benarkah itu cucuku?" Mbah Blabar bertanya kepada Burhan dan Ayu.
Pasangan suami istri itu saling pandang. Burhan mencoba mengingat-ingat.
Adakah diantara pesaingnya dulu saat memperebutkan Ayu? Mungkinkah itu
si Jono, atau Sungkar atau Beno ataukah si Karma? Ah.. Siapa lagi..?
Sementara Ayu hanya berpikir dan tersenyum dalam hati. Di matanya Mbah
Blabar ini hanyalah mengada-ada.
Dia mulai merasakan bahwa ada yang nggak beres dari cara Mbah Blabar
memandanginya. Sebagai perempuan ayu yang selalu menampilkan pesona
seksual, Ayu sangat paham akan pandangan mata macam itu. Namun dia tak
hendak menuduh seseorang sekedar dari pandangannya sendiri yang tak bisa
dibuktikan.
"Lantas apa yang mesti kami lakukan Mbah?" tanya Burhan tak sabar.
"Obatnya itu gampang karena semua telah Mbah dapatkan saat semadi tadi.
Kini obat itu ada dalam diri Mbah.
Kamu Neng ayu, harus mengambilnya sendiri dari tubuhku,"
"Maksud Mbah?" hampir berbarengan Burhan dan Ayu bertanya balik ke Mbah Blabar.
"Obatnya harus diambil 2 kali.
Pertama harus diambil melalui mulut atas dan yang kedua diambil melalui mulut bawah.
Sebelumnya Mbah nanti akan menyiapkan diri Neng dengan cara mengurut
bagian-bagian terpenting agar pada saatnya benar-benar siap menerima
obat yang akan Mbah berikan itu," Mbah Dukun menyampaikan kata
terakhirnya ini sambil memandang tajam wajah Burhan maupun Ayu.
"Maksud Mbah?" kembali hampir berbarengan Burhan dan Ayu bertanya balik
ke Mbah Blabar.
"Yaa begitu saja petunjuk yang Mbah terima.
Kalau cucu-cucuku nggak keberatan sekarang inilah waktunya yang terbaik.
Ini khan kebetulan malam Jumat Kliwon, malam yang sangat manjur untuk
mengusir segala macam jejadian termasuk santet, sihir dan sebagainya,"
Mbah Dukun menutup pembicaraannya sambil langsung menutup mata kembali
dengan mulutnya yang berkomat-kamit. Rupanya Ayu telah benar-benar
hasrat birahi membuat Mbah Dukun tak sabar.
Tanpa mengkaji dengan cermat sarat yang disampaikan Mbah Blabar rupanya
Burhan sudah kebelet dengan pilihan dan keputusannya. Dia akan menuruti
saja keinginan Mbah Dukun.
Dalam hal ini Ayu mesti mengikuti keputusannya. Sementara Mbah Dukun
masih komat-kamit Burhan langsung saja nyeletuk.
"Iya deh, Mbah. Saya setuju sarat yang disampaikan Mbak Dukun," sambil
melirik ke istrinya yang nampak kaget dengan keputusan suaminya yang
tidak menanyakan dulu padanya.
Ayu sangat jengkel akan sikap Burhan suaminya itu.
Adakah dia tahu yang dimaksud Mbah Dukun?
Artinya dia telah rela menyerahkan dirinya untuk menggunakan mulut dan
memeknya untuk memenuhi syaratnya?
Namun Ayu tak bisa menarik lagi apa yang telah dicanangkan suaminya. Dia
kini memperhatikan wajah Mbah Blabar yang nampak langsung kembali melek
dan bersinar-sinar penuh gairah di wajahnya.
Nampak jakunnya naik turun menahan air liurnya saat membayangkan sesaat
lagi akan menikmati tubuh Ayu yang penuh pesona ini.
Mbah Blabar mengarahkan pandangannya ke Ayu. Dia menatapnya bagai
serigala yang siap melahap mangsanya. Dia angkat sedikit alisnya saat
matanya tertumbuk dengan mata Ayu.
Kemudian tangan kanannya bergerak meraih sebuah keranjang rotan di
kanannya. Mbah Blabar mengambil sebuah bungkusan sedang besarnya dan
diberikan kepada Ayu.
"Neng, ambillah pakaian suci ini dan pakailah. Masuklah ke Bale Semadiku
di kamar sebelah ini menunggu saya menyiapkan sarana lainnya. Sementara
aden saya persilakan menunggu di luar? Mungkin upacara pengobatan ini
akan memakan waktu sekitar 2 jam, begitulah," itulah langkah lanjutan
dari Mbah Blabar.
bersambung....Mbah Blabar Dukun Cabul - 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar