Tiba-tiba Burhan dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu.
Dia mesti melepaskan istrinya yang ayu itu berduaan dengan orang lain di kamar tertutup.
Bahkan dia baru menyadari sekarang, bahwa ternyata Mbah Blabar ini masih nampak seumur dengan dirinya.
Bahkan dia juga perhatikan Mbah ini nampak bersih dan roman mukanya tampan.
Rupanya kumis ataupun janggutnya yang memberi kesan sepintas berusia tua.
Dan kalau orang memanggilnya Mbah disebabkan oleh kebiasaan orang
kampung saat berhadapan dengan 'orang pintar' atau dukun macam Mbah
Blabar ini.
"Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar
saja.
Percayalah saya tidak mengganggu Mbah Dukun saat memberikan obatnya nanti.
Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah," Burhan menghiba pada Mbah
Dukun.
Sesudah mendengar permintaan Burhan kembali Mbah Dukun komat-kamit.
Mungkin mencari jalan keluar. Beberapa saat kemudian dia bicara,
"Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau
suara apapun aden tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus
dihadapi. Aden harus tetap tenang.
Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Soni yang mampu membuat lumpuh,
buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya,"
begitu Mbah Blabar memberikan uraiannya.
"Terima kasih Mbah," sahut Burhan yang justru semakin percaya dengan
kesaktian Mbah Blabar dengan diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di
Bale Semadinya.
Akan halnya Ayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang
kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya
hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju
Bale Semadinya Mbah Blabar yang berada di balik pintu kiri ruang praktek
dukunnya ini.
Sesampainya di ruang Bale Semadi Ayu membuka bungkusan yang diberikan
oleh Mbah Dukun. Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan
secarik kain putih pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong
kain ini. Kemudian dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan
penutup tubuh perut ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya
untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Ayu merasa tidak perlu melepaskan
celana dalam dan kutangnya.
Beberapa saat kemudian Mbah Blabar membawa anglo, dupanya menyusul
memasuki Bale Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan itu sangat sempit.
Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2.
Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale ukuran kecil dan rendah
bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia letakkan anglo dupa itu di
pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai ruangan sempit itu.
Mbah Blabar memerintahkan Burhan untuk merapat ke dinding dan duduk
bersila dilantai. Sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi
apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai
memancing kemarahan jin Soni.
Kepada Ayu Mbah Blabar untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila.
Sementara Mbah Blabar juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Ayu.
Dia mengeluarkan sebuah botol kecil.
"Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dari
Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng
agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau
santet buatan manusia.
Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang
memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini," begitulah Mbah Blabar
mulai melakukan tugasnya.
Dari arah belakang punggung Ayu Mbah Blabar menuangkan sedikit minyak
itu ketangannya. Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit
tangan Mbah Blabar mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Ayu.
Dia urut-urut layaknya tukang urut yang langsung membuat Ayu
menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah
Blabar.
Nampak Ayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari
Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Ayu, sehingga
urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya.
"Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar
Mbah bisa mengurangi kekuatannya," pesan tambahan Mbah Blabar yang
bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Burhan agar tidak
mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah.
Dari leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dengan tetap
membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha
menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih
penutup bahu dan punggungnya. Ayu masih mengepit kain itu untuk menutupi
kutang dan dadanya.
Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke
bahu dan punggung Ayu.
Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali kutang. Olesan itu merata
dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil
mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Ayu. Tak luput pula sisi
kanan dan kiri hingga ketiak istri Burhan ini diolesinya dengan minyak
dari Mesir ini. Nampak oleh Burhan bagaimana mata Mbah Blabar nampak
sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan punggung istrinya.
Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas
saja. Dan tanpa ba bi bu Ayu mengikuti saja perintah Mbah Blabar. Dia
juga ingin agar Burhan menyaksikan sendiri betapa dia patuh dengan
perintah dukun yang dipercayainya ini.
Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya.
Sementara itu dari balik asap dupa Burhan mengamatinya dengan melototkan
matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat
di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Blabar akan menjamahi
seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat
janjinya untuk tidak bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun
didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah.
"Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun," demikian kata dalam
hati Mbah Blabar.
Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata
mereka takut akan akibat buruknya macam Burhan yang kini menyaksikan
istrinya dielusi Mbah Blabar langsung di depan matanya itu.
Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Ayu.
Dan nampaknya Ayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan
di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya
macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Blabar dengan cepat membuat
hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan
mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang.
"Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng,"
perintahnya yang langsung dipenuhi Ayu.
Terus terang rabaan tangan Mbah Blabar ini semakin menghanyutkan
sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak
acuh dengan kemungkinan kecemburuan suaminya.
Toh ini semua gara-gara kemauan Burhan. Dan dia tak pernah minta
pertimbanganku, demikian sikap Ayu.
"Ahh.. Mbah.. Terus elusi aku Mbaahh.." begitu jerit hatinya.
Tetap dari arah belakang punggung Ayu kini tangan Mbah Blabar meluncur
ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat
di bawah gundukkan payudaranya. Terus berputar dan berpilin jari-jari
itu benar-benar membuat dada Ayu berdegup kencang.
Muka Ayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Blabar
merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada
semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Ayu terus mendesah
atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat
kehangatan tubuhnya.
Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan.
Mbah Blabar tahu bahwa suhu syahwat Ayu mulai panas dan menaik. Ini
memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup
jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan
Mbah Blabar yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya
terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang
sangat peka.
Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai
menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu,
tangan Mbah Blabar mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Ayu.
Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat
sistematis dari tangan Mbah Blabar pada kedua payudaranya membuat hasrat
birahi Ayu langsung terbakar.
Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya.
Posisi Mbah Blabar yang memeluki dari punggungnya juga menambah
rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Blabar semakin lekat di punggung Ayu. Hembusan
hangat nafas Mbah Blabar pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah
syahwat Ayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt. Sapuan
nafas Mbah Blabar yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan harmonis
dengan elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya.
"Aa.. A.. Mpuunn.. Mbaahh..' Ayu mendesah-desah dan merintih.
Jangan tanya betapa bingung Burhan menyaksikan bagaimana istrinya
mendesah dan merintih macam ini.
Dalam ruangan Bale Semadi yang sempit dan remang karena asap dupa ini
terasa bernafas semakin sesak. Kebingungan Burhan ini tak boleh
ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang pemarah. Namun perasaan bingung itu
kini terasa menyimpang. Rasa khawatirnya bergeser.
Libido Burhan mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan
khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan
khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dalam duduk bersila itu Burhan
merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh.. Macam apa pula
ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Burhan.
Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun.
Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat.
Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Blabar
menyandarkan wajahnya ke punggung Ayu. Namun nampak mulutnya bekerja.
Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu.
Yang lebih menambah bingung Burhan adalah saat menyaksikan istrinya Ayu
menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar. Walaupun wajahnya
terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya. Walaupun tubuhnya
terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti saat tukang urut
kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk angin. Adakah hal
itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang suaminya?
"Ampun Mbahh.. Ampuunn.." demikian rintih pilu yang keluar dari mulut
Ayu.
Dalam geliatnya Ayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Blabar dia
melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi
sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin
Mbah Blabar menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus.
Ke bagian 3Dari bagian 1
Tiba-tiba Burhan dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu. Dia
mesti melepaskan istrinya yang ayu itu berduaan dengan orang lain di
kamar tertutup. Bahkan dia baru menyadari sekarang, bahwa ternyata Mbah
Blabar ini masih nampak seumur dengan dirinya. Bahkan dia juga
perhatikan Mbah ini nampak bersih dan roman mukanya tampan. Rupanya
kumis ataupun janggutnya yang memberi kesan sepintas berusia tua. Dan
kalau orang memanggilnya Mbah disebabkan oleh kebiasaan orang kampung
saat berhadapan dengan 'orang pintar' atau dukun macam Mbah Blabar ini.
"Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar
saja. Percayalah saya tidak mengganggu Mbah Dukun saat memberikan
obatnya nanti. Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah,"
Burhan menghiba pada Mbah Dukun.
Sesudah mendengar permintaan Burhan kembali Mbah Dukun komat-kamit.
Mungkin mencari jalan keluar.
Beberapa saat kemudian dia bicara,
"Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau
suara apapun aden tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus
dihadapi. Aden harus tetap tenang. Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin
Soni yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun
yang mengusik ketenangannya," begitu Mbah Blabar memberikan uraiannya.
"Terima kasih Mbah," sahut Burhan yang justru semakin percaya dengan
kesaktian Mbah Blabar dengan diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di
Bale Semadinya.
Akan halnya Ayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang
kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya
hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju
Bale Semadinya Mbah Blabar yang berada di balik pintu kiri ruang praktek
dukunnya ini.
Sesampainya di ruang Bale Semadi Ayu membuka bungkusan yang diberikan
oleh Mbah Dukun.
Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan secarik kain putih
pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong kain ini. Kemudian
dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan penutup tubuh perut
ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya untuk menutupi
tubuh bagian atasnya. Ayu merasa tidak perlu melepaskan celana dalam dan
kutangnya.
Beberapa saat kemudian Mbah Blabar membawa anglo, dupanya menyusul
memasuki Bale Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan itu sangat sempit.
Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale
ukuran kecil dan rendah bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia
letakkan anglo dupa itu di pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai
ruangan sempit itu.
Mbah Blabar memerintahkan Burhan untuk merapat ke dinding dan duduk
bersila dilantai.
Sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi apapun atas apa
yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan
jin Soni.
Kepada Ayu Mbah Blabar untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila.
Sementara Mbah Blabar juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Ayu.
Dia mengeluarkan sebuah botol kecil.
"Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dari
Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng
agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau
santet buatan manusia. Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran
agar segala kotoran yang memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini,"
begitulah Mbah Blabar mulai melakukan tugasnya.
Dari arah belakang punggung Ayu Mbah Blabar menuangkan sedikit minyak
itu ketangannya.
Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Blabar
mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Ayu. Dia urut-urut
layaknya tukang urut yang langsung membuat Ayu menggeliatkan leher dan
kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Blabar.
Nampak Ayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari
Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Ayu, sehingga
urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya.
"Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar
Mbah bisa mengurangi kekuatannya," pesan tambahan Mbah Blabar yang
bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Burhan agar tidak
mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah.
Dari leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dengan tetap
membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha
menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih
penutup bahu dan punggungnya.
Ayu masih mengepit kain itu untuk menutupi kutang dan dadanya.
Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke
bahu dan punggung Ayu. Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali
kutang. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah
Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Ayu.
Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Burhan ini
diolesinya dengan minyak dari Mesir ini. Nampak oleh Burhan bagaimana
mata Mbah Blabar nampak sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan
punggung istrinya.
Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas
saja. Dan tanpa ba bi bu Ayu mengikuti saja perintah Mbah Blabar. Dia
juga ingin agar Burhan menyaksikan sendiri betapa dia patuh dengan
perintah dukun yang dipercayainya ini.
Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya.
Sementara itu dari balik asap dupa Burhan mengamatinya dengan melototkan
matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat
di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Blabar akan menjamahi
seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat
janjinya untuk tidak bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun
didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah.
"Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun," demikian kata dalam
hati Mbah Blabar.
Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata
mereka takut akan akibat buruknya macam Burhan yang kini menyaksikan
istrinya dielusi Mbah Blabar langsung di depan matanya itu.
Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Ayu.
Dan nampaknya Ayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan
di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya
macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Blabar dengan cepat membuat
hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan
mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang.
"Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng,"
perintahnya yang langsung dipenuhi Ayu.
Terus terang rabaan tangan Mbah Blabar ini semakin menghanyutkan
sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak
acuh dengan kemungkinan kecemburuan suaminya. Toh ini semua gara-gara
kemauan Burhan. Dan dia tak pernah minta pertimbanganku, demikian sikap
Ayu.
"Ahh.. Mbah.. Terus elusi aku Mbaahh.." begitu jerit hatinya.
Tetap dari arah belakang punggung Ayu kini tangan Mbah Blabar meluncur
ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat
di bawah gundukkan payudaranya.
Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Ayu
berdegup kencang.
Muka Ayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Blabar
merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada
semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Ayu terus mendesah
atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat
kehangatan tubuhnya. Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan.
Mbah Blabar tahu bahwa suhu syahwat Ayu mulai panas dan menaik. Ini
memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup
jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan
Mbah Blabar yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya
terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang
sangat peka.
Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai
menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu,
tangan Mbah Blabar mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Ayu.
Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat
sistematis dari tangan Mbah Blabar pada kedua payudaranya membuat hasrat
birahi Ayu langsung terbakar. Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan
desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang memeluki dari
punggungnya juga menambah rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Blabar semakin lekat di punggung Ayu. Hembusan
hangat nafas Mbah Blabar pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah
syahwat Ayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt.
Sapuan nafas Mbah Blabar yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan
harmonis dengan elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya.
"Aa.. A.. Mpuunn.. Mbaahh..' Ayu mendesah-desah dan merintih.
Jangan tanya betapa bingung Burhan menyaksikan bagaimana istrinya
mendesah dan merintih macam ini. Dalam ruangan Bale Semadi yang sempit
dan remang karena asap dupa ini terasa bernafas semakin sesak.
Kebingungan Burhan ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang
pemarah. Namun perasaan bingung itu kini terasa menyimpang. Rasa
khawatirnya bergeser.
Libido Burhan mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan
khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan
khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dalam duduk bersila itu Burhan
merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh.. Macam apa pula
ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Burhan.
Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun.
Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat.
Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Blabar
menyandarkan wajahnya ke punggung Ayu. Namun nampak mulutnya bekerja.
Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu.
Yang lebih menambah bingung Burhan adalah saat menyaksikan istrinya Ayu
menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar.
Walaupun wajahnya terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya.
Walaupun tubuhnya terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti
saat tukang urut kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk
angin. Adakah hal itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang
suaminya?
"Ampun Mbahh.. Ampuunn.." demikian rintih pilu yang keluar dari mulut
Ayu.
Dalam geliatnya Ayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Blabar dia
melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi
sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin
Mbah Blabar menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus.
Bersambung . . . .Mbah Blabar Dukun Cabul - 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar